Wednesday, 6 August 2014

Monotheisme Yahudi-Kristen --> Yesus Anak Allah dan Yesus Anak Manusia dalam Perspektif Teologi Yohanes 1:1

I.         PENDAHULUAN
Gelar Anak ALLAH dan Anak Manusia dalam Tradisi Yahudi dan Kristen
Dalam tradisi keyahudian kedua gelar atau penyebutan ini sering digunakan untuk merujuk kepada orang-orang pilihan Allah. Sebutan anak Allah bisanya diberikan kepada bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah, serta kepada raja-raja Israel yang telah di urapi Imam untuk menjadi pemimpin bangsa Israel sebagai orang pilihan Allah. Dengan kata lain ungkapan anak Allah dipahami sebagai bentuk khiasan dalam tradisi keyahudian. Di dalam tulisan-tulisan Yahudi, pemakaian gelar anak Allah tidak pernah diartikan bahwa orang yang menyandangnya mengambil bagian di dalam kodrat ilahi.[1]  Begitupun dengan gelar anak manusia. Gelar ini harus di lihat secara kontekstual bersamaan dengan zaman pembuangan yang digambarkan oleh para nabi perjanjian lama; ada pengharapan eskatologis yang ditinggal oleh nabi terkait dengan konteks zamannya. Dari sana kemudian muncul nubuat-nubuat akan lahirnya seorang mesias yang akan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan dan penjajahan. Sama seperti yang digambarkan oleh nabi Yesaya terkait dengan akan lahirnya Sang Mesias itu. Yesaya menggambarkan sosok Mesias sebagai seorang manusia (utusan Allah) yang datang membebaskan bangsa Israel dari perbudakan (dengan jelas digambarkan bahwa Sang Mesias yang akan lahir itu dari keturunan Daud), sehingga dalam tradisi Yahudi seterusnya konsep akan Mesias (Almasih) yang berarti: “Yang terurapi” menjadi bagian yang terus melekat dalam pengharapan bangsa Israel.[2]

Dalam tradisi keKristenan konsep tentang anak Allah dan anak manusia sering kali menjadi perdebatan. Kelompok-kelompok tertentu terkadang bersikap keras bahwa Yesus adalah anak Allah, atau Yesus sebagai anak manusia saja. Namun keempat injil dengan jelas menyakatakan tujuannya yang menggambarkan Yesus sebagai Kristus, anak Allah. Markus mengungkapkan imannya lewat kesaksian akan riwayat hidup Yesus dengan tujuan untuk menekankan bahwa Yesus adalah Kristus dan anak Allah dalam penderitaanNya, dalam sengsara dan wafatNya. Matius juga kurang lebih menekankan hal yang sama, berdasarkan konteksnya sendiri ia ingin menekankan bahwa “Kristus adalah penggenapan hukum taurat” dengan menggambarkan gereja sebagai pemenuhan cita-cita dan harapan Israel. Begitu pula dengan Yohanes. Agaknya injil yang satu ini benar-benar menekankan sosok Yesus dalam keunikanNya sebagai anak Bapa; ia menekankan kesatuan Yesus dengan Allah Bapa. Antara kedua pola ini, Yesus sebagai manusia dan Yesus sebagai Allah, terwujudkan misteri Yesus dari Nazaret yang oleh Gereja purba imani sebagai Kristus, Anak Allah.[3] Dengan kata lain, konsep Anak Allah dan anak manusia dalam tradisi kekristenan lahir dari pemahaman akan injil yang menggambarkan sosok Yesus dengan Sang Bapa serta karyaNya (kematian dan kebangkitanNya) yang mendapat arti Ilahi dalam pengalaman iman Kristen.

II.      YESUS SANG ANAK ALLAH DAN ANAK MANUSIA DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI INJIL YOHANES 1:1
Logos dan Daging (Yohanes 1:1)
Yohanes 1:1 menjadi fokus teologi penulis dalam mengungkapkan imannya. Yohanes menekankan kata logos yang sepertinya telah dipahami konteks pembacanya. Kata “logos” merupakan kata dalam bahasa Yunani yang memiliki makna yang cukup luas; biasanya diterjemahkan secara umum sebagai “kata”, “pesan”, “uraian”, atau “kisah”. Sepertinya kata “logos” memang lazim digunakan pada zaman penulis, maraknya istilah ini berkembang dikalangan (Filsafat Helenis Romawi) umum sepertinya menjadikan istilah ini lebih mudah digunakan untuk menjelaskan teologi penulis Yohanes tentang Kristus di tengah-tengah pembacanya. Penggunaan kata “logos” dalam Yohanes 1:1 tidak lantas menjadikan penulis Yohanes jatuh dalam konsep “logos” yang berkembangan di kalangan umum konteks Helenis Romawi. Ia menegaskan bahwa “logos” yang hendak ia jelaskan adalah logos yang sudah ada sebelum penciptaan dan yang berinkarnasi.

James Dunn menjelaskan bahwa sepertinya Yohanes telah menyatukan dua cara yang agak berbeda untuk memahami Kristus dalam kekristenan abad pertama. Di satu sisi, ada konsep Hikmat dan Logos yang mengidentifikasi Kristus sebagai hikmat-Logos yang pre-existent dan personal. Di sisi lain, ada pemikiran bahwa Kristus adalah Anak Allah yang diutus oleh Bapa. Menurutnya penulis Yohanes kemudian menyatukan kedua konsep tersebut (pribadi yang berpraeksistensi dan Anak Allah yang diutus) dan kemudian berbicara perihal tentang Kristus sebagai anak yang diutus dari atas, serta sebagai pribadi yang diutus keluar dari kemuliaanNya, yang memiliki pra-eksistensi.[4]

Dengan kata lain sepertinya Yohanes 1:1, dimana penulis menyebut kata “logos” sebagai Allah (Theos) kadalah karena Dialah Anak Allah yang menyatakan Bapa dan kemuliaanNya kepada umat manusia. Logos adalah Allah justru karena Ia adalah penyataan diri Allah, dan sebagai Anak Allah, Ia menanggung dan menyatakan kemuliaan yang sama dengan Allah. Untuk itulah sejak awal Yohanes telah menyoroti sifat penyataan Allah dalam Logos dengan menempatkan “Theos” dalam posisi yang menonjol dengan pernyataan tegas bahwa καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος. Sepertinya Yohanes ingin membuat Allah yang dapat dikenal oleh manusia, dalam diri Yesus, yakni Logos yang berinkarnasi dan ditinggikan sama seperti Allah.[5]

Penjelasan tentang Yesus sebagai Anak Allah dan Anak Manusia dalam Yohanes 1:1
Di atas telah di jelaskan bagaimana pemikiran Yohanes terhadap konsep “logos” yang ia gunakan dalam merumuskan teologinya. Bagi Yohanes “logos” adalah utusan Allah (Anak Allah) yang hadir ke dalam dunia sebagai bentuk manifestasi Allah dengan tujuan karya penyelamatanNya. Injil Yohanes yang begitu menekankan keallahan Yesus, entah sebagai Anak Allah atau bahkan sebagai Anak Manusia, tidak bisa dimulai dari hanya tanda-tanda yang dilakukanNya, atau dari kelahiranNya saja, tetapi dimulai dari “surga” dan bukan di dunia. Namun pekerjaanNya di dunia juga tidak bisa di abaikan begitu saja. Dalam injil Yohanes digambarkan pekerjaan Yesus di dunia, lewat tanda-tanda dan mujizatNya. Yohanes ingin memang memulai dasar pemahaman teologinya dari “logos” yang bersama-sama dengan Allah, namun penekanan selanjutnya ada pada logos yang hidup dan tinggal bersama-sama dengan manusia. Ia mau menjelaskan bahwa tidak ada seornag pun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal, yang adalah Allah sendiri itu menyatakan diriNya, dan memperlihatkan kemuliaanNya.

Yohanes 1:1 diungkapkan di awal sebagai dasar yang menekankan Yesus betul-betul berasal dari Allah, dan Ia hadir di dunia sebagai Anak Allah yang menyatakan kemuliaanNya. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Bila coba di perhatikan baik-baik, ayat ini ingin mengatakan bahwa Firman adalah Allah, yang dengan kata lain Firman itu tidak sama dengan Allah, Firman terbedakan dari Allah. Tetapi, Firman itu adalah Allah. Berikutnya, Firman bersama-sama dengan Allah, yang menunjukkan bahwa pada mulanya memang adalah Firman (tidak ada apa-apa sebelum Firman). Firman hanya ada pada mulanya, yang menunjukkan kalau Dia “bersama-sama dengan Allah”, kalau Dia sama “pada mulanya” seperti Allah, kalau Dia “adalah Allah” (sama dengan Allah), serta kalau tidak ada pembedaan antara Allah dan Firman dalam hidup bersama yang sejak semula. Barrett mengemukakan bahwa Firman adalah Allah, tetapi bukan pribadi yang demikian (sama).[6] Sebagai pribadi mereka memang terbedakan tetapi sebagai “Allah” dalam arti sebagai yang “pada mulanya” mereka sama: “Firman adalah Allah.” Namun kemudian Allah menyatakan diri, menjadi Firman: bahwa Firman adalah Pewahyuan Allah. Kesatuan Yesus dengan Allah secara eksplisit dihubungkan dengan pewahyuannNya; Yesus hadir sebagai bentuk penyataan Allah.

Yesus yang hadir sebagai pewahyuan Allah merupakan penggambaran yang eksplisit dalam Yohanes 1:1. Yohanes 1:1 hanya merupakan dasar yang menjadi perkenalan akan siapa Yesus itu sebenarnya yang nantinya diterangkan oleh penulis Yohanes dalam bagian-bagain berikutnya. Yesus yang hadir sebagai pewahyuan Allah hadir di tengah-tengah manusia. Yohanes menggambarkan dengan jelas siapa Yesus. Tanda-tanda dan mujizat yang dilakukanNya merupakan sebuah bentuk penyataan kemuliaanNya kepada manusia yang belum juga disadari oleh manusia. Hingga pada puncaknya, kematian dan kebangkitanNya (demi menebus dosa manusia), kemulian Allah benar-benar nyata dan dapat disadari oleh seluruh umat manusia. Sama seperti Tomas yang mengakui kemuliaan Yesus sebagai Tuhan dan Allah menjadi sebuah bentuk bahwa Anak Manusia adalah Mesias yang akan dimuliakan melalui salibNya.  

III.   REFLEKSI
Penjelasan di atas sudah cukup menggambarkan bagaimana konsep Yesus Anak Allah dan Yesus Anak Manusia menjadi sebuah pemikiran teologis yang hingga sekarang pun masih ramai di diskusikan. Saya rasa Yohanes dengan cukup jelas memaparkan pemahaman teologinya ke dalam sebuah penggambaran akan sosok Yesus baik bagi dirinya maupun bagi konteks jemaatnya. Kita tidak bisa menapik bahwa pemikiran Yohanes ini pun juga menyesuaikan pada konteks zamannya; dimana budaya Helenis sangat berkembang dengan pemikiran-pemiran filsafat serta ajaran gnostik. Namun dibalik itu semua Yohanes mampu mengatasi konteks zaman dengan tetap fokus dan jelas dalam mengungkapkan apa yang menjadi pengakuan imannya.

Yohanes 1:1 menjadi sebuah pijakan yang unik dalam pemikiran teologisnya. Ia menjelaskan pemahaman imannya kepada jemaat dengan menyesuaikan penggunaan bahasa yang umum di gunakan di zamannya untuk lebih mudah menjelaskan pemikiran dan imannya tetang siapa Yesus dan bagaimana pekerjaanNya di dunia ini. Saya rasa dalam Yohanes 1:1 cukup jelas bahwa Firman adalah Allah, dengan kata lain Firman sama dengan Allah (Yesus adalah Anak Allah). Firman menyatakan kemuliaan Allah di dunia dalam diri Yesus Kristus. Di sini Yohanes memang “agak keras” dalam menjelaskan pemahaman teologisnya. Pemikiran Yahudi sejauh ini masih menjadi bagian dari penggambaran Yohanes, namun Firman yang menjadi manusia sepertinya agak sulit untuk diterima oleh orang-orang Yahudi. Bila melihat kembali ke belakang maka kita akan menemukan bagaimana konteks penulisan Yohanes (bagaimana ketegangan yang terjadi antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen). Monotheisme Yahudi dirasa mulai terusik, sehingga mengakibatkan ketegangan di antara keduanya. Uniknya, menurut saya penulis Yohanes hadir sebagai penyemangat bagi orang-orang Kristen yang tertindas dan mampu menguatkan iman mereka. Pengakuan Tomas di Yoh 20:28 menjadi sebuah dasar pengakuan iman yang menyebutkan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah dan sekaligus menggenapi dasar teologi Yohanes yang telah disampaikan dalam Yoh 1:1.   

Dibalik konteks yang melarbelakangi penulisan Yohanes, satu hal yang ingin ia tekankan bahwa Yesus dengan segala unsur keilahian dan kemanusiaanNya hadir di tengah manusia dengan satu tujuan, yakni menyelamatkan manusia dari dosa. Ia yang mati, berkorban demi menebusa dosa-dosa manusia dan bangkit untuk menyatakan kuasa dan kemuliaanNya sebagai Allah yang berkuasa. Saya rasa inilah yang menjadi titik yang ingin dicapai oleh penulis Yohanes untuk dapat dimengerti oleh jemaat pembacanya; bahwa Allah yang berkuasa itu hadir di tengah-tengah mereka.



[1] Eckardt, A.Roy. Menggali ulang Yesus Sejarah: kristologi masa kini. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1996,p. 32-33
[2] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 180
[3] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 261-262
[4] Dunn, James D.G. Christology in the Making: An Inquiry into the Origins of the Doctrine of Incarnation. London: SCM Press.1980,p. 213-250
[5] bdk.Yoh20:28, dimana kita dapat menemukan sebuah pengakuan iman yang disampaikan lewat mulut Tomas.
[6] Barrett, C.K. The Gospel According to St.John. London: SPCK, 1962,p. 76

No comments:

Post a Comment