Friday, 16 August 2013

Ezra, Nehemia, 1&2 Tawarikh (KETUBIM IV)

EZRA-NEHEMIA
Dalam tradisi Yahudi mula-mula Kitab Ezra dan Nehemia dianggap sebagai satu kesatuan yang ditulis di bawah nama Ezra, dan tetap dihormati sebagai satu kesatuan di dalam Alkitab Ibrani selama abad pertengahan, lantaran hal ini berisi pembahasan satu pokok bahasan, yaitu status Bangsa Israel, ketika umat Israel berusaha memperbaiki statusnya di hadapan YHWH berkenaan dengan pembuangan dan trauma yang muncul dari pembuangan tersebut. Pokok bahasan ini dibahas dalam dua sisi yang berbeda. Dalam bukunya, Blommendaal menyatakan bahwa Ezra bekerja di bidang rohani dan Nehemia bekerja di bidang politik.[1] Sehingga di dalam pekerjaan mereka tersebut sedikit banyak mempengaruhi pandangannya dalam penulisan tersebut. Dalam Alkitab modern saat ini, Ezra dan Nehemia dipisahkan ke dalam dua buku. Namun, dengan sisi yang berbeda dan juga kejelasan dari satu editor yang sama.
Saat ini, kitab Ezra dan Nehemia dihormati sebagai bagian dari suatu runtutan sejarah. Pada bagain akhir kitab 2 Tawarikh 36:22-23 sangat jelas menggambarkan bagian awal dalam kitab Ezra (Ezra 1:1-3a), dimana kitab 2 Tawarikh diakhiri dengan kalimat yang tidak lengkap, dan kemudian dilengkapi di Kitab Ezra[2]. Selain itu ada pula beberapa poin yang menunjukkan persamaan bahasa dan corak khas kitab Tawarikh dan Ezra–Nehemia; di antaranya memperlihatkan suatu ketertarikan pada kebudayaan Bait Allah, dan hal-hal lain yang terkait dengan itu, seperti liturgi musik dan bejana-bejana Bait Allah. Beberapa ahli juga memperdebatkan perbedaan istilah yang digunakan, contohnya kata imam tertinggi disebut hakkohen haggadol didalam kitab Ezra – Nehemia, numun dalam kitab Tawarikh disebut hakkohen har os atau imam kepala.[3] Intinya mau memperlihatkan bahwa Ezra–Nehemia berada dalam komposisi masing-masing yang memiliki banyak kesamaan/keterkaitan dengan Tawarikh.
KEMBALINYA DARI PEMBUANGAN
Ketetapan Cyrus (di Alkitab TB LAI diterjemahkan “Koresh”) dalam Ezra 1:2 dimaknai bermacam-macam. Menurut para ahli, hal ini dicurigai merupakan bagian yang dikarang oleh editor Ezra–Nehemia kepada “perintah” dalam bahasa Aram pada Ezra 6:3-5 demi kepentingan editor, yaitu orang Persia sendiri. Dalam ketetapan Cyrus ini, Collins memandang bahwa ketetapan tersebut tak sekadar berasal dari Tuhan, melainkan mengandung unsur politik Persia, “peduli masyarakat”, untuk meluluhkan hati masyarakat[4] (bandingkan dengan kisah Rehabeam yang meminta nasihat dengan tua-tua yang mendampingi Salomo terhadap permintaan Yerobeam, serta seluruh orang Israel, II Taw. 10:3-7).

Bagian yang penting untuk diperhatikan adalah tokoh Sesbazar di Ezra 1:11 yang berperan dalam kepulangan orang Israel dari pembuangan. Pada bagian ketika bangsa Yehuda kembali untuk pertama kalinya Sesbazar digambarkan sebagai “Pangeran bangsa Yehuda” dan juga berasal dari garis keturunan Daud, sehingga hal ini memperkuatnya sebagai ahli waris tahta dalam garis keturunan Daud. Walaupun begitu, dalam Kitab Tawarikh namanya tidak pernah muncul sebagai bagian dari riwayat keturunan Daud. Kadang-kadang ia diidentikkan dengan nama Syenasar, anak dari Yekhonya yang dikucilkan oleh raja Yehuda dalam 1 Tawarikh 3:18. Namanya memang berbeda, namun besar kecurigaan bahwa Sesbazar memang merupakan bagian dari keturunan Daud. Sedangkan Zerubabel kemudian muncul sebagai orang yang mensukseskan Sesbazar sebagai gubernur Yehuda, ia terdaftar sebagai cucu dari Yekhonya dalam 1 Tawarikh 3:19, namun kitab Ezra dan Hagai menceritakan bahwa ia merupakan anak dari Pedaiah.[5] Berdasarkan pernyataan Ezra dan Hagai itulah, ada juga yang berasumsi bahwa Sesbazar merupakan nama Babilonia-nya Zerubabel.

Bagian lain yang menarik namun jarang diperhatikan oleh pembaca adalah masalah kejanggalan waktu antara kepulangan bangsa Yehuda dari pembuangan dengan awal dimulainya pengerjaan Bait Allah. Dalam Ezra 3:1 dijelaskan bahwa bangsa Yehuda mulai mendirikan Bait Allah setelah bulan yang ketujuh sejak kepulangan mereka, hal sama juga dijelaskan dalam ayatnya yang ke-8 bahwa bangsa Yehuda mulai mendirikan Bait Allah, namun dalam tahun yang kedua setelah kepulangan mereka dari pembuangan. Menurut Collins ada beberapa hal yang dijadikan suatu kemungkinan untuk menjawab alasan mengapa terjadi kejanggalan waktu.
1.    Dalam penghitungan Collins, terjadi kejanggalan waktu ± selama 18 tahun antara kepulangan bangsa Yehuda dari pembuangan dengan awal pembangunan Bait Allah. Dalam kitab Hagai dijelaskan bahwa keterlambatan ini disebabkan karena masyarakat ketika itu masih sibuk dalam pembangunan rumah-rumah mereka daripada pembangunan Bait Allah.
2.    Dalam kitab Ezra sendiri juga dijelaskan bahwa keterlambatan pembangunan ini karena adanya tentangan dari lawan bangsa Yahuda (Ezra 4:1) yang merupakan penghuni tetap disekitar wilayah Yerusalem (salah satunya merupakan orang Samaria). Dalam ayatnya yang 4 dikatakan bahwa penduduk negeri itu kemudian melemahkan semangat orang-orang Yehuda dan membuat mereka takut membangun.[6]
RIWAYAT KERJA EZRA
Dalam menafsir, keterangan waktu baik Ezra dan Nehemia sangat penting. Blommendaal menyebutkan bahwa Ezra adalah seorang Yahudi yang tinggal di Persia, dimana ia diangkat sebagai seorang pegawai-tinggi raja Persia saat itu, Artaxerxes I Longimanus.[7] Menurut Collins terdapat 3 raja yang memerintah dengan menggunakan nama Artaxerxes: Artaxerxes I (465-424 sM), Artaxerxes II (450/404-359/358), dan Artaxerxes III (359/358-338). Namun, banyak ahli yang mengasumsikan bahwa Erza memulai pekerjaan pada masa pemerintahan Artaxerxes I. Misi Nehemia juga dilakukan setelah 20 tahun sejak Artaxerxes I memerintah, sehingga Alkitab mencatat bahwa Ezra lebih dulu melakukan pekerjaan kemudian barulah Nehemia.[8] Blommendaal (disinggung juga oleh Collins hal.432) juga menyebutkan bahwa memang ada persoalan waktu mengenai kapan Nehemia dan Ezra mulai melakukan pekerjaannya di Yerusalem. Menurut Ezra 7:7, Ezra pergi ke Yerusalem pada tahun yang ke-7 di zaman pemerintahan Artaxerxes. Kalau raja ini adalah raja Artaxerxes I, maka Ezra tiba di Yerusalem pada tahun 457 sM. Sedangkan menurut Nehemia 3:1, Nehemia tiba pada tahun yang ke 20 masa pemerintahan Artaxerxes, jadi pada tahun 444 sM. Ada kemungkinan juga bahwa Ezra tiba di Yerusalem pada masa pemerintahan Artaxerxes II (tahun 404-358 sM), jadi pada tahun 398 sM.[9] Sebagai tambahan Kitab, Ezra ditulis dalam dua bahasa; bahasa Ibrani dan bahasa Aram : fasal 4:8 – 6:18 dan fasal 7:12-26 ditulis dalam bahasa Aram. Rupanya penulis telah memakai dokumen-dokumen milik Ezra sebagai bahannya yang tercermin pada pasal 7:27 -9:15.[10]
Dalam pekerjaannya Ezra menemukan banyak masalah, khususnya masalah perkawinan campur dengan bangsa-bangsa disekitar wilayah Yerusalem. Harus diasumsikan bahwa kedatangan Ezra ini bertujuan untuk mengubah cara hidup orang Yehuda dan menyelamatkan bangsanya itu dari bahaya sinkretisme dari pencampuran dengan orang Samaria, walaupun diketahui di sisi lain ia gagal dalam tugasnya untuk memastikan keamanan Yerusalem dengan memperbaiki tembok-tembok kotanya. Blommendaal menyebutkan bahwa pekerjaan Ezra penting sekali. Barangkali ia membawa Torah yang baru selesai ditulis ke Yerusalem[11], mengingat Ezra memang seorang Ahli kitab yang mahir dan merupakan keurunan imam Harun (Ezra 7:1-6) yang dikirim ke Yerusalem atas perintah raja Persia dengan membawa perak dan emas kedalam Bait Allah.[12]
HUKUM KETETAPAN EZRA DAN MASALAH PERKAWIANAN CAMPUR
Dalam tradisi Yahudi sosok Ezra dipuja sebagai orang yang “merevisi” hukum Musa, dan umumnya hukum ini diasumsikan sebagai taurat yang kita miliki saat ini. Ada beberapa bagian hukum Deutronomi yang juga terdapat didalam Ezra dan Nehemia, salah satunya mengenai hukum perkawinan campur. Masalah perkawianan campur merupakan masalah yang paling dominan terjadi ketika Ezra bekerja di Yerusalem. Ia kemudian menyuruh bangsa Israel, orang awam, para imam, dan orang-orang Lewi untuk memisahkan diri dari segala kekejian orang-orang ditanah itu, hal ini dilakukan untuk tetap menjaga kemurnian bangsa Israel. Dalam Ezra 9:1 disebutkan dengan siapa saja mereka tidak boleh berbaur, yakni orang Kanaan, Het, Feris, Yebus, Amon, Moab, Mesir, dan orang Amori. Namun hal ini dilanggar oleh bangsa Yehuda dan mereka turut berbaur dalam perkawinan campur, laki-laki dan perempuan. Ketika mendengar bahwa bangsa Israel turut ikut berbaur dengan bangsa-bangsa di sekitarnya, maka marahlah Ezra. Dalam Ezra 9 dijelaskan bagaimana kemarahan Ezra, dan apa yang dilakukan oleh orang Israel ketika mereka sadar bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu kekejian di hadapan Allah. Kemarahan Ezra ini ditunjukkan dengan sikapnya yang menyuruh bangsa Israel agar menceraikan istri-istrinya (Ezra10:19). Yang perlu diperhatikan disini, adalah bahwa Ezra hanya fokus pada pria Yahudi yang menikah dengan wanita asing (walau begitu, dalam Nehemia juga terdapat larangan untuk menyerahkan anak perempuan Yahudi kepada pria asing, diluar Israel, Neh.13:25). Sedangkan wanita yahudi yang menikah dengan pria asing dianggap tidak terlalu berbahaya, asalkan mereka tetap mendapat warisan dari pria tersebut. Pada akhirnya anak-anak keturunan ini tetap akan menjadi bagian dari Yahudi.[13] Hal ini sangat nyata menunjukkan larangan Ezra tentang perkawinan campur. Bahanya tidak hanya dapat mengakibatkan orang Israel juga ikut memuja allah mereka, tetapi juga demi mempertahankan kemurnian bangsa Israel. Disini dapat kita lihat bahwa ada ketakutan dalam diri bangsa Israel, ada rasa jera akan apa yang telah mereka alami sebelumnya, selama masa pembuangan di Babilonia, dan ketakutan ini menimbulkan traumatis bagi bangsa Israel untuk tidak melakukan tindakan yang tidak berkenan bagi Allah untuk yang kedua kalinya.
Doa-doa yang terdapat dalam Ezra 9 dan Nehemia 9 menjelaskan bahwa sebenarnya Ezra pun mengetahui hukum-hukum imam. Ini khususnya nampak dalam peraturan tentang hari raya Sukkhot dan Pesakh. Contohnya, festival bulan ketujuh (Tishri) dalam Nehemia 8-9. Di hari pertama bulan itu, Ezra membacakan isi kitab Taurat di hadapan jemaat. Ini kemudian dijadikan sebagai Festival tahun baru, Rosh Hashanah, didalam kitab Imamat ini tidak dijelaskan (Imamat 23:24), disana hanya dikatakan bahwa pada hari raya ini dilakukan pertemuan kudus diikuti dengan membunyikan terompet. Nehemiah 8:13-17 juga menjelaskan bahwa mereka harus tinggal di dalam pondok-pondok pada hari raya bulan yang ketujuh. Didalam Imamat 23:34 festival ini dilakukan pada hari yang ke-15 dibulan yang ketujuh.[14]
RIWAYAT KERJA NEHEMIA
Blommendaal menyebutkan bahwa kitab Nehemia merupakan lanjutan dari kitab Ezra. Beberapa bagian dalam Kitab Nehemiah juga dapat ditemukan didalam kitab Ezra, misalnya daftar orang-orang yang pulang dari pembuangan (Neh7:6 dst) juga dapat kita temukan didalam Ezra 2.[15] Salah satu yang menarik dari kedua tokoh ini adalah persoalan mengenai waktu kedatangannya; Ezra datang 7 tahun pada masa pemerintahan Artaxerxes dan Nehemia datang 20 tahun pada masa pemerintahan Artaxerxes. Dalam Neh.8:9 disebutkan bahwa Nehemiah juga turut ambil ikut serta dalam hari pertama perayaan festival bulan ketujuh. Namun menurut para ahli, kedua orang ini tidak bekerja di Jerusalem pada tahun yang sama, karena bila Ezra muncul bersamaan dengan Nehemia dalam perayaan ini, maka ia harus menunggu 13 tahun setelah, setelah itu barulah dapat bergabung dengan Nehemia.[16]
Dalam sepanjang riwayat kerja Nehemia, ia bekerja dibidang politis. Seorang saudara Nehemia, Hanani memberitahukan kepadanya mengenai rusaknya keadaan tembok-tembok Yerusalem. Mendengar hal itu, sedihlah hati Nehemia dan ia kemudian memohon kepada Raja Persia agar diberi izin untuk memperbaiki kondisi Yehuda, kota pekuburan nenek moyang Nehemia (Neh. 2), ketika itu Nehemia hanyalah juru minum raja (Neh.1:11). Kitab Nehemia mengisyaratkan bahwa salah satu tugas Nehemia adalah untuk membangun kembali tembok-tembok Yerusalem, untuk itu pada perjalanan pertamanya ke Yerusalem ia memulai pekerjaan itu. Ia tidak mengumumkan kepada publik mengenai pembangunannya itu. Namun, hal itu diketahui oleh orang-orang disekitar Israel, yakni Sanbalat[17], orang Horon, dan Tobia[18], orang Amon, pelayan itu, dan Gersyem, orang Arab (Neh.2:19) sehingga mereka mulai menjatuhkan orang-orang Israel (lih Nehemia 6:6-7; 4:1-3; 6:1-9) [19], tetapi pada akhirnya tembok-tembok kota Yerusalem dapat terselesaikan (Neh.6:15). Tidak hanya permasalahan ini yang dihadapi oleh Nehemia, ia juga harus menangani masalah krisis ekonomi karena kelaparan yang menimpa Israel. Dalam Neh.5 dikatakan bahwa orang-orang Yahudi mengeluh karena mereka terpaksa menggadaikan ladang dan rumah mereka untuk mendapatkan gandum, bahkan anak laki-laki dan perempuan mereka pun banyak yang terpaksa dijual dan dijadikan budak. Akar dari permasalahan ini disebutkan dalam ayat ke-4; bahwa mereka juga harus membayar pajak yang dikenakan oleh raja, walaupun tidak jelas disebutkan berapa jumlah pajak tersebut. Namun ketika mendengar keluhan itu, marahlah Nehemia, merekapun kemudian disuruh untuk  mengembalikan anak-anak mereka, rumah serta ladang yang telah mereka ambil dari saudara-saudaranya (Neh.5:6-13).[20]
Dalam riwayat pekerjaan Ezra, masalah perkawianan campur kembali terjadi (Neh.13), pada ayat yang ke-28 dikatakan bahwa salah satu dari cucu Elyasib, imam besar itu, adalah menantu Sanbalat. Bagaimanapun pada akhirnya, Ezra dan Nehemiah tidak bisa bisa menghapus hubungan yang menyimpang, yang dilakukan oleh para imam di Yerusalem terhadap orang-orang golongan tinggi disekitar Israel.[21] Walaupun begitu, Nehemia dalam riwayatnya tetap hadir sebagai sosok pemimpin yang memiliki integritas. Ketulusannya tidak diragukan lagi, ia tidak mencari keuntungan pribadi, ia bahkan tidak pernah mengambil pembagian yang menjadi hak bupati (Neh.5:14).

TAWARIKH  
Di dalam Septuaginta, kitab ini disebut “Paraleipomene” yang artinya menurut terjemahan bebas adalah “yang belum diceritakan”.[22] Kitab Tawarikh menceritakan kembali dan melanjutkan kisah yang sudah tercantum dalam kitab Samuel dan Raja-raja, dan selesai ditulis kira-kira tahun 400 sM. Menurut pembagian dalam buku Blommendaal, di dalam kitab Tawarikh terdapat 4 bagian besar, yaitu :
·      1 Tawarikh 1 – 9
Pada bagian ini Tawarikh mulai memperkenalkan daftar silsilah yang luas, dimulai dari Adam sampai daftar keturunan Israel yang kembali dari pembuangan. Hanya saja yang perlu diperhatikan, kitab ini sangat memfokuskan penulisannya pada daftar keturunan Israel, dimana Yehuda terdaftar sebagai salah satu dari keturunan Israel yang merupakan keturunan terpanjang (1 Taw. 2:3 – 4:23). Disusul dengan keturunan Daud serta ketururan dari suku Benyamin dan Lewi. Mereka merupakan suku yang benar-benar setia kepada pemerintahan Daud. Daftar silsilah keturunan Lewi cukup panjang (1 Taw.6:1-81) begitu juga dengan Benyamin (8:1-40), bahkan Saul yang merupakan raja pertama Israel berasal dari keturunan Benyamin, namun tidak ada fakta yang diterima dalam penekanan ini. Bagaimanapun, Saul dalam kitab Tawarikh hanya merupakan pengantar bagi kisah Daud untuk menjadi raja. Perkenalan silsilah yang disampaikan dalam bagian ini mau menjelaskan bahwa mereka yang kembali dari pembuangan adalah komunitas Yehuda (9:1-44), termasuk orang-orang Yehuda, Benyamin, Efraim, dan Manasseh, serta golongan imam dan Lewi, dan orang-orang yang bekerja di Bait Allah (9:2).[23]
·      1 Tawarikh 10 – 29
Pada bagian ini kitab Tawarikh mulai memperlihatkan bagaimana pemerintahan Saul berpindah kepada Daud, dimulai dengan perang rakyat antara Daud dan Saul dengan hasil Saul kalah dan Daud diurapi menjadi Raja di Hebron. Setelah Daud diurapi menjadi raja, ia memutuskan untuk pulang membawa Tabut Perjanjian ke Yerusalem, dalam 2 Sam.6 kisah ini dijelaskan lebih detail dengan penekanan yang mengikutsertakan imam dan orang Lewi. Selama masa pemerintahan Daud, ia memutuskan bahwa tidak ada seorang pun kepadanya dapat dipercayakan tugas untuk menjaga Tabut Perjanjian kecuali imam dan orang-orang Lewi. Tawarikh kemudian memberikan daftar dari imam dan orang-orang Lewi yang dipercayakan atas tugas ini, selain itu ada pula penyanyi-penyanyi dan pemusik dalam kultus ibadat. Golongan ini kemudian mendapat posisi yang penting dalam kitab Tawarikh sebagai orang yang berperan dalam mengurus kultus peribadatan, sekalipun memang Daudlah yang menjadi tokoh yang paling penting dalam kitab Tawarikh. Daud hadir sebagai sosok perintis dan pengatur ibadat yang diselenggarakan Yerusalem. Sebab dialah yang memindahkan tabut perjanjian ke sana dan memulai ibadat di sekitarnya. Para penulis Tawarikh sangat menekankan dan membesar-besarkan peranan Daud itu. Dalam kitab Tawarikh pun tidak dikatakan apa-apa mengenai keburukan dan kemalangan Daud (kecuali masalah sensus untuk menghitung jumlah rakyat yang kemudian mendatangkan murka Allah. Namun pada akhirnya Daud menyesal akan perbuatannya itu, 1 Taw.21). Collins mencatat beberapa hal mengenai perbedaan kitab Tawarih dengan kitab Raja-raja dan Samuel, misalnya kisah Daud dan Batsyeba, kisah Tamar diperkosa oleh Amnon serta pemberontakan Absalom, kebaikan Daud kepada anak Saul, Mephibosheth, pemberontakan Sheba, orang Benyamin, dan mazmur-mazmur Daud lainnya.[24] Semua yang tertuliskan didalam Tawarikh adalah untuk memperlihakan Daud sebagai sosok raja yang ideal bagi bangsa Israel, dan dari keturunannyalah Allah berjanji menjadikan bangsa Israel sebagai umat yang besar.
·      2 Tawarikh 1 – 9
Pada bagian ini kitab Tawarikh mulai memperlihatkan bagaimana pemerintahan Salomo. Setelah kematian Daud, ia mulai melakukan pembangunan Bait Allah. Orang-orang yang bekerja ini terdiri dari orang-orang diluar bangsa Israel. Menurut 1 Raj.9:20-22 dikatakan bahwa Salomo mewajibkan orang Amori dan orang-orang yang tinggal di tanah itu sebagai budak pekerja paksa, dan tidak menggunakan budak-budak Israel. Didalam kitab Tawarikh Salomo melakukan sensus kepada orang asing sebelum memulai pengerjaan Bait Allah.[25] Sama dengan Raja Daud, hal-hal buruk pada sosok Salomo tidak disebutkan didalam kitab Tawarikh (Mis. yang terdapat di dalm 1 Raj.11), dan Salomo menjadi keturunan Daud yang tidak bercela.
·      2 Tawarikh 10 – 36
Pada bagian ini kitab Tawarikh menceritakan mengenai raja-raja keturunan Yehuda yang memerintah setelah Salomo. Perpecahan dengan Israel Utara, sesudah matinya raja Salomo, dipandang sebagai dosa Kerajaan Utara melawan agama benar di Yerusalem (2 Taw.11:13-17). Dalam hal ini tidak dijelaskan sesuatu mengenai raja-raja Kerejaan Utara, sedangkan raja-raja Yehuda dihargai menurut sifat mereka terhadap hukum Tuhan.[26] Walaupun diakhir diceritakan bahwa karena dosa dan tindakan-tindakan mereka yang tidak berkanan dihadapan Allah, mereka dihukum lewat pembuangan ke Babilonia.

Kepulangan bangsa Israel dari pembuangan membuat efek traumatis yang dialami bangsa ini. Kitab ini ditulis tentu untuk hal-hal keagamaan, namun unsur politiknya juga tidak bisa dihindari. Kitab-kitab ini dituliskan untuk melihat kembali sejarah umat Israel yang dulu sejahtera, dan dengan tujuan untuk menemukan kembali cita-cita bangsa dalam sejarah masa lampau. Itulah sebabnya mengapa kitab-kitab ini disusun sedemikian rupa, untuk membangkitkan semangat bangsa Israel yang ketika itu baru pulang dari pembuangan dan berusaha untuk membangun Bait Allah kembali (melihat kisah bangsa Israel pada masa pemerintahan Daud dan Salomo). Kitab Tawarikh juga memberi perhatian istimewa pada hal-hal yang bersangkutan dengan Bait Allah, ibadat dan petugas-petugasnya. Walaupun dalam beberapa kasus kita dapati beberapa dari orang-orang ini berpaling. Namun, semangat untuk mewujudkan cita-cita bangsa ini (semangat penulis khususnya) menjadi alasan utama mengapa kitab-kitab ini dituliskan, demi perbaikan dan untuk menyatakan bahwa Israel memang umat pilihan Allah. Hanya saja, dalam bagian berikutnya penulis memberi tekanan balik kepada kisah Daud dengan kejatuhan Israel hingga dibuang ke Babel untuk memperlihatkan pada umat masa itu akibat dari dosa dan tindakan yang mereka perbuat bila melawan kehendak Allah. Kedua kitab ini (Ezra–Nehemia dan Tawarikh) memperlihatkan keterkaitan antar satu sama lain. Keduanya ditujukan untuk menasehatkan bangsa Israel pada zaman yang sama (zaman setelah pembuangan). Tawarikh mau menasihatkan umat di zamannya, kalau mereka manantikan masa depan yang bahagia, yang akan memberi pemulihan terhadap bangsa ini setelah kembali dari pembuangan sama seperti pada masa pemerintahan raja Daud dan Salomo, untuk itu mereka harus menyadari syarat-syaratnya. Begitu juga dengan apa yang ingin disampaikan didalam kitab Ezra–Nehemia, hanya jika setia kepada Tuhan dan dengan teliti menyelenggarakan ibadat, maka umat boleh percaya dan yakin bahwa Tuhan akan memulihkan zaman kebahagiaan itu.
Penulisan kitab Ezra-Nehemia tidak sekadar menggambarkan perjuangan Israel, tetapi secara langsung menggambarkan sikap isolemen terhadap bangsa lain guna menyucikan diri dan berusaha menjadi umat Israel yang sejati, serta kudus, atau yang disebut Holy seed.

DAFTAR PUSTAKA
J.J. Collins. 2004.  Introduction to the Hebrew Bible. Minneapolis : Fortress Press.
Bloommendaal, J. 1979. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Anderson, G.W. 1959. A Critical Introduction to The Old Statement. London : Gerald Duckworth





[1] lih. J.Blommendaal. 1979. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta : BPK Gunung Mulia, p. 171
[2] lih. George W. Anderson, 1959. A Critical Introduction to The Old Statement. London : Gerald Duckworth, p. 215
[3] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, Minneapolis : Fortress Press, p. 428
[4] bdk.J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 429-430
[5] Ibid, p. 430
[6] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 430-431
[7] Ibid, p. 169
[8] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 431-432
[9] J.Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama, p. 170
[10] J.Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama, p. 170
[11] Ibid
[12] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 432
[13] bdk.Ibid, p. 434-435
[14] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 433
[15] lih. J.Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama, p. 170-171
[16]bdkIbid, p. 437
[17] Sanbalat merupakan gubernur Samaria (Collins, p. 439)
[18] Tobia merupakan nama orang dari keluarga yang berkuasa, yang tinggal di seberang sungai Yordan (Collins, p.439)                             
[19] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 439
[20] bdk. Ibid, p. 439-440
[21] Ibid, p. 441
[22] lih. J.Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama, p. 171
[23] lih. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 446-447       
[24] lih. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 448
[25] bdk. J.J. Collins. Introduction to the Hebrew Bible, p. 450
[26] J.Blommendaal. Pengantar kepada Perjanjian Lama, p. 172

No comments:

Post a Comment