Thursday, 12 December 2013

Dosa dan Pengampunan dalam Dialog Doa Bapa Kami dan Fatiḫa

            I. PENDAHULUAN
Setiap agama pasti memiliki konsep dosa dan pengampunan, begitu juga dengan kedua agama besar di Indonesia; Islam dan Kristen. Konsep dosa dan pengampunan merupakan bagian yang tak dapat dilepaskan dari kehidupan setiap umat beragama. Dosa adalah sebuah tindakan yang dilakukan sengaja atau tidak sengaja dan dianggap salah serta tidak sesuai dengan ajaran dan hukum sebuah agama, sedangkan pengampunan/taubat berarti kembali kepadaNya. Kedua kata ini saling terkait. Ketika seseorang berbuat dosa, maka dengan taubat ia mendapatkan pengampunan dari Allahnya. Dalam tugas akhir ini saya akan mencoba membahas kedua konsep ini (dosa dan pengampunan) dengan mendialogkan doa Bapa Kami dan Fatiḫa sebagai dasarnya.

      II. DOSA DAN PENGAMPUNAN ALLAH DI DALAM ISLAM DAN KRISTEN[1]
Fatiḫa dipanjatkan oleh penganutnya dengan tujuan untuk merayakan rasa syukur kepada sang Pencipta sebagai Allah yang pemurah. Begitu juga dengan doa Bapa Kami yang dipanjatkan oleh penganutnya sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah sebagai Bapa yang mengasihi dan mengampuni. Ajaran Islam memberikan tiga cara memahami pengampunan Allah. Semuanya didasarkan pada pengajaran Qur’an dan Hadith, tetapi pada aspek-aspek yang berbeda tentangnya. Begitu juga halnya dengan apa yang dipahami oleh orang Kristen tentang pengampunan  Allah, diantaranya yakni kemahakuasaan Ilahi, keadilan dan anugrah. Dimana ketiga hal ini relevan bagi pengampunan Ilahi dalam pengertian Islam maupun Kristen.
Islam
Pemahaman I (menurut ahli teologi Murji’i[2]): Allah adalah Maha Kuasa; Ia pada akhirnya akan mengampuni semua orang Muslim. Dalam pemahaman ini dipahami bahwa atribut tertinggi Allah adalah kemahakuasaanNya. Allah itu maha kuasa, pemurah serta adil. Ia berdiri sendiri dan tidak tergantung oleh siapa dan apa pun itu. Ia punya hak untuk melakukan apa yang Ia sukai dan tak seorang pun yang dapat melawan kehendak serta keputusanNya. Karena Ia adalah Tuhan yang Maha Kuasa, maka manusia sebagai makhluk ciptaanNya harus tunduk di bawah kuasaNya. Segala apa yang dilakukan oleh manusia baik atau buruk ditentukan oleh kemahakuasaanNya. Untuk itu, Ia punya hak untuk mengampuni dan menghukum siapa pun yang Ia kehendaki.

Keesaan Allah merupakan salah satu dari doktrin inti ajaran Islam. Untuk itu dosa karena shrik (menyembah allah lain selain Allah) tidak dapat diampuni dan akan dihukum masuk ke dalam neraka. Namun ada pengecualian ketika mereka mau bertobat dan masuk Islam. Pada bagian ini sering terjadi kesalapahaman antara Islam dan Kristen. Islam memahami konsep Trinitas dalam ajaran Kristen sebagai tritheisme (percaya kepada 3 allah), yang sebenarnya tidak seperti itu. Dalam ajaran Kristen konsep Trinitas,  Allah tetap satu (Esa) namun dengan 3 pribadi (Bapa, Anak, dan Roh Kudus).

Kita kembali lagi pada pemahaman Islam bahwa Allah itu Esa dan berkuasa. Dari pemahaman ini orang-orang muslim percaya bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka apabila mereka bertobat, tetapi jikalau tidak, tak ada satu pun yang bisa menghalangi kehendak Allah atas hal tersebut pada hari penghakimanNya. Berikutnya, Allah itu pemurah. Islam mengajarkan bahwa anugrah Allah jauh lebih besar dari pada murkaNya. Anugrah Allah digambarkan bahwa Allah tidak akan menghukum orang-orang Muslim yang tidak taat dengan hukuman kekal. Setelah membayar dosa-dosanya, mereka akan keluar dari neraka dan akan pergi ke surge dimana mereka akan menikmati kebahagiaan kekal bersama-sama dengan saudara-saudara Muslim yang lain. Hal ini juga sangat jelas di singgung dalam doa syafaat Nabi Muhammad yang memohon pengampunan bagi orang-orang Muslim yang tidak taat dan tidak menyesali dosa-dosa mereka kepada Allah.[3]

Pemahaman II (menurut ahli teologi Mu’tazili[4]): Allah adalah adil; Ia akan mengampuni orang-orang Muslim yang taat saja. Pada bagian ini dipahami bahwa atribut Allah adalah keadilan, selanjutnya barulah anugrah dan kemahakuasaanNya. Dikatakan bahwa pada hari penghakiman nanti Allah akan menghakimi setiap orang menurut keadilanNya yang sempurna, dan orang-orang Muslim tidak akan diistimewakan karena iman mereka, mereka akan diperlakukan sama seperti orang-orang non-Muslim. Mereka akan dibenarkan apabila mereka melakukan apa yang benar di mata Allah, dan salah bila mereka melakukan apa yang tidak berkenan bagi Allah. Dalam hal ini para pakar teologi Mu’tazili menjelaskan berbedaan antar dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil. Hadith menunjukkan dosa-dosa besar seperti politheisme, ilmu sihir, membunuh, merampas kekayaan milik anak yatim, mengambil bungan atau riba, desersi dari tugas-tugas keagamaan, dan secara salam menuduh perempuan Muslim yang sudah bersuami melakukan tindakan amoral seksual. Tradisi lain juga memandang dosa besar seperti pemberontakan kepada orang tua, kesaksian palsu, menyerang orang-orang yang sedang dalam perjalanan ke Makkah, minum anggur, menyia-nyiakan anugrah Allah atau mengabaikan pengadilan Allah. Berbeda dengan dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil dapat ditebus dengan perbuatan-perbuatan baik, karena perbuatan yang baik dapat menghapuskan perbuatan yang jahat. Namun hal ini bukan berarti seseorang dapat dengan sengaja atau seenaknya melakukan dosa-dosa kecil ataupun besar, sebab pada akhirnya pengampunan atas dosa-dosa kembali lagi pada otoritas Allah. Di sini konsep tentang hukuman sementara dan doa Nabi yang telah dijelaskan diatas, ditolak dengan alasan bahwa Allah akan menyangkal keadilanNya jikalau Ia mengampuni dosa besar yang emmang layak unuk dihukum. 

Pemahaman III (Sufisme)[5]: Allah adalah pemurah; Ia akan mengampuni semua orang. Pada bagian ini atribut Allah yang penting adalah murah hati. Dikatakan bahwa  dalam hal ini Allah digambarkan sebagai “yang paling murah hati dari segala yang bermurah hati” dan “terbaik dari dari segala yang murah hati”. Kemurahan hati Allah bersifat inklusif, yang dinyatakan dalam pengampunannya tanpa batas terhadap orang-orang berdosa. Di sini dijelaskan bahwa tak satu dosa pun yang tidak terjangkau oleh pengampunan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa pengampunan Allah itu tanpa syarat dan tidak tergantung pada pertobatan manusia.
Kristen
Anugrah Allah ditunjukkan dalam kasihNya kepada umatNya. Sama seperti pemahaman Islam (Sufisme) tentang kemurahan hati Allah yang tak bersyarat dan universal, begitu juga konsep tentang kasih Allah dalam ajaran Kristen. Namun berbeda dengan pemahaman tentang nabi sebagai mediator kasih Allah. Dalam Kristen Yesus-lah yang menjadi wujud nyata kasih Allah ke dunia; “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNyatidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16). Dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus adalah mediator antara Allah dan manusia, sebab Dialah Anak Allah yang kekal yang telah menjadi manusia untuk menyelamatkan kita dari hukuman kekal lewat kematiaanNya di kayu salib. Sebab manusia adalah makhluk yang sudah tercemar oleh dosa sejak lahirnya. Untuk itulah lewat karya penyelamatan Allah di dalam Yesus Kristus yang mati dan bangkit, manusia dapat ditebus dari dosanya.

Sebagaimana kasih Allah yang tidak terbatas, begitu pula dengan keadilanNya. Dalam ajaran Kristen konsep tentang dosa kecil dan besar tidak ada. Dosa ya tetap dosa, dan untuk itu tetap ada hukumannya. Kita tidak dapat memisahkan antara apa yang kita lakukan dengan siapa kita ini; perbuatan kita mencermikan hakekat keberadaan kita; kita berdosa dan juga sekaligus pendosa. Dan untuk itu, hukuman dosa adalah maut, baik secara fisik maupun secara spiritual (Rm 6:23). Dari perspektif Alkitabiah, pengampunan dosa hanyalah merupakan salah satu aspek dari penyelamatan. Penyelamatan yang datang dari Allah lewat Yesus Kristus; mediator yang memperbaiki hubungan Allah dan umatNya yang telah rusak oleh karena dosa manusia itu sendiri. 

Yang terakhir adalah kemahakuasaan Allah. Sang pencipta dan Tuhan atas alam semesta. Dalam ajaran Kristen, kemahakuasaan Allah telah dinyatakan dalam kebangkitan Yesus Kristus dari maut. Pada bagian akhir doa Bapa Kami hal ini juga ditekankan “…dan Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya.” Di sini kita bisa melihat dan merenungkan kemahakuasaan Allah yang tercermin dalam diri Yesus Kristus yang menyelamatkan manusia dari dosa. Maka untuk itu, kita patut mengucap syukur atas anugrah yang boleh kita terima.
                                                                                              
III. TANGGAPAN – TANGGAPAN  LAIN DARI AGAMA ISLAM DAN KRISTEN
Berdasarkan hasil diskusi saya dengan beberapa teman mahasiswa teologi dari Universitas Sunan Kalijaga, mereka banyak memberi tanggapan dan masukan yang menjelaskan tentang bagaimana konsep dosa dan pengampunan yang dipahami dalam Islam. Apa yang mereka jelaskan mengenai konsep dosa dalam Islam kurang lebih memiliki dasar yang sama dengan apa yang dipahami dalam Kristen; bahwa dosa adalah tindakan yang dilakukan manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.[6] Yang menarik bagi saya adalah: (1).konsep tentang dosa seseorang yang telah meninggal dapat diampuni oleh karena doa-doa saudara dan sahabat-sahabatnya selama masih hidup, serta (2).konsep tentang neraka yang dihuni oleh orang berdosa selama menjalani masa hukumannya (kemudian setelah membayar dosanya di neraka ia dapat ikut masuk ke surga). Konsep ini sama seperti apa yang dipahami oleh orang-orang Kristen Katolik tentang api penyucian. Dalam ajaran gereja yang saat ini dipegang oleh Gereja Katolik Roma, dikenal apa yang disebut dengan purgatori yakni tempat antara dimana orang mati berada sebelum masuk surga. Disitu, orang yang mati menjalani penyucian. Maka, purgatori juga disebut dengan api penyucian. Sebenarnya ajaran ini hendak mengatakan bahwa untuk masuk ke surga yang suci, orang harus disucikan dulu. Penyucian bisa terjadi lewat pertobatan. Bila orang masih hidup, orang itu tentu bisa menerima penyucian lewat pertobatan yang dilayankan oleh gereja, tetapi bila ia sudah mati maka penyuciannya dilakukan dalam purgatori itu. Sebaliknya, dalam Kristen Protestan kita tidak menemukan konsep mengenai apa penyucian. Dalam Kristen Protestan orang-orang yang sudah mati masih harus menantikan saat tibanya penghakiman akhir itu. Tidak jelas disebutkan dimana mereka harus menjalani masa penantian, namun penjelasan yang sering diberikan adalah mereka berada di Firdaus[7] (tidak jelas dimana Firdaus itu berada).

Hal menarik lainnya adalah mengenai dosa besar dan dosa kecil dalam Islam. Dalam Kristen kita tidak mengenal dosa dalam ukuran besar atau kecilnya, yang ada adalah tentang doktrin gereja yang mengajarkan tentang dosa keturunan. Dalam Islam sendiri pengertian dosa besar dimengerti sebagai kesalahan besar terhadap Allah karena melanggar aturan pokok yang diancam dengan hukuman berat, dunia dan akhirat. Sedangkan dosa kecil dimengerti sebagai kesalahan ringan terhadap Allah berupa pelanggaran ringan mengenai hal-hal yang bukan pokok yang hanya diancam dengan siksaan ringan. Yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah, apa ukuran dosa dapat dikatakan besar atau kecil? Banyak ahli-ahli teologi Islam juga memberi jawaban untuk hal ini, seperti misalnya bagi Ja’afar bin Mubasysyir yang mengatakan bahwa dosa besar itu ialah setiap niat yang digunakan untuk melakukan perbuatan dosa dan setiap orang yang melakukan perbuatan maksiat dengan sengaja adalah dosa besar, atau beberapa pendapat-pendapat dari beberapa ulama yang mengatakan bahwa dosa besar dan dosa kecil dapat di lihat bila kita membandingkan kerusakan-kerusakan yang diakibatkan oleh dosa-dosa tersebut. Apabila pada kenyataannya kerusakan yang ditimbulkan itu hanya sedikit, maka yang demikian itu adalah dosa kecil, tetapi bila kerusakan yang ditimbulkannya itu seimbang atau lebih besar, maka hal itu merupakan dosa besar.[8] Di Kristen pengertian dosa besar dan dosa kecil tidak ada dibahas, tidak ada yang nama dosa kecil atau dosa besar; dosa ya tetap dosa. Kamu tetap tidak akan dibenarkan apabila kamu terbukti melakukan tindakan salah dan tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Hanya saja seperti yang telah kita bahas diatas, karena kasih dan anugrah Allah sehingga Ia mengutus anakNya, Yesus Kristus untuk menyelamatkan manusia dari dosanya. Yang cukup fenomenal dalam dokrin Kekristenan adalah konsep tentang dosa keturunan yang dimiliki manusia sejak Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Dalam ajaran Islam tidak ada yang namanya dosa keturunan. Ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, Ia bertobat dan Allah mengampuni mereka. Setiap dosa yang dilakukan oleh manusia, dia sendirilah yang harus membayar dosa-dosanya. Sehingga dalam kasus Adam dan Hawa tidak ada dosa yang turunkan.

IV. REFLEKSI
Ajaran dan pemahaman kedua agama besar ini tentang dosa dan pengampunan cukup jelas memperlihatkan bahwa sebagai umat beragama dosa dan pengampunan menjadi sesuatu yang sangat populer bagi hidup manusia. Keduanya sama-sama memahami dosa sebagai bagian yang tak dapat terlepas dari kehidupan manusia, dan untuk itu manusia memerlukan pengampunan/tobat sebagai tanda penyesalannya yang tulus akan dosa yang telah ia lakukan.

Walaupun tidak bisa disangkal bahwa kedua agama besar ini punya konsep dan cara memahami yang berbeda tentang dosa. Setiap agama tentu saja memiliki pemahaman yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan, dan inilah keanekaragaman yang patut kita syukuri dengan saling menghargai dan menghormati ajaran agama satu sama lain. Yang jelas kita ketahui bahwa keduanya menjelaskan dosa sebagai suatu tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah sedangkan pengampunan adalah apa yang diberikan Allah kepada umatNya sebagai tanda kasihNya bagi seluruh umat yang percaya kepadaNya.



[1] Berdasarkan buku : Moucarry, Chawkat (Terj: Pdt. Djaka Soetopo). Two Prayers for Today. 2007
[2] Wakil dari ortodoxi Islam 
[3] Doa Muhammad didasari atas hak istimewanya sebagai nabi terakhir, dan Allah telah mengampuni dosa-dosanya terlebih dahulu. Untuk itu sebagai hasil dari doa-doa nabi, Allah mengampuni dosa-dosa orang Muslim.
[4] Wakil dari ortodoxi Islam 
[5] Salah satu aliran mistik Islam yang sangat berpengaruh dalam komunitas Muslim
[6] Imam Al-Ghazali, Rahasia Taubat, terj. Muhammad Bagir. Bandung:Mizan Media Utama. 2003,p. 61
[7] Merujuk kepada Luk. 23:43
[8] Hasil diskusi dengan Erina (Mahasiswi teologi UIN Sunan Kalijaga angkatan 2010) pada hari Selasa, 10 Desember 2013

No comments:

Post a Comment