Wednesday, 15 October 2014

Review Mekanisme Teori Kambing Hitam Rene Girard

Tiru-meniru merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari diri manusia. Dengan kemampuannya, ia mencoba mengokohkan pribadinya walaupun sebenarnya tidak real; yang ada adalah pembuktian untuk dapat “mengalahkan” rivalnya (hasrat segitiga). Pembuktian bahwa ia dapat mengalahkan idolanya. Namun menurut Girard, sistem hasrat segitiga tidak hanya sampai di situ saja. Kaum novelis memperlihatkan bahwa hasrat segitiga membawa manusia pada dua pilihan hidup; mati dalam arti benar-benar mati dan mati untuk hidup. Kirilov justru memilih pilihan yang pertama. Bunuh diri ia dijadikan sebagai cara untuk membuktikan bahwa ia mampu menyaingi mediatornya, terutama Tuhan (ia melakukan hal paling di takuti oleh manusia, yakni kematian). Ia ingin membuktikan keunggulan dirinya dengan bunuh diri sebagai tanda bahwa ia tidak takut pada kematian. Namun apakah dengan bunuh diri berarti ia dapat menjadi Tuhan? Sebaliknya, menurut Girard bunuh diri justru memperlihatkan ketidakberdayaannya di hadapan Tuhan,[1] dan terjerumus pada peniadaan diri (ia gagal). Kirilov yang menginginkan kehidupan lewat kematian salah mengartikan imitatio Christi-nya. Dalam ajaran Rasul Paulus tentang Kristus kita juga menemukan pemahaman yang menyinggung masalah ini; bahwa kematian adalah jalan menuju pada kehidupan baru (lih. 1Tes 4:14). Kematian Kristus, memberikan hidup baru bagi manusia. Di sini saya bisa melihat pemahaman Kirilov salah, bahwa dengan bunuh diri ia dapat hidup kekal (menjadi ilahi – seperti Kristus), sedangkan Paulus menurut saya benar karena hidup dengan mengikut Kristus hingga rela mati (martir).  
Menurut Girard, akhir dari hasrat metafisik adalah kematian.[2] Kematian membawa manusia pada kehidupan, tetapi juga bisa pada kematian yang menghancurkan (apokaliptis Dostojevsky). Menurut Girard, kaum novelis sebenarnya ingin memperlihatkan pertobatan tokoh-tokohnya dalam ketidakberdayaannya menghadapi kematian. Lewat pertobatan dalam ketidakberdayaannya mereka menemukan kehidupan baru. Sama seperti Rahmat biji gandum yang dijelaskan oleh Sindhunata dalam bukunya.[3] Jika biji gandum yang ditabur tidak mati di tanah, ia akan tinggal sendiri, tetapi jika ia mati, ia akan menhasilkan buah banyak dan berlimpah-limpah (Yoh 12:24). Dalam pertobatan itu, para tokoh menang dalam kekalahannya. Ketidakmampuan, kelemahan fisik yang akan membawanya kepada kematian membuat mereka sadar dan bertobat dari hasrat segitiganya, sehingga walaupun mereka telah mati mereka mendapatkan kehidupan “kebahagiaan” (atau sama seperti : walaupun mereka telah mati, mereka tetap dikenang).
Keseluruhan konsep hasrat segitiga Girard merupakan isi dari pengertian “mimesis”. Hasrat segitiga itulah mimesis. Seperti yang telah kita ketahui bahwa hasrat segitiga adalah bagian yang membelenggu kehidupan manusia. Manusia tidak bisa dipisahkan dari hasrat segitiga, yakni hubungan subjek – mediator – objek. Subjek mengidolakan mediator dan menganggap mediator sebagai sesuatu yang tidak terkalahkan. Namun, secara bersamaan ia juga membenci mediator dan menganggapnya sebagai rival yang harus bisa ia kalahkan. Ketiganya memiliki hubungan yang kompleks. Konsep Girard ini tentu saja berbanding terbalik dengan konsep subjek yang otonom (Girard pro novelis – kontra romantik). Menurut Girard, individu hidup dalam masyarakat. Keduanya berbaur; individu di dalam masyarakat dan di dalam masyarakat ada individu sehingga lahirlah mimesis dalam masyarakat dan individu. Individu meniru masyarakat namun masyarakat juga meniru individu. Menurut Girard, sistem yang tiru-meniru ini bisa di lihat negatifnya namun juga ada positifnya. Mimesis dapat menghancurkan, namun juga dapat mengidupkan lewat pertobatan yang membahagiakan. Girard menyebutnya “visi”, visi filosofis-metafisik yang apokaliptis.[4]
Girard agaknya tidak setuju dengan Plato. Menurutnya Plato terlalu idealis dengan membedakan antara idea dan benda-benda jasmani. Idea sempurna, sehingga yang jasmani harus meniru idea. Yang jasmani harus bisa meniru yang idea supaya bisa sempurna seperti idea. Yang jasmani tidak bisa berada tanpa idea, karena yang idea hadir dalam jasmani itu. Menurut Girard masalahnya lebih kompleks dari itu. Mimesis menghidupkan hubungan subjek dan mediator. Subjek meniru mediator; di sana ada masalah serta persaingan yang sifatnya sangat kompleks yang juga dapat menimbulkan konflik antar keduanya.[5]
Begitu juga dengan dialog konsep Girard dan Hegel. Teori Hegel tentang “kesadaran yang tak membahagiakan” menurut Girard tidak bisa merangkum apa yang ia maksud dengan mimesis. Dalam teori Hegel “desiring the desire of the others” di sini manusia harus bisa mendapatkan pengakuan dari orang lain dengan menunjukkan bahwa dirinya memiliki hasrat yang dihasratkan orang lain (dia harus bisa menjadi mediator bagi orang lain). Sedangkan dalam teori Girard “I desire according to the other” di sini justru malah sebaliknya hasrat saya diatur oleh apa yang dihasaratkan orang lain (dia sebagai objek dengan orang lain sebagai mediatornya).[6] “kesadaran yang tak berbahagia”-nya Hegel justru merupakan bagian yang hidup dalam diri subjek (dalam sistem hasrat segitiga-nya Girard). Kecenderungan subjek yang tidak bisa menyaingi mediatornya membuatnya jatuh dalam kehancuran diri. Sedangkan “dialektika tuan dan budak”-nya Hegel berdasarkan keberanian fisik (siapa tidak takut menjadi tuan dan siapa takut menjadi budak) dilihat berbeda oleh para novelis. Sebaliknya, kaum novelis melihat dialektika tuan dan budak tidak atas dasar keberanian fisik, oleh karena itu budak tidak boleh menunjukkan kelemahannya bila tidak ingin kalah, karena ia sadar ia juga menginginkan apa yang diinginkan oleh tuannya. Keberanian fisik bagi Girard bukan tanda kemenangan tuan, tetapi tanda kekalahan budak.[7] Hegel melupakan konflik yang terjadi dalam hubungan antara subjek dan mediator yang menginginkan objek yang sama. Mimesis memang dapat menghancurkan manusia, tetapi juga menyediakan kebahagiaan untuk mengatasi kehancuran bagi manusia (visi mimesis yang apokaliptik)[8].



[1] halaman. 71
[2] halaman. 73
[3] halaman. 79-84
[4] halaman. 89
[5] Lih. halaman. 89-90
[6] Lih. halaman. 91
[7] Lih. halaman 92-93
[8] Lih. halaman 94

No comments:

Post a Comment