Sunday, 29 September 2013

Tanggapan Atas Bacaan dari buku “The Origin of Satan” (Bab 2)

Dari apa yang saya baca, bahan ini menjelaskan bagaimana pemahaman tentang setan itu berkembang, dari Perjanjian Lama hingga pada Perjanjian Baru. Pemahaman setan sebagai makhluk yang sifatnya penggoda, penghasut, dan lain-lain mulai dilihat tidak hanya dari sudut pandang itu saja dalam arti, pemahaman setan sebagaimana yang diceritakan dalam cerita Yesus dicobai, mungkin juga mau menjelaskan mengenai fungsi setan disana sebagai “orang”[1] yang mendongkrak sisi keIlahian Yesus. Tidak hanya itu, dalam kisah Bileam (Ul.22:22) diceritakan bahwa bangkitlah murka Allah ketika ia pergi, dan berdirilah Malaikat TUHAN di jalan sebagai lawannya. Kata Malaikat TUHAN dalam teks asli ibrani adalah le-satan-lo yang menjelaskan bahwa Allah sendiri yang mengirim “penghalau” kepada Bileam. Begitu juga dalam kisah Ayub, Allah sendiri yang mengizinkan setan untuk menguji iman Ayub (Ay.2:3). Meskipun pendongeng Ibrani pada awal abad ke-6 SM kadang-kadang memperkenalkan tokoh supranatural yang mereka sebut sebagai setan, apa yang mereka maksudkan adalah salah satu dari malaikat utusan Allah dengan tujuan tertentu untuk menghalangi aktivitas manusia. Sebab dapat kita lihat, akar kata Ibrani setan, stn diartikan sebagai orang yang menentang/bertindak sebagai musuh dan dalam bahasa Yunani disebut diabolos yang kemudian diterjemahkan Ibis, yang berarti orang yang melempar sesuatu di jalan.

Seperti yang dijelaskan di atas, bagi saya hal ini menarik. Disisi lain setan dianggap sebagai “orang” yang selalu menjadi “bad guy” (orang jahat), yang selalu mendatangkan hal-hal buruk, dll. Namun menariknya ada pemahaman lain akan setan ini. Pemahaman tentang bagaimana si setan merupakan makhluk illah yang bekerja di bawah perintah Allah.  Dari sini ada pertanyan yang timbul dibenak saya (khususnya mengenai kisah Ay.1-2), bagaimana Allah bisa bercengkrama dengan iblis yang jelas-jelas – kita lihat sebagai penghasut manusia untuk melakukan perbuatan jahat – sudah berdosa bahkan disebut sebagai bapa segala pendusta dalam Yoh.8:44? Selain itu masih ada pertanyaan lain yang muncul, apakah Allah juga yang menciptakan mereka?

Alkitab Perjanjian Lama yakni didalam Yesaya (Yes.14) menyinggung perihal malaikat yang jatuh (walaupun secara tersirat dijelaskan dalam bentuk yang berbeda) yang kemudian banyak ditafsirkan sebagai kejatuhan Malaikat (bisa  dilihat pula kisah anak-anak Allah dalam Kel.6). Namun melihat konteksnya, Yesaya 14 diterima sebagai nubuatan bagi kejatuhan Kerajaan Babel oleh Kerajaan Media Persia yang dipimpin oleh Raja Koresy, nama yang merujuk kepada tokoh yang tersebut “Bintang Timur” atau “Putra Fajar”. Dalam Alkitab terjemahan Vulgate (Alkitab Bahasa Latin) mengistilahkan ini sebagai Lucifer, sehingga tidak mudah untuk menafsirkan bahasa kiasan yang terdapat dalam Nubuatan Yesaya pada bagian ini.

Saya rasa sikap bijaksana bagi kita bila menghadapi dialog yang sulit ini dengan menerimanya sebagai misteri Allah yang tidak mungkin terungkap oleh keterbatasan rasio pikir manusia yang tentu saja masing-masing dari kita pasti punya argumen yang kuat untuk setiap pandangan yang ada mengenai hal ini. Satu point penting yang kita jelas ketahui, bahwa realitas keberadaan Malaikat dan Iblis tidak pernah diragukan dalam seluruh Kitab PL maupun PB. Maka dengan begitu, kita menunjukkan sikap takluk kita dan mengakui bahwa kita terbatas di hadapan Allah kita yang tidak terbatas. Sepatutnya kita senantiasa menjaga diri dan bersikap waspada akan kehidupan kita, karena iblis yang itu senantiasa bekerja menggagu kehidupan rohani orang percaya untuk keluar dari jalan kasih Allah.




[1] Saya sebut sebagai “orang” dalam arti sesuatu, entah itu dalam malaikat/makhluk ilahi juga bisa saja, sebab tidak ada penjelasan yang factual mengenai siapa atau bagaimana bentuk setan/iblis itu (kecuali yang telah disebutkan dalam beberapa peristiwa di dalam Alkitab).

Tanggapan Terhadap Buku Ed Chandra Kanic “The Spirit Whisperer”

Bagi saya sendiri buku ini cukup menarik. Banyak hal hal-hal yang tidak pernah terduka sebelumnya, dan diceritakan didalamnya. Berbagai pengalaman-pengalaman Ed sebagai seorang medium bagi “sang jiwa” dan orang terkasihnya membuka pemikiran saya tentang hal-hal seperti ini. Hingga saat ini pun saya masih berfikir, benarkah pelangalaman ini? Karena saya sendiri belum pernah mengalaminya. Saya tahu, bahwa tidak semua orang dapat memiliki karunia seperti ini, namun justru karena itulah hal ini saya pertanyakan. Di dunia Filsafat pun kita belajar bahwa kemana jiwa seseorang pergi setelah mati masih menjadi suatu misteri, dan masih merupakan pertanyaan yang belum terpecahkan. Memang agak sulit bila hal ini kita lihat dari segi logika/rasio dibandingkan melihatnya dari sudut pandangan iman kita.
Untuk itu, saya mencoba menerima pengalaman Ed ini sebagai suatu “pengalaman” manusia yang unik. Dalam bukunya Ed menjelaskan mengenai kisah-kisah perjumpaannya dengan jiwa-jiwa yang membutuhkan bantuannya sebagai medium bagi “sang jiwa” untuk mencoba berkomunikasi dengan orang-orang yang ditinggalkannya. Ada banyak kisah yang menyentuh hati. Beberapa diantaranya menarik perhatian saya, misalnya kisah tentang seruan peringatan di Pantura. Kisah ini cukup tragis, dimana seorang tukang parkir meninggal karena tergencet truk yang akan parkir dengan kecepatan tinggi. Timbul pertanyaan dibenak saya ketika membaca kisah ini, mengapa Ed tidak memaksa si tukang parkir untuk pindah dari tempat itu? Padahal ia tahu bahwa akan terjadi hal buruk apabila ia berlama-lama disana. Tetapi baiklah, karena saya mencoba menerima pengalaman Ed ini sebagai sebuah “pengalaman” maka saya tidak akan banyak menunutut (hehehe…). Tidak hanya ini, kisah tentang Ayu dan Kasih pun menarik bagi saya. Ada manusia yang karena memiliki kontak batin yang kuat dengan saudara kembarnya sehingga ia dapat bertemu dengan jiwa saudara kembarnya tersebut, walaupun dengan perantaraan sang medium. Atau kisah tentang jiwa seorang anak kecil yang tinggal di rumah Mrs.Taylor yang akhirnya pulang bersama Ed, dan ketika sudah saatnya jiwa itu “kembali” Ed merasa sangat sedih. Ataupun kisah tentang jiwa seorang anak yang meninggal karena kebakaran.
Ada beberapa teori yang menurut saya coba disampaikan oleh Ed untuk menjelaskan fenomena pengalaman-pengalamannya ini, misalnya mengenai bagaimana terjadinya proses penampakan jiwa, atau dapatkah kita berkomunikasi dengan jiwa, dan saya rasa hal itu cukup menjalaskan bagi saya. Selain itu, Ed juga lewat buku ini mencoba mengubah cara pandang kita terhadap hal-hal yang bersifat mistik seperti hantu atau makhluk halus, dan saya rasa itu berhasil. Ed mencoba menggambarkan bahwa setiap jiwa itu baik, dalam arti ia tidak mempunyai niat untuk menyakiti. Yang jahat adalah pikirannya (jasmaninya). Merakalah yang sebenarnya takut kepada manusia, bukan malah sebaliknya. Saya pun agak sependapat dengan hal ini, jiwa menurut saya pada dasarnya baik, kemampuannya pun kita ketahui jauh dibawah manusia. Manusia punya kebebasan dan dapat melakukan apa saja (dengan fisiknya tentu saja), sedangkan jiwa tidak. Nah, kebebasan untuk dapat melakukan apa saja inilah yang terkadang tidak dapat dikontrol oleh manusia, sehingga menimbulkan kejahatan. Namun, pernyataan saya diatas ini dapat saya sangsikan sehingga semuanya tampak belum clear bagi saya. Apabila jiwa itu “baik”, namun mengapa dalam beberapa kisah-kisah pengalaman orang lain di luar sana mengatakan bahwa ia pernah dipaksa oleh jiwa seseorang (yang telah meninggal tentu saja) untuk bunuh diri. (walaupun pengalaman ini juga saya sangsikan, tetapi sama seperti pengalaman Ed, pengalaman ini juga saya terima sebagai sebuah “pengalaman” dari seseorang).

Setiap orang punya pengalamannya sendiri tentang fenomena-fenomena seperti ini. Walaupun saya belum pernah merasakan hal-hal serupa, tetapi saya tetap menerima pengalaman ini sebagai sebuah “pengalaman”. Ini bisa saya jadikan sebagai sebuah pembelajaran iman, bahwa Allah itu maha pengasih, dan ada hal-hal tersembunyi yang baik adanya disetiap rencanaNya bagi kehidupan kita. AMIN!...