Sunday, 24 November 2013

Tafsir Yesaya 48: 1-10

I.    PENDAHULUAN
Marie-Claire Barth menyusun perikop ini dalam 3 bagian,
Ay 1-2          : seruan, agar Israel mendengarkan TUHAN (sapaan yang dilengkapi dengan berbagai-bagai keterangan)
Ay 3-6a        :  firman TUHAN tentang nubuat lama dan penggenapannya
Ay 6b-11      :  firman TUHAN tentang hal-hal baru yang akan dilaksanakanNya

Yesaya 48 dalam perikop ini, rupanya mempunyai bentuk dan tujuan yang agak sulit ditemukan. Didalamnya seolah-olah terjalin dua pikiran yang berlainan. Di satu pihak firman ini hendak meyakinkan Israel bahwa TUHAN memimpin sejarah dan segera akan menyelamatkan  umatNya dengan perantaraan Koresy, sedangkan dipihak lain firman ini juga menyampaikan alasan-alasan yang mendorong TUHAN untuk memasukkan umatNya ke dalam dapur kesengsaraan, dan melanjutkan firman-firman hukuman nabi-nabi yang terdahulu.
Kedua benang pikiran diatas bertentangan atau saling mendukung masih diperdebatkan oleh para ahli Perjanjian Lama. Beberapa terpengaruh oleh penilaian sejarah bahwa mungkin firman ini digunakan untuk memberi teguran dalam  situasi yang baru kepada bangsa Israel sesudah kembali ke tanah suci. Untuk itu firman ini sebaiknya dipandang sebagai khotbah pada Hari Peringatan jatuhnya Yerusalem. Sehingga kita dapat melihat maksud firman ini sebagai bentuk kesadaran umat akan hukuman-hukuman yang diberikan Allah kepada nenek moyang mereka karena dosa-dosa mereka, dan yakin kalau Allah jugalah yang menolong dan menyelamatkan mereka (Hipotesa yang tidak dapat dibuktikan). Namun tidak jelas mengapa firman ini saja yang diberi tambahan, dan bukan firman-firman lain yang serupa.

II. TAFSIRAN
Ayat 1-2
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa umat (sebagai kaum keturunan Yakub) hidup dari berkat TUHAN. Kata keturunan Yakub, harafiah dengan “rumah” dalam arti keluarga, marga, family, yang diberkati yang terdiri dari mereka yang menyebut diri dengan nama Israel.
Anggota umat ini menjawab berkat Allah dengan dua bentuk: 1). Bersumpah dengan nama TUHAN, yaitu mereka yang memilih TUHAN sebagai penjamin janji-janji yang mereka ikrarkan; siapa yang memenuhi janjinya diberkati, siapa yang mengingkari janjinya dihukum. 2). Dengan mengakui ALLAH Israel, yaitu dengan mengingat perbuatan-perbuatan Allah kepada Israel untuk memuji-muji Dia dan memberitakan kemasyuranNya. Dalam kata Ibrani “mengingat” (dalam arti khusus “mengakui”) bila dibandingkan dengan Maz 38:1 pada waktu persembahan korban, maka sumpah dan pengakuan ini merupakan dua segi yang penting dalam kebaktian Israel.
Mereka bertopang kepada Allah Israel TUHAN semesta alam. Namun semuanya itu dilakukan tidak dengan sungguh-sungguh (dalam arti yang tahan uji) dan bukan dengan tulus hati. Arti catatan ini memusingkan penafsir, sebenarnya apakah bangsa Israel menyangkal kebaikan TUHAN? Kalau memang benar maka ay.1-2 berlawanan dengan bagian ini. Menurut Marie-Claire bagian ini harus dipandang sebagai bagian yang ditambahkan dari tangan lain. Menurutnya, bagian ini memberitahukan tentang keselamatan. Namun juga sekaligus ingin memperingatkan kepada para pendengar bahwa keselamatan ini baru genap bila mereka membiarkan diri diperbaharui oleh TUHAN untuk benar-benar berbakti kepadaNya dengan segenap hati.

Ayat 3-6a
Apa yang telah terjadi pada bangsa Israel sejak di Mesir sebenarnya sudah Tuhan beritahukan melalui penglihatan nabi atau suatu pendengaran yang mengarah ke masa depan. Meskipun pemberitahuan tersebut disampaikan oleh nabi, namun hal tersebut di sah kan oleh Tuhan sendiri. Tuhan menjamin kebenarannya. Tuhan melakukan apa yang telah Ia sampaikan menjadi kenyataan. Bahkan Yesaya 2 melukiskannya dengan halus bahwa realita yang Tuhan lakukan melebihi bayangan manusia, meskipun kejadian tersebut sudah diberitakan sebelumnya. Namun, bukti yang digunakan untuk bangsa lain, sekarang berbalik pada bangsa Israel sendiri. Dikatakan bahwa 1). bangsa Israel adalah umat yang tegar tengkuk, seperti ketika mereka mendirikan patung lembu emas di gurun dan ketika mereka menyangka bahwa bangsa Israel selamat karena jasanya sendiri. 2). Israel bangsa yang keras kepala dan berkepala batu. 3). Israel ingin menentukan nasibnya dengan menggunakan berhala dan patung. Bangsa Israel sering menggunakan kuasa ilahi dimana mereka percaya bahwa kekuasaan itu dapat menolong dalam kesuburan, kesehatan dan aspek lainnya meskipun Israel tidak menyembah ilah tersebut. Hal ini hampir sama dengan kondisi dimana kalangan orang beragama ( Kristen ) saat ini tetapi masih sangat percaya dan memakai "guna-guna" yang berasal dari agama dahulu. Hanya saja saat ini kita tidak tahu bagaimana bentuk 'guna-guna' kuasa ilahi yang dimaksud oleh penulis pada zaman itu.

Ayat  6b-8
Dibagian ini Tuhan mengabarkan dan memberi dengar dengan perantaraan Deutero-Yesaya tentang hal-hal baru yang dilukiskan dari tiga segi: 1) Hal-hal yang hingga kini tersimpan oleh Allah, termasuk rencana kebijaksanaan yang diputuskanNya. Dan Allah menjaga hal-hal itu agar tidak diketahui orang sebelum waktunya. 2) Hal-hal tersebut baru diciptakan oleh Tuhan, sesuatu yang belum pernah ada. 3) Hal-hal tersebut belum pernah dibayangkan orang, belum pernah didengarkan, belum pernah diterima dari pihak ilahi, masuk telinga dan hati, dan manusia tidak dapat bersiap-siap menghadapinya karena adalah sesungguhnya baru.
Istilah baru (Ibr khadasy) dipakai untuk pertama kali dalam hubungan dengan peristiwa-peristiwa sejarah pada jaman pembuangan: timbul kesadaran bahwa TUHAN menciptakan sesuatu yang baru di bumi, membuka babak baru dalam sejarah manusia dengan keluaran baru, keselamatan baru untuk seluruh umat manusia, persekutuan dan perjanjian baru.
Hal-hal baru apa yang dimaksudkan? Marie-Claire memastikan tindakan itu adalah tindakan-tindakan penyelamatan, yang mungkin dengan perantaraan orang luar seperti Koresy, yang diberikan kepada suatu bangsa yang tidak wajar menerimanya, karena mereka tidak setia kepada TUHAN yang mengikrarkan perjanjian dengannya: umat Israel, yang disebut berbuat khianat sekeji-kejinya, berada di luar persekutuan dengan Allah, dan memberontak sejak dari kandungan.

Ayat 9-10
Pada bagian ini, seharusnya TUHAN menjatuhkan hukuman mati, akan tetapi TUHAN menahan amarahnya, secara harafiah “membuat panjang nafasNya”. Disini TUHAN digambarkan sebagai Allah yang panjang sabar. TUHAN yang mengasihi dan tidak melenyapkan umatnya, akan tetapi memurnikannya. “memurnikan” disini yang dimaksud adalah untuk meleburkan logam yang berharga, dileburkan supaya yang berharga itu Nampak.“ Aku telah memurnikan engkau bagiKu seperti perak”. TUHAN memurnikan umatnya dengan cara menguji dalam dapur kesengsaraan Babel, memberikan hukuman-hukuman kepada umatnya pada saat pembuangan. Hal ini dilakukan TUHAN untuk membersihkan umatNya dari unsur-unsur yang tidak baik dan pada akhirnya TUHAN mendapatkan “sisa yang suci”.

No comments:

Post a Comment