Friday, 22 November 2013

Tafsiran Metode Historis Kritis terhadap Titus 2: 1-10 “Kewajiban Orang tua, Pemuda dan Hamba”

Latar Belakang
Paulus merupakan salah seorang rasul besar yang sudah menuliskan beberapa surat dan suratnya juga dikanonkan dalam kitab Perjanjian Baru. Surat-suratnya ditujukan baik untuk jemaat-jemaat maupun untuk perorangan. Salah satu surat yang ditujukan untuk perorangan adalah suratnya kepada Titus.  Surat ini digolongkan ke dalam surat-surat Pastoral bersama dengan I dan II Timotius. Sebutan surat Pastoral diberikan kepada surat-surat ini sejak abad ke 2 M. Meskipun mungkin sebutan ini tidak sepenuhnya tepat, namun isinya cukup mencerminkan sebutan tersebut. Surat-surat ini disebut surat pastoral “Karena surat-surat ini ditulis dengan perasaan kasih dan kehangatan, maka dianggap kudus dan dihargai di seluruh Gereja untuk mengatur tata Gerejani”[1].

Ketiga surat ini (I Timotius, Titus, II Timotius) dikelompokkan dalam satu judul karena mewujudkan satu kesatuan: ditulis oleh seorang gembala kepada para gembala (jiwa); Itulah sebabnya mengapa sebutan “surat pastoral” sungguh tepat. Namun surat-surat ini merupakan satu kesatuan bukan hanya karena permasalahannya, melainkan juga karena bernafaskan satu semangat kelembutan dari seorang gembala yang menulis kepada gembala lain. Terlebih gaya bahasa dan kosakata yang sama, juga keadaan sejarahi yang tidak jauh berbeda mempengaruhi surat-surat ini.

Karena surat ini dikelompokkan sebagai salah satu surat pastoral, maka tujuan surat ini dikirimkan kepada Titus di Kreta adalah untuk memberikan semacam “pedoman” bagi pengembalaan jemaat, selain itu juga sebagai petunjuk-petunjuk cara bagaimana menata hidup jemaat-jemaat dan menanggulangi ajaran sesat. Berbicara soal ajaran sesat, Ajaran-ajaran sesat yang sedang beredar di jemaat saat itu ternyata cukup mengganggu jemaat Kristen. “Bidah” (ajaran sesat) itu semacam penyakit yang menggerogoti umat yang datang dari roh-roh jahat dan iblis. Ajaran sesat yang beredar itu banyak menyangkut hukum taurat Yahudi yang menyimpang. Salah satunya, ajaran sesat itu mencampuradukkan kepercayaan Kristen dengan salah satu aliran “kebatinan” Yahudi yang menyimpang dari agama Yahudi. Disamping unsur-unsur dari “kebatinan Yahudi” ada juga unsur-unsur yang mirip dengan “kebatinan Yunani”. Paling jelas ajaran bidah itu adalah bahwa “kebangkitan sudah terjadi” (2Tim 2:18). Berarti mereka menyangkal kebangkitan badan di akhir zaman. Pada saat itu orang beriman sudah pindah dari kehidupan fana kepada kehidupan yang tidak binasa, sedangkan kejasmanian orang tidak diikutsertakan. Rupanya para bidah berkhayal tentang suatu “kerajaan cahaya” (bdk.1Tim 6:16) yang dimasuki melalui ngelmu gaib tentang Allah (Tit 1:16; 1Tim 6:20; 2Tim 3:4). Sebagai sarana untuk mendapat “ngelmu gaib” itu para bidah menyiarkan aturan, ulah tapa khusus dengan melarang makanan tertentu dan kawin. Kejasmanian agaknya dinilai sebagai halangan untuk “kerohanian” dan karena itu orang mesti melakukan berbagai pantangan. Semuanya itu mengingatkan kita pada pelbagai agama dan aliran kebatinan (filsafat Neophytagoras dan Neoplatonisme) yang tersebar di dunia Yunani-Romawi di zaman itu dan terdapat juga pada orang-orang Yahudi di perantauan.  Ajaran ini (mazhab phytagoras) sangat mengutamakan makna religiusnya. Kehidupan kelompoknya sehari-hari sangat menekankan kehidupan bersama, sama seperti dalam jemaat mula-mula; seluruh pengikut ajarannya hidup berdasarkan aturan dengan tujuan spiritual. Bandingkan juga dengan ajaran Neoplatonisme mengenai tubuh dan jiwa. Dimana tubuh (jasmani) dianggap sebagai penghalang hidup rohani.

Ketiga karangan yang disebut sebagai surat pastoral itu merupakan usaha untuk membereskan sedikit kekacauan yang melanda jemaat-jemaat Paulus. Namun permasalahnya adalah benarkah Paulus yang menulis surat itu kepada Titus yang sedang berada di Kreta? Memang ketiga karangan tersebut jelas memperkenalkan diri sebagai surat-surat Paulus. Tidak hanya nama sang Rasul saja yang disebut pada awal surat tersebut, tetapi juga memaparkan beberapa informasi terperinci tentang hal-hal pribadi antara Paulus dan Timotius serta Titus. Namun ada juga sejumlah berita konkret yang sangat pribadi, khususnya dalam 1Tim. Paulus berada dalam penjara di Roma (2Tim 1:8) sedangkan masih bebas dalam 1Tim 1:4; 4:13; dan Tit 3:12. Paulus juga sudah beberapa kali dihadapkan ke pengadilan (2Tim 4:16). Paulus tertinggal seorang diri (2Tim4:16; 1:15), sehingga hanya Lukas masih bersama dengannya (2Tim 4:11). Tidak ada harapan Paulus akan dibebaskan (2Tim 4:6-8,18). Ada berita tentang beberapa teman Paulus (2Tim 4:9,10,12,14,20)dan pesan bagi Titus, supaya segera dating ke kota Nikopolis untuk menemui Paulus setelah penggati Titus di pulau Kreta (Tit 3:12). Informasi-informasi yang detail semacam inilah yang membuat surat ini disebut sebagai surat pastoral dan selalu diterima sebagai karangan Paulus, walaupun banyak para ahli menolak surat ini sebagai surat karangan Paulus (walaupun ada juga yang tetap mendukung bahwa surat ini merupakan surat yang seluruhnya dibawah tanggung jawab Paulus. Mungkin Paulus menggukan sekretaris ketika ia didalam penjara sehingga ia tetap bisa menuangkan ide pemikirannya dalam surat-surat ini). Memang ada pelbagai kesulitan sulit diatasi kalau surat-surat pastoral dianggap sebagai karangan paulus. Untuk itu sebaiknya karangan-karangan itu dilepaskan dari diri Paulus. Kita berhadapan dengan tiga karangan “pseudo-epigraph”, karangan gadungan.

Kesulitan yang kita hadapi disini dating dari informasi terperinci yang disebutkan oleh ketiga surat-surat pastoral ini. Informasi ini agaknya sedikit berlawan bila dibandingkan dengan informasi  riwayat hidp Paulus dan hal-hal lain mengenai dirinya yang terdapat dalam surat-surat Paulus dan Kisah para Rasul. Kelompok juga sempat memperdebatkan hal ini, (harap maklum karena kami juga masih belajar) misalnya dalam Kis 2, Paulus diberitakan tidak pernah memberitakan injil di Kreta dan hanya singgah sebentar ketika dalam perjalanannya sebagai tahanan berlayar ke Roma. Bagaimana mungkin Paulus meninggalkan Titus di sana untuk melanjutkan dan menyelesaikan organisasi jemaat di seluruh pulau waktu itu (Tit 1:5). Jalan akhir yang kami ambil dari diskusi ini adalah mungkin Paulus meninggalkan Titus di Kreta dalam perjalanan berikutnya setelah Paulus dibebaskan dari penjara. Dalam hal ini Kisah rasul juga tidak memberitakannya secara lengkap. Ia juga tidak memberitahukan apakah Paulus mati. Karena itu mungkin Paulus pada tahun 62 dibebaskan dari tahanan. Tetapi tidak ada satupun berita lain yang menjelaskan bahwa Paulus masih berkeliling di kawasan Timur (kecuali dalam surat-surat Pastoral). Sekali lagi, kita hanya bias mengira-ngira permasalahan ini. Sebab, keterangan-keterangan yang terdapat dalam surat-surat pastoral, seperti permohonan untuk segera dating atau janji untuk tidak lama lagi akan berjumpa ternyata sangat lazim digunakan pada zaman itu. Selain itu soal gaya bahasa yang digunakan oleh si penulis dan gaya bahasa Paulus dalam surat-suratnya yang lain rupaya agak berbeda. Sebab gaya bahasa yang digunakan dalam surat-surat pastoral jauh lebih “Yunani” dibandingkan dengan gaya bahasa Yunani yang ditemukan dalam surat-surat Paulius yang lain.

Kita kembali ke surat Titus. Sebelum kita masuk pada konteks masyarakat Kreta maka sebaiknya kita berkenalan dengan siapa Titus ini. Titus adalah orang Kristen bukan yahudi melainkan orang yunani. Ia tidak disunat. Titus dianggap memiliki kelebihan dan kecakapan dalam memimpin. Contohnya, ia dikirim ke korintus dalam hal pengumpulan dana tetapi sebelumnya titus berhasil memulihkan hubungan antara paulus dan jemaat di korintus. Selain itu berbicara mengenai Titus sendiri, seperti yang kita tahu, ia merupakan salah satu mengikut Paulus yang setia, Ia dan Timotius juga sangat terlatih untuk menangani organisasi dan administrasi gereja-gereja. Dalam 1 Tim 1:2; Tit 1:4 disebutkan bahwa Titus dan Timotius diberi salam sebagai “anakku yang terkasih”. Sebutan ini menandakan kelembutan dan kehangatan yang mempengaruhi surat-surat ini, selain itu juga mencerminkan keeratan hubungan antara Paulus dan kedua muridnya[2].
Kreta adalah pulau yang letaknya antara yunani, asia kecil dan afrika utara. Karena letaknya yang strategis ini kreta menjadi suatu pusat perdagangan dan pelayaran. Belajar dari latar belakang sejarahnya ini, kita tahu bahwa karena letak Kreta yang strategis dan merupakan pusat perdagangan maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa tempat ini juga merupakan tempat yang marak dengan pertukaran budaya dan ajaran-ajaran kepercayaan baru (misalnya filsafat, dan ajaran-ajaran lainnya). Melihat tujuan surat ini dikirimkan kepad Titus untuk memberikan semacam pedoman bagi penggembalaan jemaat, adalah mungkin kondisi jemaat di Kreta saat itu memang sudah cukup parah dengan ajaran-ajaran sesat yang beredar dikalangan umat. Selain itu ajaran-ajaran sesat yang menjadikan wanita sebagai sasaran propagandanya membuat kita melihat bagaimana posisi wanita di zaman itu. Wanita pada saat itu dipandang lebih rendah derajatnya dibandingkan pria. Wanita tidak diperbolehkan berbica di depan umum, apalagi dalam adat istiadat Yahudi. Dalam masyarakat wanita tidak diperhitungkan. Tugas wanita hanya melahirkan keturunan dan mengurus rumah tangga. Mungkin inilah sebabnya mengapa wanitamenjadi sasaran propaganda ajaran sesat yang sedang marak terjadi di Kreta saat itu. Karena wanita punya peran penting di dalam rumah sehingga ia bisa mengabarkan ajaran-ajaran sesat itu didalam rumahnya masing-masing (akhirnya ajaran ini berkembang dalam keluarga). Dalam Titus 2:1-10 kita akan menafsir dan membahas bagaimana konteks sosial teks, sejarah, serta makna dari perikop ini.

Tafsiran Titus 2:1-10
2:1 Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa kondisi jemaat Kreta cukup memprihatinkan, mengingat banyak ajaran-ajaran sesat yang bercampur dengan ajaran Kristen. Kata tetapi engkau ingin membedakan Titus dari penganut-penganut ajaran sesat yang merusak kehidupan jemaat. Titus diminta untuk mengajarkan ajaran yang benar, yang dapat menyehatkan kehidupan jemaat. Kata sehat seringkali digunakan dalam surat-surat pastoral untuk menjelaskan ajaran yang baik dan benar. Bagi Paulus ajaran baru dapat disebut ajaran sehat, kalau itu membuahkan hidup etis yang baik. Implikasi hidup etis bagi jemaat menurut Paulus dapat dilihat dalam ayat 2-10. Paulus juga menginginkan agar tingkah laku orang Kristen dapat memberikan contoh yang baik.

2:2 Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan
Dalam bahasa aslinya kata-kata Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana adalah siuman, tidak mabuk atau secara umum : tidak tergoda oleh nafsu. Mengingat kelemahan orang Kreta dalam hal ini (bdk 1:12), oleh karena itu orang Kristen harus dapat memberikan contoh yang baik dengan sikap menguasai diri, apalagi para bapak yang sudah tua.

Terhormat dan bijaksana adalah sifat-sifat yang dijunjung tinggi di kalangan orang-orang bukan Kristen. Tetapi yang membedakan sikap laki-laki tua Kristen adalah bahwa dalam itu mereka sehat dalam iman, dalam kasih dan dalam ketekunan – iman, kasih dan ketekunan mereka baik. Ketiga sifat ini praktis sama dengan triad terkenal “Iman, Pengharapan dan Kasih” (1 Kor 13:13; Kol 1: 4,5; 1 Tes 1:3) Mengapa ketekunan disejajarkan dengan pengharapan? Karena ketekunan adalah suatu segi yang paling penting dari pengharapan. Di samping itu unsur penantian, pengharapan juga mempuyai unsur keuletan. Kemungungkinan menurut Budiman[3], pada masa penulisan surat-surat pastoral, sifat keuletan lebih menonjol, karena pada zaman itu gelombang-gelombang pencobaan sedang menguji ketahanan orang-orang Kristen.

2:3 Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang beribadah, jangan menfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap mengerjakan hal-hal yang baik.
Perempuan-perempuan tua diasumsikan sudah mempunyai banyak pegalaman hidup, mereka wajib memberikan contoh dalam hal hidup beribadah yang dianjurkan kepada perempuan-perempuan Kristen pada umumnya ( I Tim 2 : 10 ). kata Jangan memfitnah -  perempuan-perempuan tua dinilai mempunyai banyak waktu luang, dan tidak memanfaatkan waktu itu  untuk hal-hal yang berguna, sehingga mereka dapat tergoda untuk bercakap-cakap tentang hal-hal yang kosong, bahkan memfitnah orang lain (bdk I Tim 5 : 13). Jangan menjadi hamba anggur – dalam bahasa aslinya jangan diperbudak oleh banyak anggur. Itu berarti, bahwa Paulus tidak menaruh keberatan terhadap penggunaan anggur yang wajar (bdk I Tim 5 : 23). Cakap mengajar hal-hal yang baik, yaitu berdasarkan pengalaman hidup mereka, diharapkan mereka dapat memberi bekal kepada perempuan-perempuan muda. Hal ini bisa kita bandingkan dengan peranan wanita dimasyarakat, yang tidak mendapat tempat penting disana. Untuk itu Paulus lewat suratnya menyampaikan kepada para perempuan-perempuan yang tua ini untuk lebih memanfaatkan peranannya didalam rumah tangganya dengan baik.

2:4 Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan anak-anaknya. 
Para perempuan-perempuan tua hendaknya juga dapat memberikan cerminan baik kepada perempuan muda, dan kata kuncinya adalah menjadi teladan (ingat lagi peran perempuan sebagai pusat di dalam rumah tangga – kerjanya mengurus rumah dan mendidik anak-anaknya). Mereka hendaknya mengajar perempuan muda untuk berbaik hati dan tunduk kepada suami serta mengasihi anak-anak mereka, hal ini berlawanan dengan ajaran sesat yang mengajarkan pantangan menikah ( I Tim 4: 3; bdk Tit 1 : 15). Ayat ini menjelaskan bahwa iman Kristen tidak hanya menghalalkan, melainkan juga menguduskan dan meningkatkan hidup pernikahan.

2:5 Hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tanggannya, baik hati dan taat kepada suaminya, agar firman Allah jangan dihujat orang.
Hidup bijaksana (harafiah : mawas diri) dan suci merujuk pada hal seksual. Rajin mengatur rumah tanggannya menunjukkan keberbedaan mereka dengan perempuan-perempuan dari I Timotius 5:13, yang memperlihatkan tingkah laku yang tidak pantas dan mengabaikan tugas rumah tangganya. Kata Baik hati disini mecerminkan kriteria kepribadian baik seorang perempuan pada zaman itu . Taat kepada suami adalah hal yang wajib dilakukan oleh perempuan pada masa itu (mengingat konteks sosial masyarakat saat itu yang patriakal). Walaupun Paulus mengungkapkan bahwa dalam Kristus, laki-laki dan perempuan sama (Gal 3:28) namun ajaran Paulus ini berbentrokan dengan konsep pada masa itu. Sekalipun perubahan-perubahan untuk meningkatkan derajat perempuan sudah mulai terlihat seperti di Efesus 5:25,28 ; 1 Petrus 3:7, tetapi gejala-gejala kebebasan wanita dalam jemaat purba masih belum 100% diterima oleh masyarakat, meskipun di hadapan Allah wanita dan laki-laki sederajat. Dari sini ada point penting yang kita dapatkan. Walaupun ajaran Paulus menyampaikan mengenai derajat laki-laki dan perempuan adalah sama dimata Allah, namun tidak bisa dipungkiri bahwa tradisi dalam konteks masyarakat saat itu tidak dapat dengan tiba-tiba diubah begitu saja. Apalagi ini adalah tradisi yang sudah dipegang sejak turun temurun (khusunya dalam Yahudi). Untuk itu Paulus menekankan bahwa walaupun sederajat dimata Allah perempuan harus tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang perempuan dalam rumah tangganya (baik hati dan taat kepada suaminya).
Agar firman Allah jangan dihujat orang kalimat ini menujukkan motif pengudusan hidup jemaat dalam surat-surat  pastoral, supaya jemaat dapat menjalankan tugas missionarisnya di dunia

2:6  Demikian juga orang- orang muda, nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal.  
Yang dimaksud orang-orang muda disini ialah laki-laki muda. Berbeda dengan perempuan-perempuan muda yang dinasehati dengan perantaraan perempuan-perempuan tua (ay 3-5), Titus harus langsung menasehati laki-laki muda, tanpa perantara laki- laki tua. Mungkin untuk menertibkan keadaan yang kacau di bidang etis di Kreta ( Tit 1 : 12)  diperlukan perananan yang langsung dari Titus sebagai pembantu rasul Paulus. Para laki-laki muda harus dinasehati, supaya mereka menguasai diri dalam segala hal. Justru penguasaan diri itu diperlukan dalam situasi, di mana hawa nafsu terlalu banyak berbicara ( 1 : 12). Kata- kata dalam segala hal menunjukkan betapa parahnya keadaan di Kreta.

2:7 Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh- sugguh dalam pengajaranmu.
Titus hanya dapat mengajak para laki-laki muda kepada perubahan cara hidup, kalau ia sendiri memberi teladan dalam berbuat baik. Dengan teladan hidup yang baik, Titus membuktikan bahwa ia memang jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajarannya, tidak munafik. Di dalam  surat-surat  Pastoral ajaran sehat senantiasa dihubungkan dengan sikap hidup etis yang baik. Disamping penampilan hidup etis yang baik ini, kejujuran dan kesungguhan pengajaran Titus harus nampak juga dalam cara baik dan motivasi baik dari pengajaran itu.

2:8 Sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.
Tidak hanya pengajaran (ay. 7) melainkan juga pemberitannya harus sehat dan tidak bercela yaitu sesuai dengan kebenaran injil. Sehingga lawan menjadi malu ,kata lawan merujuk pada guru-guru sesat, dengan tujuan untuk menghindari perlawanan dan tuduhan-tuduhan tidak baik dari para guru-guru sesat terhadap ajaran dan pelayanan Titus dan Paulus, juga supaya mereka merasa malu akan tuduhan-tuduhan mereka melawan pelayanan Titus dan Paulus tidak dapat didukung dengan bukti-bukti, baik di bidang ajaran maupun dalam praktek hidup hamba Tuhan ini.

2:9 Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuanya dalam segala hal dan berkenan kepada mereka, jangan membantah.
Kata hamba-hamba (harafiah : budak-budak) harus taat kepada tuannya dalam segala hal. Ini tidak berarti : juga dalam hal-hal yang jahat. Dalam segala hal berarti : sebanyak mungkin yang sesuai dengan firman Allah. Melihat konteks teks, Ada kemungkinan bahwa budak-budak Kristen, berdasarkan kedudukan mereka sebagai anak-anak Tuhan berkeberatan (bdk. membantah) untuk melakukan hal-hal yang hina. Oleh karena itu, Paulus memberikan anjuran ketaatan. Bukan berarti Paulus menyetujui perbudakkan, tetapi Paulus mau megajarkan meskipun status mereka budak namun mereka memiliki kedudukan mulia di dalam Tuhan. (1 Kor7: 22). Paulus pun berkenan kepada mereka, sikap berkenan tidak berarti, bahwa budak-budak itu boleh berpura – pura dan menjilat. Ketaatan yang tulus harus dilihat pada latar belakang Kol 3:22,23. “Taatilah tuanmu... dengan tulus hati karena takut akan Tuhan.”
Melihat sejarahnya, budak merupakan bawahan yang harus selalu menuruti perintah tuannya (melihat ini, dalam ajaran Kristen tentu saja budak-budak ini tidak diperkenankan melakukan apa yang jahat) sebab ia telah dibeli dan sudah merupakan property milik si tuan. Bila dilihat dari sudut pandang patron dan client. Dalam hal ini, patron dan client merupakan hubungan yang bersifat timbal balik, yang mana baik pelindung dan yang dilindungi memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Hubungan ini lebih bersifat personal, bukan komersial dan lebih bersifat sukarela. Yang melindungi biasanya memiliki tingkat sosial lebih tinggi, juga kekuasaan dan kekuatan yang lebih, yang dilindungi memiliki sebuah kewajiban untuk mendampingi pelindungnya, orang yang dilindungi juga wajib memberikan sikap penghormatan kepada pelindungnya. Semakin tinggi status sosial si pelindung maka akan semakin banyak pula orang yang ia lindungi. Dalam konteks teks ini rupanya mulai banyak budak yang memahami ajaran Paulus, dengan menolak dan tidak mau lagi melakukan pekerjaannya sebagai seorang budak. Bukan ini yang dimaksudkan oleh Paulus, sekali lagi Paulus tidak dapat merubah kehidupan sosial masyarakat pada saat itu dengan tiba-tiba. Yang dimaksudkan Paulus dalam ajarannya adalah bahwa walaupun dengan status sebagai budak pun, mereka tetap berharga dan mulia dihadapan Allah. Untuk itu mereka tetap harus melakukan pekerjaannya itu dengan sungguh-sungguh agar berkenan dihadapan Allah, dan supaya apa yang mereka lakukan itu dilihat baik oleh orang lain, sehingga mereka juga memuliakan nama Allah. 

2:10 Jangan curang, tetapi hedaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, juruselamat kita.
Yang dimaksud dengan curang ialah mencuri baik waktu maupun benda. Adalah suatu kebiasaan bahwa para budak yang sering bekerja di dalam kondisi-kondisi berat, cenderung untuk mencuri waktu dan benda. Hal ini dibalas oleh tuannya dengan sikap yang makin keras, sehingga itu merupakan lingkaran setan yang makin memberatkan hidup budak-budak. Lingkaran setan ini dapat ditebus, bila budak-budak Kristen memberi contoh yang baik, bersikap tulus dan setia. Dengan demikian mereka mendapat penghargaan dari tuannya, bahkan dengan tingkah laku mereka budak-budak itu memuliakan ajaran Allah, artinya mereka menjadi penyebab tuannya tidak hanya memuji mereka, melainkan juga ajaran Yesus yang mereka anut ikut dimuliakan. Di sini kelihatan kedudukan yang mulia dari budak-budak Kristen. Ayat ini memperlihatkan motivasi hidup etis orang-orang Kristen dalam terang missionaris jemaat Tuhan di tengah terang dunia. (bdk. ay 5).

Penutup
Surat pastoral yang menurut tradisi diyakini ditulis oleh Paulus dan ditujukan kepada Titus, memberikan ajaran kepada jemaat di Kreta yang hidupnya jauh dari ajaran Kekristenan. Paulus memberikan contoh keteladanan hidup perseorangan maupun terhadap relasi struktural ( atau hirarkis : laki-laki, perempuan, hamba). Meskipun Paulus mencoba untuk membenahi masalah kesetaraan struktural namun menurut kelompok, Ia tetap tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai orang Yahudi yang patriakal yang terikat oleh tradisi. Sehingga Ia masih terjebak dalam dalam adat istiadat sebagai seorang Yahudi. Ia akhirnya menyimpulkan, meskipun seseorang sederajat di hadapan Allah namun dalam konteks sosial, masyarakat tidak bisa dipungkiri keterikatannya dengan tradisi yang sudah mendarah daging. Sehingga Ia menganjurkan prinsip ketaatan agar tidak merusak sistem sosial yang sudah ada di masyarakat. Setidaknya dengan suratnya kepada Titus ini, Paulus (atau entah siapa penulis surat ini) telah telah mencoba memberikan pedoman hidup kepada jemaat di Kreta agar dapat terhindar dari ajaran-ajaran sesar yang sedang marak terjadi saat itu.  Sehingga tata jemaat yang berdasarkan tradisi iman sejati itu dapat diperkokoh terhadap bahaya dari dalam. Begitulah jemaat Allah menjadi tiang, penopang dan dasar kebenaran.



[1] Hadiwiyata, A.S. (ed) Tafsir Perjanjian Baru 7: Surat-surat paulus 2. Yogyakarta. Kanisius.1991, p.119
[2] Ibid, p.122
[3] Budiman, R. Surat-surat Pastoral I,II Timotius dan Titus. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1984, p.136

No comments:

Post a Comment