I.
LATAR BELAKANG
Injil Yohanes
merupakan satu injil yang unik karena tidak bisa dilihat dengan cara pandang
yang sama seperti ketiga injil sinoptik lainnya. Semua ahli sependapat bahwa
Yohanes tidak (langsung) tergantung dari injil sinoptik.[1]
Injil ini sejak awal sudah memberi gambarannya tentang siapa Yesus (Yoh 1:1) “bersama-sama dengan Allah”[2].
Dengan demikian sejak awal penulis memang sudah memiliki cara pandang yang khas
mengenai siapa Yesus; dengan menekankan kemuliaanNya sejak awal (Yoh 1:14) maka
tidak mengherankan bila kemudian salib dikemukakan sebagai saat-saat
kemuliaanNya dinyatakan dan kebangkitanNya sebagai sebuah puncak ekspresi yang
menjelaskan keagungan Yesus. Untuk itu saya akan menafsir sebuah kisah
kebangkitan Yesus ketika Ia menampakkan diri kepada Tomas; Yohanes 20:24-29 “Yesus Menampakkan Diri kepada Tomas”
dengan metode multi-tafsir (Narasi, Struktur dan Redaksi) untuk melihat apa
yang hendak disampaikan oleh penulis lewat kisah ini.
Konteks
Penulisan
Semua injil
tentu saja menyesuaikan pemberitaannya dengan sidang pembaca yang iman
kepercayaannya mau dibina. Perlu kita ketahui bahwa antara sidang pembaca
Yohanes dan “orang-orang Yahudi” ada ketegangan dan pertikaian sengit terkait
dengan Yesus sebagai Mesias atau tidak (bdk.Yoh 10:24). Pada kelompok itulah Yohanes mau mewartakan Yesus
dengan tujuan membina iman kepercayaan umat. Serentak iman kepercayaan itu mau
dibela terhadap serangan dari pihak Yahudi, kaum farisi dan ahli-ahli Kitab.
Maksud itu dengan tegas dikemukakan oleh penulis dalam Yoh.20:31. Teks yang
akan kita bahas mempunyai maksud khusus bagi
penulis (untuk itu kisah ini tidak terdapat dalam ketiga injil
sinoptik). Tomas yang dikisahkan dalam perikop ini merupakan sebuah gambaran
bagi jemaat pembaca sebagai orang yang harus melihat dengan meraba-raba sebelum
mau percaya. Tokoh Tomas mewakili iman jemaat yang percaya hanya bila mereka
melihat (ada saksi), karena itu dalam narasi kemudian Yesus memuji bahagia
mereka yang tidak melihat namun percaya. Keterangan semacam itu menanggapi
sebuah masalah para sidang pembaca perihal Yesus yang telah bangkit itu.[3]
Karakterisasi
Murid-murid yang lain. Melihat kondisi dan keadaan yang semakin “kacau” setelah kematian Yesus, murid-murid kemudian mulai
bersembunyi karena takut kalau saja mendapat serangan dari orang-orang yang
tidak menyukai Yesus (orang Farisi). Dalam kisah Yesus menampakkan diri kepada
murid-muridnya di perikop sebelumnya dijelaskan bahwa mereka berkumpul di suatu
tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang
Yahudi. Di sana kemudian Yesus menampakkan diri memberikan Roh Kudus kepada
murid-murid, namun sayangnya dalam kisah selanjutnya bersama dengan si Tomas
rupanya murid-murid kurang percaya diri dengan kuasa yang diberikan kepadanya,
sehingga mereka tetap mengurung diri di rumah yang pintu-pintunya dikunci itu.[4]
Tomas mungkin hadir
dalam kisah “khusus”[5]
ini sebagai sebuah gambaran yang mewakilkan bagaimana perasaan murid-murid
setelah kematian Yesus; keragu-raguan (ayat 25b) dan diikuti pengungkapan iman pada
akhirnya (ayat 28).[6]
John Macarthur menyebutkan bahwa Tomas memiliki karakater seorang yang pesimis
dan melankolis. Pada kisah kebangkitan Lazarus Tomas menunjukkan karakter orang
nekat; apa pun dilakukannya asal bisa bersama Yesus (ayat. 16). Karakter nekat
yang ditunjukkan oleh ayat 16 adalah karena rupanya rasa pesimis Tomas
mengaburkan keberaniannya; Ia lebih memilih mati bersama Yesus dari pada harus
kehilangan Dia (bdk.Yoh.15:5). Kasihnya kepada Yesus sangat kuat sampai ia rela
mati bersama dengan Yesus ketimbang harus berpisah denganNya.[7]
Menurut John Macarthur, Yesus dalam kisah ini
digambarkan sebagai seseorang yang lembut, dan penuh kasih ketika berbicara
dengan Tomas.[8]
Narator
Yohanes rupanya sangat menghayati pengalaman imannya ini. Ia menggambarkan
setiap detik dalam kisah dengan detail (soal hari, suasana, dan hal-hal detail
seperti pintu-pintu yang terkunci). Perlu kita ketahui bahwa ketika penulis
menulisakan pengalaman imannya ini pastinya dilatarbelakangi dengan konteksnya
sendiri; keadaan yang digambarkan oleh narator (pintu-pintu terkunci)
menggambarkan rasa takut sehingga harus bersembunyi.[9]
Narator dalam kisah ini bertugas sebagai seorang pencerita, sebab sepertinya
tidak ada gambaran yang jelas apakah narator juga turut mengambil bagian dalam
kisah.
Alur
Narator
menuliskan kisah ini dengan bentuk alur maju. Dimulai dari kisah di ayat 24
ketika
Tomas yang dalam kisah sebelumnya (ay.19-23) tidak
bersama dengan mereka kemudian diberitahukan bahwa Yesus datang dan telah
menemui kesepuluh murid lainnya itu. Pada ayat 25 setelah mendengar hal itu,
sikap skeptis Tomas mulai nampak dan meragukan hal tersebut, sehingga ia
berkata “Sebelum aku melihat bekas paku
pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan
mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”
Kisah berhenti pada titik ini. Narator kemudian melanjutkan kisahnya setelah
delapan hari kemudian yang dijelaskan dalam ayat 26-29. Dimulai ketika
murid-murid berkumpul dalam rumah (ada penegasan bahwa kala itu Tomas juga
sedang berada bersama mereka) dan pintu-pintu terkunci. Pada saat itulah Yesus
datang menampakkan diri ditengah-tengah mereka sambil memberi salam. Setelah
itu, di ayat 27 perhatian di arahkan kepada Yesus dan Tomas. Yesus menyuruh
Tomas mencucukkan tangannya ke dalam lambungNya. Klimaks kemudian ditunjukkan
pada ayat 28, saat dimana Tomas mengungkapkan pengakuan imannya dengan
berkata”Ya Tuhanku dan Allahku” sebuah bentuk pengungkapan iman yang belum
pernah dikatakan sebelumnya dalam seluruh kitab perjanjian baru. Narator
mengakhiri kisah ini dengan sebuah kalimat
(yang cukup terkenal sebagai pedoman bagi umat Kristen) “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau
percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”
Setting
Dari segi
setting, dalam teks dijelaskan bahwa ada dua bagian cerita yang bersambungan;
bagian pertama dari ayat 24-25 dan ayat 26-29. Pada bagian pertama narator
menjelaskan bahwa kejadian itu sepertinya terjadi pada hari yang sama (malam
pada hari pertama minggu itu, dengan pintu-pintu yang terkunci, serta suasana
yang hening) saat Yesus menampakkan diri kepada murid-muridnya (ayat 19-23),
karena di ayat 24 ada kata “tetapi”
yang mengawali cerita yang menunjukkan bahwa ada kesinambungan dengan kisah
sebelumnya. Pada bagian kedua (ayat 26-29) menjelaskan bahwa delapan hari
kemudian barulah kejadian yang sama (Yesus menampakkan diri) terulang lagi, di
dalam rumah yang pintu-pintunya terkunci
dan suasana yang hening (kejadiannya terjadi mungkin sama dengan kisah
sebelumnya, yakni malam hari).
II.
TAFSIR YOHANES 20:24-29
24Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang
disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.
Θωμᾶς ..... ὁ λεγόμενος Δίδυμος. Nama Tomas diikuti dengan nama lain (nama panggilan) yang
disebut Didimus, artinya kembar.[10]
Baik nama Tomas dan Didimus, keduanya memiliki arti yang sama yakni twin (kembar); Tomas (Θωμᾶς) adalah nama dengan bahasa Aram yang berarti kembar.[11] Walaupun begitu, dari keempat injil tidak ada
satupun yang pernah menyinggung perihal saudara kembar Tomas itu, hal jelas
yang kita ketahui adalah bahwa Tomas merupakan salah satu dari dua belas murid.
Dalam Injil Yohanes, nama Tomas yang disebut Didimus disebutkan sebanyak dua
kali; pertama pada kisah kebangkitan Lazarus (Yoh.11:16) dan yang kedua pada
kisah penampakan Yesus kepada Tomas (Yoh.20:24).
Yang menjadi
pertanyaan selanjutnya adalah dimana Tomas ketika Yesus menampakkan diri kepada
murid-murid? Melihat karakter Tomas yang cenderung sering pesimis, sepertinya
Tomas sangat merasa kehilangan, harapannya mungkin saja hancur seiring kematian
Yesus, seseorang yang sangat ia kasihi telah tiada dan membuat hatinya sunggguh
terluka. Ia mungkin lebih memilih menyendiri; bahkan dari murid-murid yang
lain.[12]
Penulis Yohanes memang sangat mendramatisir tulisannya. Setiap narasi
digambarkan dengan sangat detail sehingga membuat pembaca benar-benar dapat
merasakan apa yang di rasakan oleh tokoh dalam narasinya.
25Maka
kata murid-murid yang lain itu kepadanya: “Kami telah melihat Tuhan!”
Tetapi Tomas berkata kepada mereka: “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan
sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku
ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.”
ἑωράκαμεν τὸν κύριον. Kata ini sebelumnya
telah diucapkan oleh Maria (ayat 18) dan diulang kembali oleh murid-murid untuk
menunjukkan bahwa Yesus telah benar-benar bangkit. Namun dalam narasi ternyata
Tomas belum juga percaya apa yang dikatakan oleh para murid. Ia menunjukkan sikap skeptisnya dengan
mengatakan bahwa ia tidak akan percaya sebelum melihat dan menyentuk bekas
luka-luka Yesus. Menurut John Macarthur, sepertinya Tomas menolak pengharapan
baru itu bila hanya untuk dihancurkan lagi.[13] Apa
yang membuat tokoh Tomas berbeda bukan karena keragu-raguannya yang besar,
tetapi karena rasa kehilangannya yang besar.
τὸν τύπον (tupon=mark)
memiliki makna yang unik. Di masa lampau kata ini dibaca dengan arti “the place” (topon); terjemahan ini mungkin merupakan hasil adopsi. Tomas tidak
hanya ingin melihat bekas luka di tanganNya, tetapi juga mencucukkan tangannya
ke dalam bekas luka itu. βάλω merupakan kata yang digunakan untuk dalam
narasi untuk menggambarkan kata “mencucukkan” (dalam bahasa Indonesia). Menurut
Tasker, hal ini mungkin karena katar thrust
(dorongan) merupakan terjemahan yang terlalu “keras” untuk menggambarkan narasi
Tomas, sehingga terjemahan yang digunakan adalah bentuk yang lebih lembut/lemah
yakni kata “put”.[14]
Menariknya, injil Yohanes tidak pernah menyinggung bekas paku pada kaki Yesus
(bdk.Yoh. 21:20), walaupun dalam Lukas 24:39 dijelaskan bahwa pada kaki Yesus
juga terdapat bekas luka paku.
26Delapan
hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas
bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia
berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: “Damai sejahtera bagi kamu!”
μεθ᾽ ἡμέρας ὀκτὼ. Dalam tradisi
kuno, hari pertama dan hari terakhir dihitung ke dalam satu kesatuan. Jadi 8
hari=1 minggu, sehingga ketika kisah ini terjadi tepat 1 minggu setelah Paskah.[15] Menurut
J.H.Bernard, sepertinya murid-murid masih harus tinggal di Yerusalem selama
minggu pra-perayaan Paskah Yahudi karena tiap mereka harus mempersiapkan segala
sesuatu atau (mungkin juga) karena untuk beberapa alasan mereka percaya bahwa
Yesus akan menampakkan diri lagi.[16] Setelah
pertemuan pertama murid-murid dengan Yesus, rupanya mereka yang pada saat itu
menerima Roh Kudus (ayat.23), tidak melakukan apa yang seharusnya mereka
lakukan; mereka justru malah berkumpul di ruangan yang sama (mungkin) dengan
pintu-pintu terkunci. Tomas yang dalam penampakan pertama Yesus pada
murid-murid tidak hadir, saat ini juga ikut berkumpul bersama mereka. Dari segi
konteks penulisan kita sudah tahu mengapa pintu-pintu terkunci sementara mereka
di dalam rumah.[17]
Penulis Yohanes menuliskan ἔρχεται ὁ Ἰησοῦς “Tetapi Yesus datang”[18] yang
bila dibandingkan dengan ἦσαν οἱ μαθηταὶ “Tiba-tiba Yesus
datang”[19] (ayat.19) memiliki arti yang lebih. Dalam
ayat ini, kata Yunani yang digunakan lebih menunjukkan bahwa Yesus benar-benar
diharapkan kedatangannya; Ia mungkin sudah diperkirakan akan datang, berbeda
dengan ayat.19 yang kedatangan Yesus secara “mendadak”. Narasi yang disampaikan
Yesus ketika berdiri di tengah-tengah mereka merupakan narasi yang sebelumnya
juga diucapkan dalam ayat 19 dan Luk.24:36 καὶ ἔστη εἰς τὸ μέσον καὶ εἶπεν, Εἰρήνη ὑμῖν “Damai sejahtera bagi kamu” Ramsey
menjelaskan bahwa narasi Yesus ini merupakan salam yang menunjukkan kehadiran
Yesus di tengah murid-murid ketika menampakkan diri setelah kebangkitanNya;
diikuti dengan menunjukkan bekas-bekas paku di tangan, kaki dan lambungNya.[20]
Sampai sekarang pun dalam tradisi Kekristenan, salam ini juga tetap menjadi
salam yang menandakan bahwa Yesus hadir ditengah-tengah jemaat.
27Kemudian
Ia berkata kepada Tomas: “Taruhlah jarimu di sini dan
lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan
jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.”
εἶτα λέγει τῷ Θωμᾷ. Narator kemudian
mengarahkan pembaca kepada Yesus dan Tomas sebagai pusat perhatian dengan
memberi keterangan bahwa Yesus berbicara langsung kepada Tomas. Narasi Yesus
membawa Tomas pada pemecahan keragu-raguan yang selama ini ia rasakan. Menurut
John Macarthur, Yesus dalam narasi Yohanes menunjukkan gambaran seorang Imam
Besar dalam Ibr.4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar
yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama
dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Yesus yang digambarkan Yohanes dalam
perikop merupakan pribadi yang benar-benar merasakan apa yang dirasakan oleh
Tomas. Ia memperlihatkan bahwa Ia tahu apa yang dipikirkan Tomas dan bagaimana
reaksinya; Ia mampu membaca hati manusia. Narasi perkataan Yesus ἴδε τὰς χεῖράς μου, “look at my hands,[21]”
mengarah pada kata ...βάλε εἰς τὴν πλευράν μου, “put
your hand into my side” sebagai “undangan” kepada Tomas untuk mencucukkan
tangannya ke dalam pakaian Yesus untuk meyakinkannya bahwa Yesus benar-benar
telah bangkit dan tidak perlu ada keraguan dari Tomas. καὶ μὴ γίνου ἄπιστος,
ἀλλὰ πιστός, “dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan
percayalah” narasi
ini di ucapkan kepada Tomas secara langsung, tetapi seperinya juga bersifat
umum ditujukan kepada para murid dan para pembaca.
28Tomas
menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!”
Apa yang
disampaikan oleh Yesus dalam narasi di atas, membawa Tomas pada kesadaran
terdalamnya.
Narator tidak menjelaskan apakah Tomas benar-benar
mencucukkan tangannya ke dalam bekas luka-kula paku di tubuh Yesus. Sama
seperti dalam kisah Maria Magdalena (ayat.16) yang menjawab “Rabboni”, Tomas juga kemudian menjawab Ο κύριός μου καὶ ὁ
θεός μου. Tomas menyebut
Yesus dengan sebutan “Tuhanku dan Allahku”,
sebuah sebutan yang terdapat hanya dalam injil Yohanes.[22] Pengakuan
Tomas membawa kita pada inti teologi penulis. Penulis injil Yohanes memang
sudah sejak awal ingin menyampaikan kabar baik itu lewat caranya sendiri. Injil
Yohanes telah menjelaskan siapa Yesus jauh sebelumnya; θεὸς ἦν ὁ λόγος. Injil Yohanes
berbeda dengan ketiga injil lainnya karena penulis sudah sejak awal
memperlihatkan sosok Yesus dan keIlahianNya, hanya saja puncak kesadaran
manusia akan sosok Yesus baru pada kebangkitanNya. Kebangkitan Yesus dalam
injil Yohanes punya peran yang besar dalam kehidupan jemaat pembaca zaman itu hingga
pada zaman sekarang. Penulis mau memperlihatkan bahwa yang penting adalah Allah
menyatakan kesatuaanNya dengan Yesus lewat kebangkitanNya. Yesus dinyatakan
telah masuk ke dalam kemuliaan Allah, oleh Allah sendiri.[23] Pengakuan
Tomas ini adalah titik teologi Penulis, yang sebenarnya telah sejak awal
diungkapkan dalam Yoh.1:1.
29Kata
Yesus kepadanya: “Karena engkau telah melihat
Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”
Dalam ayat ini narasi perkataan Yesus menurut LAI tidak berbentuk
interogatif, tetapi dalam beberapa versi lainnya BIS “Engkau percaya karena sudah melihat Aku, bukan?” NAS “Because you
have seen Me, have you believed?” narasi perkataan Yesus ini berbentuk interogatif. Menurut
Tasker kalimat ini bisa menjadi sebuah pertanyaan dari Yesus yang ditujukan
kepada Tomas, namun sebagai sebuah pertanyaan, kalimat ini membutuhkan jawaban
yang dalam teks tidak disediakan.[24]
Jadi, menurut Ramsey, pertanyaan ini sebaiknya dimngerti dalam bentuk
pernyataan “You believe because you have
seen me.”[25]
ὅτι ἑώρακάς με menjelaskan bahwa kata
yang ditekankan penulis adalah “melihat” bukan “menyentuh” seperti yang
diucapkan Yesus kepada Tomas dalam ayat 27. Tomas sadar dengan ucapan Yesus
dalam ayat 27, ia diyakinkan sama seperti murid-murid lainnya bahwa mereka
telah melihat Yesus. Ia percaya karena ia telah melihat, sama seperti murid-murid lainnya.
III.
KESIMPULAN
Penulis Yohanes dalam hal ini cukup
fokus kepada sosok tokoh Tomas sebagai gambaran dari murid yang ragu-ragu dalam
imannya sebelum melihat bukti kebangkitan Yesus. Penggambaran tokoh Tomas
menjelaskan tidak hanya perihal konteks jemaat pembaca tetapi juga relevan
hingga bagi jemaat zaman modern ini. Yohanes menggambarkan pemikiran
teologinya ke dalam narasi kehidupan, ajaran, kematian, hingga kebangkitan
Kristus. Sejak awal penulis menggambarkan sosok Yesus yang “abstrak” itu. Dalam Yoh.1:1 penulis
Yohanes sudah menjelaskan dasar dari inti teologinya, “Pada
mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah.” Sejak semula seluruh pandangan penulis Yohanes sudah
mempunyai corak yang khas dari ketiga injil lainnya; seluruh injil Yohanes
merupakan pewahyuan Yesus, baik dalam bentuk “tanda” maupun penekanan
“kemuliaanNya”.
Dalam perikop
Yohanes 20:24-29 ini kata “Ia manampakkan diri” secara harafiah sama dengan
Kejadian 12:7 “Yahwe menampakkan diri kepada Abraham”. Jadi bentuk kata ini
mengandaikan kemuliaan Yesus di surga (sama seperti Yoh.1:1). Namun, tentu saja
kemuliaan itu tidak dapat dibayangkan tanpa kebangkitan, sebab kebangkitan
adalah satu aspek dari kemuliaan. Kebangkitan adalah unsur dari pengesahan
Allah: kemenangan atas maut dengan tubuh yang mulia. Pengalaman Paskah
merupakan pengalamana dimana Yesus yang menampakkan diri sebagai Tuhan yang
mulia. Pengalaman itu tidak hanya sulit digambarkan, tetapi juga sulit
diterangkan. Untuk itu penulis Yohanes sendiri menjelaskan kemuliaan Yesus yang
telah ada sejak awal dalam bentuk Yohanes 1:1 dengan tanda-tanda dan mujizat
untuk memperlihatkan Yesus yang “abstrak”
itu kepada jemaat pembaca. Dan kebangkitanNya merupakan wujud penyataan Allah
kepada dunia ini, sebuah wujud penyataan akan kemuliaanNya kepada manusia yang
lemah.
[4] Lih. Michaels,
J.Ramsey. John: A Good New Commentary.
San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 330
[6] Michaels,
J.Ramsey. John: A Good New
Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 330
[7] Lih. Macarthur, John. The New Testament Commentary John 12-21.
Chicago. Moody Publisher.2008,p. 384
[12] Lih. Macarthur, John. The New Testament Commentary John 12-21. Chicago. Moody
Publisher.2008,p. 384-385
[15] Lih. Michaels,
J.Ramsey. John: A Good New
Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 336
[16] Bernard,J.H. A Critical
Commentary on The Gospel According to St.John Vol.2. Edinburgh.T&T
Clark,38 George Street.1942,p. 680
[20] Lih. Michaels,
J.Ramsey. John: A Good New
Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 332
[22] Ada pengaruh
konteks penulisan, dimana jemaat Kristen mendapat tekanan dari orang-orang Yahudi
perihal Yesus sebagai Mesias; mungkin dianggap sebagai yang mengancam
monotheisme Yahudi.
[25] Michaels,
J.Ramsey. John: A Good New
Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 336
No comments:
Post a Comment