Thursday, 29 May 2014

Konsep Pendamaian dalam 2Korintus 5:11-19 dan Roma 5:1-11

Pada tulisannya, Pak Yusak telah menjelaskan bahwa konsep pendamaian καταλλάσσω (mendamaikan) merupakan pemikiran “khas” Paulus, karena hanya ditemukan di dalam tulisan Rasul Paulus. Walaupun sebelumnya telah ada konsep pendamaian dalam kitab Makabe, namun memiliki pengertian yang berbeda. Konsep pendamaian dalam kitab Makabe memiliki makna yang pada umumnya digunakan dalam kesusastraan Yunani Helenis. Hal ini juga sempat disinggung oleh Pak Yusak, bahwa penggunaan kata pendamaian pada masa Helenisme memang merujuk pada situasi pembaharuan hubungan.
Kita merujuk kepada bagian yang lebih tajam mengenai konsep Perdamaian yang dibahas oleh Rasul Paulus dalam 2 Korintus 5:11-19 dan Roma 5:1-11. Kedua perikop ini sama-sama membahas konsep perdamaian secara khusus dengan maksud dan tujuan yang berbeda sesuai dengan konteks jemaatnya masing-masing. Perbedaan-perbedaan yang dapat kita temukan yakni, Pada surat Roma ini juga memiliki pemahaman semantic, dimana pada surat ini menunjukkan pemahaman Yahudi, sedangkan perikop pada 2 Korintus memiliki pehamaman helenis. Perbedaan lainnya, kasih di dalam surat Roma dinyatakan secara eksplisit, sehingga secara jelas dikatakan bahwa Allah melakukan pendamaian dengan Allah. Berbeda dengan Perikop di 2 Korintus dimana kasih dinyatakan secara inplisit. Namun yang jelas penggunaan kata pendamaian oleh Rasul Paulus selalu dihubungkan dengan konsep pendamaian ALLAH dalam diri (kematian dan kebangkitan) Yesus Kristus.
2 Korintus 5:18-20 dan Roma 5:1-11
Penulis dan Pak Yusak mencoba melihat teks 2 Kor 5:11-19 dan Roma 5:1-11 ini dengan mempertimbangkan beberapa hal.
(1) Latarbelakang penggunaan kata καταλλάσσω. Di atas kelompok telah menyinggung permasalahan ini. Penulis menjelaskan bahwa kata pendamaian (καταλλάσσω) memiliki 5 kategori pengertian secara metafora yaitu (1) Sang subjek mendamaikan kelompok antagonis, (2) Secara aktif dan (3) pasif sang subjek mendorong atau mengajak kelompok yang kontra dengan dia (4) mengajak secara aktif dan (5) pasif kelompok yang kontra dengan sang subjek, untuk mendamaikan dirinya (kelompok) dengan sang subjek. Baik Pak Yusak maupun Kim kurang lebih memiliki kesimpulan yang sama. Paulus tentu saja memperhatikan konteks jemaat dalam penggunaan kata-katanya. Untuk itu dalam menjelaskan pemahaman imannya tentang karya keselamatan ALLAH dalam diri Yesus Kristus, Paulus menggunakan kata yang dengan mudah dimengerti, dijelaskan, dan dipahami oleh jemaat. Mengingat sekali lagi konteks Korintus kala itu sedang dalam keadaan tidak stabil. Sedangkan pada konteks jemaat di Roma RP mau mengemukakan sebuah konsep pendamaian yang juga ia gunakan di Korintus untuk lebih memperjelas ajarannya. Hanya saja perlu kita perhatikan bahwa dalam Roma 5: 8 dan 10 diparalelkan untuk memperlihatkan apa yang mau disampaikan oleh RP kepada jemaat di Roma. Pada ayat 8 dijelaskan bahwa manusia telah berdosa (sehingga menjadi musuh ALLAH) – di ayat 10 dijelaskan bahwa manusia yang berseteru dengan ALLAH kini telah diperdamaikan oleh ALLAH sendiri lewat kematian Yesus Kristus. Menurut penulis, Martin mungkin benar bahwa makna perdamaian dalam Roma 5:1 kurang lebih memiliki kesamaan dengan paham Yahudi tentang kedatangan Mesias yang membawa damai  dan akan memulihkan bangsa Israel, untuk itu RP menjelaskan bahwa manusia dapat menemukan “peace” itu hanya di dalam Kristus (sebab kasih dan anugrahNya sehingga ia rela mati demi menebus dosa manusia)[1]. Manusia akan hidup damai (sekaligus dibenarkan) oleh karena tindakan pendamaian ALLAH yang di lakukanNya lewat kematian Kristus di kayu salib. Menurut Pak Yusak dalam Roma 5:1-11, konsep pendamaian yang dilukiskan di dalamnya menggambarkan peristiwa yang terjadi di masa lampau, sekali dan tidak pernah terulang lagi, sementara 2Kor 5:19 (anak kalimat dimengerti sebagai imperfect) akan menunjukkan suatu proses yang belum selesai.[2] Pendapat Martin yang dikemukakan ulang oleh penulis nampaknya memang setuju dengan pandangan yang mengusulkan imperfect, namun ada masalah yang ditimbulkan yang tetap tidak bisa diselesaikan oleh Martin. Penulis menjelaskan bahwa Martin mengharmonisasikan kasih ALLAH kepada manusia dengan kematian Yesus Kristus di kayu salib demi menebus dosa manusia.
(2) Inisiatif pendamaian. Dalam hal ini, Pak Yusak dan Kim setuju bahwa pendamaian merupakan inisiatif ALLAH kepada manusia. Konsep ini menggambarkan  ALLAH sebagai subjek yang berinisiatif  melakukan pendamaian “God reconciling himself to human”, sehingga memungkinkan manusia menikmati persekutuan yang benar dengan ALLAH. Tindakan inisiatif ALLAH ini dilakukan bukan karena permintaan manusia. Pak Yusak dalam tulisannya mengemukakan bahwa inisiatif ALLAH ini didasari oleh kehendak bebasNya yang menjadi nyata dalam KasihNya yang kekal. Bila dibandingkan dengan Rom 5:8, Ralp Martin[3] menjelaskan bahwa dalam Rom 5:8 tindakan/inisiatif ALLAH ini merupakan perwujudan kasih ALLAH kepada manusia yang telah berdosa. Martin melihat bahwa kasih ALLAH tewujud dalam diri Yesus Kristus yang mati demi menebus dosa manusia (ay.7) dan darahNya merupakan bukti pengorbanan Yesus Kristus bagi manusia (ay.9). Menurut Pak Yusak, dengan kata lain bahwa apa yang diperoleh manusia semata-mata adalah anugrah dari ALLAH. Manusia dibenarkan di dalam ALLAH oleh karena anugrah. Untuk itu, manusia harus menerima anugrah itu dengan penuh rasa tanggung jawab di dalam iman dan ketaatan. Sebab keselamatan akhir adalah hasil dari pembenaran dan pendamaian itu. kita selamat karena sudah dibenarkan dan diperdamaikan dalam darah Kristus.
(3) Bahan yang digunakan oleh Rasul Paulus dalam mengembangkan pemikiran teologinya selama penginjilan. Beberapa bahan dasar yang ia gunakan tentu saja dari Perjanjian Lama khususnya  pemahaman tentang Mesias yang digambarkan oleh kitab Yesaya, tradisi kemartiran Yahudi (menurut Kim), serta pengalaman iman Rasul Paulus (perjalan ke Damaskus) sendiri. Pak Yusak dan Kim sependapat dengan hal yang satu ini. Pengalaman iman Rasul Paulus menjadi sebuah awal bagi RP memulai penginjilannya sebagai Rasul ALLAH (ambasador). Menurut Pak Yusak, RP menggunakan pemahaman imannya (khususnya pada pengalaman transformasi iman dalam perjalanan ke Damaskus) yang berpusat kepada Yesus Kristus dan kematian serta kebangkitanNya dalam tugasnya sebagai Rasul ALLAH (ambasador). Bagi RP manusia telah berdosa sejak dari dulunya (adam) sehingga keturunan-keturunannya pun juga telah ternodai oleh dosa. Maka diperlukan pendamaian dari ALLAH lewat pengorbanan Yesus Kristus. Dari sinilah bisa kita lihat hubungannnya dengan 2Kor 5:17 tentang ciptaan baru. Manusia menjadi ciptaan baru karena pengorbanan Kristus (kematian dan kebangkitanNya). Namun bagian menarik menurut Kim adalah bahwa pada dasarnya, pengalaman iman RP dalam perjalanan ke Damaskus tidak ada hubungannya dengan kematian Kristus. Yang RP mengerti adalah bahwa ketika terjadi tranformasi pada dirinya, maka ia menjadi ciptaan baru sekaligus sebagai Rasul ALLAH (ambasador).
(4) kejanggalan struktur teks 2Kor 5:19. Menurut Pak Yusak, hal ini dapat diselesaikan dengan menggunakan alternaif, yakni “ALLAH ada di dalam Kristus, mendamaikan dunia dengan diriNya”. Keputusan ini diambil dengan melihat kalimat pada ayat 18 (διὰ Χριστου = yang melalui Kristus) dan penggunaan bentuk aorist pertama partisip pada kata (καταλλάξαντος = mendamaikan). Ayat 18 dimengerti untuk menjelaskan ayat 19, sebab dalam ayat 19 (ὡς ὅτι = yang aku maksudkan ialah) ada maksud untuk menjelaskan/mengulangi kembali apa yang disampaikan dalam ayat 18. Penggunaan kata ἐν Χριστω merujuk pada kata καταλλάσσων dengan maksud  bahwa Kristus telah mendamaikan dunia dengan diriNya (sama dengan apa yang telah disampaikan dalam ayat 18, διὰ Χριστου = yang melalui Kristus). Selain itu, kelompok melihat bahwa ketika Allah menyelamatkan manusia dengan perantaraan Kristus sebagai sarana perdamaian, di saat itu juga secara otomatis telah menggantikan era yang berdosa dengan era perdamaian dengan Allah. Sehingga keselamatan daripada Allah terjadi sekali dan terus menerus ada dan tak berakhir. Ada proses dari old creation menjadi new creation seperti dalam kisah transformasi RP dalam perjalanan ke Damaskus. Dalam hal ini Kim kemudian menspesifikkan pengalaman hidup baru ini dalam kerangka pemahaman Kristen.




[1] Perlu diperhatikan bahwa dalam imperium kekaisaran Romawi, kedamaian juga menjadi satu hal yang diutamakan demi menjaga stabilitas daerah-daerah jajahannya.
[2] Diktat Teologi Paulus. Yusak Tridarmanto, p.42
[3] Lih. Stanley E.Potter (ed). Paul and his Theology, p. 146-149