Wednesday, 6 August 2014

Monotheisme Yahudi-Kristen --> Yesus Anak Allah dan Yesus Anak Manusia dalam Perspektif Teologi Yohanes 1:1

I.         PENDAHULUAN
Gelar Anak ALLAH dan Anak Manusia dalam Tradisi Yahudi dan Kristen
Dalam tradisi keyahudian kedua gelar atau penyebutan ini sering digunakan untuk merujuk kepada orang-orang pilihan Allah. Sebutan anak Allah bisanya diberikan kepada bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah, serta kepada raja-raja Israel yang telah di urapi Imam untuk menjadi pemimpin bangsa Israel sebagai orang pilihan Allah. Dengan kata lain ungkapan anak Allah dipahami sebagai bentuk khiasan dalam tradisi keyahudian. Di dalam tulisan-tulisan Yahudi, pemakaian gelar anak Allah tidak pernah diartikan bahwa orang yang menyandangnya mengambil bagian di dalam kodrat ilahi.[1]  Begitupun dengan gelar anak manusia. Gelar ini harus di lihat secara kontekstual bersamaan dengan zaman pembuangan yang digambarkan oleh para nabi perjanjian lama; ada pengharapan eskatologis yang ditinggal oleh nabi terkait dengan konteks zamannya. Dari sana kemudian muncul nubuat-nubuat akan lahirnya seorang mesias yang akan membebaskan bangsa Israel dari perbudakan dan penjajahan. Sama seperti yang digambarkan oleh nabi Yesaya terkait dengan akan lahirnya Sang Mesias itu. Yesaya menggambarkan sosok Mesias sebagai seorang manusia (utusan Allah) yang datang membebaskan bangsa Israel dari perbudakan (dengan jelas digambarkan bahwa Sang Mesias yang akan lahir itu dari keturunan Daud), sehingga dalam tradisi Yahudi seterusnya konsep akan Mesias (Almasih) yang berarti: “Yang terurapi” menjadi bagian yang terus melekat dalam pengharapan bangsa Israel.[2]

Dalam tradisi keKristenan konsep tentang anak Allah dan anak manusia sering kali menjadi perdebatan. Kelompok-kelompok tertentu terkadang bersikap keras bahwa Yesus adalah anak Allah, atau Yesus sebagai anak manusia saja. Namun keempat injil dengan jelas menyakatakan tujuannya yang menggambarkan Yesus sebagai Kristus, anak Allah. Markus mengungkapkan imannya lewat kesaksian akan riwayat hidup Yesus dengan tujuan untuk menekankan bahwa Yesus adalah Kristus dan anak Allah dalam penderitaanNya, dalam sengsara dan wafatNya. Matius juga kurang lebih menekankan hal yang sama, berdasarkan konteksnya sendiri ia ingin menekankan bahwa “Kristus adalah penggenapan hukum taurat” dengan menggambarkan gereja sebagai pemenuhan cita-cita dan harapan Israel. Begitu pula dengan Yohanes. Agaknya injil yang satu ini benar-benar menekankan sosok Yesus dalam keunikanNya sebagai anak Bapa; ia menekankan kesatuan Yesus dengan Allah Bapa. Antara kedua pola ini, Yesus sebagai manusia dan Yesus sebagai Allah, terwujudkan misteri Yesus dari Nazaret yang oleh Gereja purba imani sebagai Kristus, Anak Allah.[3] Dengan kata lain, konsep Anak Allah dan anak manusia dalam tradisi kekristenan lahir dari pemahaman akan injil yang menggambarkan sosok Yesus dengan Sang Bapa serta karyaNya (kematian dan kebangkitanNya) yang mendapat arti Ilahi dalam pengalaman iman Kristen.

II.      YESUS SANG ANAK ALLAH DAN ANAK MANUSIA DALAM PERSPEKTIF TEOLOGI INJIL YOHANES 1:1
Logos dan Daging (Yohanes 1:1)
Yohanes 1:1 menjadi fokus teologi penulis dalam mengungkapkan imannya. Yohanes menekankan kata logos yang sepertinya telah dipahami konteks pembacanya. Kata “logos” merupakan kata dalam bahasa Yunani yang memiliki makna yang cukup luas; biasanya diterjemahkan secara umum sebagai “kata”, “pesan”, “uraian”, atau “kisah”. Sepertinya kata “logos” memang lazim digunakan pada zaman penulis, maraknya istilah ini berkembang dikalangan (Filsafat Helenis Romawi) umum sepertinya menjadikan istilah ini lebih mudah digunakan untuk menjelaskan teologi penulis Yohanes tentang Kristus di tengah-tengah pembacanya. Penggunaan kata “logos” dalam Yohanes 1:1 tidak lantas menjadikan penulis Yohanes jatuh dalam konsep “logos” yang berkembangan di kalangan umum konteks Helenis Romawi. Ia menegaskan bahwa “logos” yang hendak ia jelaskan adalah logos yang sudah ada sebelum penciptaan dan yang berinkarnasi.

James Dunn menjelaskan bahwa sepertinya Yohanes telah menyatukan dua cara yang agak berbeda untuk memahami Kristus dalam kekristenan abad pertama. Di satu sisi, ada konsep Hikmat dan Logos yang mengidentifikasi Kristus sebagai hikmat-Logos yang pre-existent dan personal. Di sisi lain, ada pemikiran bahwa Kristus adalah Anak Allah yang diutus oleh Bapa. Menurutnya penulis Yohanes kemudian menyatukan kedua konsep tersebut (pribadi yang berpraeksistensi dan Anak Allah yang diutus) dan kemudian berbicara perihal tentang Kristus sebagai anak yang diutus dari atas, serta sebagai pribadi yang diutus keluar dari kemuliaanNya, yang memiliki pra-eksistensi.[4]

Dengan kata lain sepertinya Yohanes 1:1, dimana penulis menyebut kata “logos” sebagai Allah (Theos) kadalah karena Dialah Anak Allah yang menyatakan Bapa dan kemuliaanNya kepada umat manusia. Logos adalah Allah justru karena Ia adalah penyataan diri Allah, dan sebagai Anak Allah, Ia menanggung dan menyatakan kemuliaan yang sama dengan Allah. Untuk itulah sejak awal Yohanes telah menyoroti sifat penyataan Allah dalam Logos dengan menempatkan “Theos” dalam posisi yang menonjol dengan pernyataan tegas bahwa καὶ θεὸς ἦν ὁ λόγος. Sepertinya Yohanes ingin membuat Allah yang dapat dikenal oleh manusia, dalam diri Yesus, yakni Logos yang berinkarnasi dan ditinggikan sama seperti Allah.[5]

Penjelasan tentang Yesus sebagai Anak Allah dan Anak Manusia dalam Yohanes 1:1
Di atas telah di jelaskan bagaimana pemikiran Yohanes terhadap konsep “logos” yang ia gunakan dalam merumuskan teologinya. Bagi Yohanes “logos” adalah utusan Allah (Anak Allah) yang hadir ke dalam dunia sebagai bentuk manifestasi Allah dengan tujuan karya penyelamatanNya. Injil Yohanes yang begitu menekankan keallahan Yesus, entah sebagai Anak Allah atau bahkan sebagai Anak Manusia, tidak bisa dimulai dari hanya tanda-tanda yang dilakukanNya, atau dari kelahiranNya saja, tetapi dimulai dari “surga” dan bukan di dunia. Namun pekerjaanNya di dunia juga tidak bisa di abaikan begitu saja. Dalam injil Yohanes digambarkan pekerjaan Yesus di dunia, lewat tanda-tanda dan mujizatNya. Yohanes ingin memang memulai dasar pemahaman teologinya dari “logos” yang bersama-sama dengan Allah, namun penekanan selanjutnya ada pada logos yang hidup dan tinggal bersama-sama dengan manusia. Ia mau menjelaskan bahwa tidak ada seornag pun yang pernah melihat Allah, tetapi Anak Tunggal, yang adalah Allah sendiri itu menyatakan diriNya, dan memperlihatkan kemuliaanNya.

Yohanes 1:1 diungkapkan di awal sebagai dasar yang menekankan Yesus betul-betul berasal dari Allah, dan Ia hadir di dunia sebagai Anak Allah yang menyatakan kemuliaanNya. “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Bila coba di perhatikan baik-baik, ayat ini ingin mengatakan bahwa Firman adalah Allah, yang dengan kata lain Firman itu tidak sama dengan Allah, Firman terbedakan dari Allah. Tetapi, Firman itu adalah Allah. Berikutnya, Firman bersama-sama dengan Allah, yang menunjukkan bahwa pada mulanya memang adalah Firman (tidak ada apa-apa sebelum Firman). Firman hanya ada pada mulanya, yang menunjukkan kalau Dia “bersama-sama dengan Allah”, kalau Dia sama “pada mulanya” seperti Allah, kalau Dia “adalah Allah” (sama dengan Allah), serta kalau tidak ada pembedaan antara Allah dan Firman dalam hidup bersama yang sejak semula. Barrett mengemukakan bahwa Firman adalah Allah, tetapi bukan pribadi yang demikian (sama).[6] Sebagai pribadi mereka memang terbedakan tetapi sebagai “Allah” dalam arti sebagai yang “pada mulanya” mereka sama: “Firman adalah Allah.” Namun kemudian Allah menyatakan diri, menjadi Firman: bahwa Firman adalah Pewahyuan Allah. Kesatuan Yesus dengan Allah secara eksplisit dihubungkan dengan pewahyuannNya; Yesus hadir sebagai bentuk penyataan Allah.

Yesus yang hadir sebagai pewahyuan Allah merupakan penggambaran yang eksplisit dalam Yohanes 1:1. Yohanes 1:1 hanya merupakan dasar yang menjadi perkenalan akan siapa Yesus itu sebenarnya yang nantinya diterangkan oleh penulis Yohanes dalam bagian-bagain berikutnya. Yesus yang hadir sebagai pewahyuan Allah hadir di tengah-tengah manusia. Yohanes menggambarkan dengan jelas siapa Yesus. Tanda-tanda dan mujizat yang dilakukanNya merupakan sebuah bentuk penyataan kemuliaanNya kepada manusia yang belum juga disadari oleh manusia. Hingga pada puncaknya, kematian dan kebangkitanNya (demi menebus dosa manusia), kemulian Allah benar-benar nyata dan dapat disadari oleh seluruh umat manusia. Sama seperti Tomas yang mengakui kemuliaan Yesus sebagai Tuhan dan Allah menjadi sebuah bentuk bahwa Anak Manusia adalah Mesias yang akan dimuliakan melalui salibNya.  

III.   REFLEKSI
Penjelasan di atas sudah cukup menggambarkan bagaimana konsep Yesus Anak Allah dan Yesus Anak Manusia menjadi sebuah pemikiran teologis yang hingga sekarang pun masih ramai di diskusikan. Saya rasa Yohanes dengan cukup jelas memaparkan pemahaman teologinya ke dalam sebuah penggambaran akan sosok Yesus baik bagi dirinya maupun bagi konteks jemaatnya. Kita tidak bisa menapik bahwa pemikiran Yohanes ini pun juga menyesuaikan pada konteks zamannya; dimana budaya Helenis sangat berkembang dengan pemikiran-pemiran filsafat serta ajaran gnostik. Namun dibalik itu semua Yohanes mampu mengatasi konteks zaman dengan tetap fokus dan jelas dalam mengungkapkan apa yang menjadi pengakuan imannya.

Yohanes 1:1 menjadi sebuah pijakan yang unik dalam pemikiran teologisnya. Ia menjelaskan pemahaman imannya kepada jemaat dengan menyesuaikan penggunaan bahasa yang umum di gunakan di zamannya untuk lebih mudah menjelaskan pemikiran dan imannya tetang siapa Yesus dan bagaimana pekerjaanNya di dunia ini. Saya rasa dalam Yohanes 1:1 cukup jelas bahwa Firman adalah Allah, dengan kata lain Firman sama dengan Allah (Yesus adalah Anak Allah). Firman menyatakan kemuliaan Allah di dunia dalam diri Yesus Kristus. Di sini Yohanes memang “agak keras” dalam menjelaskan pemahaman teologisnya. Pemikiran Yahudi sejauh ini masih menjadi bagian dari penggambaran Yohanes, namun Firman yang menjadi manusia sepertinya agak sulit untuk diterima oleh orang-orang Yahudi. Bila melihat kembali ke belakang maka kita akan menemukan bagaimana konteks penulisan Yohanes (bagaimana ketegangan yang terjadi antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen). Monotheisme Yahudi dirasa mulai terusik, sehingga mengakibatkan ketegangan di antara keduanya. Uniknya, menurut saya penulis Yohanes hadir sebagai penyemangat bagi orang-orang Kristen yang tertindas dan mampu menguatkan iman mereka. Pengakuan Tomas di Yoh 20:28 menjadi sebuah dasar pengakuan iman yang menyebutkan bahwa Yesus adalah Tuhan dan Allah dan sekaligus menggenapi dasar teologi Yohanes yang telah disampaikan dalam Yoh 1:1.   

Dibalik konteks yang melarbelakangi penulisan Yohanes, satu hal yang ingin ia tekankan bahwa Yesus dengan segala unsur keilahian dan kemanusiaanNya hadir di tengah manusia dengan satu tujuan, yakni menyelamatkan manusia dari dosa. Ia yang mati, berkorban demi menebusa dosa-dosa manusia dan bangkit untuk menyatakan kuasa dan kemuliaanNya sebagai Allah yang berkuasa. Saya rasa inilah yang menjadi titik yang ingin dicapai oleh penulis Yohanes untuk dapat dimengerti oleh jemaat pembacanya; bahwa Allah yang berkuasa itu hadir di tengah-tengah mereka.



[1] Eckardt, A.Roy. Menggali ulang Yesus Sejarah: kristologi masa kini. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1996,p. 32-33
[2] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 180
[3] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 261-262
[4] Dunn, James D.G. Christology in the Making: An Inquiry into the Origins of the Doctrine of Incarnation. London: SCM Press.1980,p. 213-250
[5] bdk.Yoh20:28, dimana kita dapat menemukan sebuah pengakuan iman yang disampaikan lewat mulut Tomas.
[6] Barrett, C.K. The Gospel According to St.John. London: SPCK, 1962,p. 76

Tafsir Multi Metode Yohanes 20:24-29 "Yesus Menampakkan Diri kepada Tomas"

I.         LATAR BELAKANG
Injil Yohanes merupakan satu injil yang unik karena tidak bisa dilihat dengan cara pandang yang sama seperti ketiga injil sinoptik lainnya. Semua ahli sependapat bahwa Yohanes tidak (langsung) tergantung dari injil sinoptik.[1] Injil ini sejak awal sudah memberi gambarannya tentang siapa Yesus (Yoh 1:1) “bersama-sama dengan Allah[2]. Dengan demikian sejak awal penulis memang sudah memiliki cara pandang yang khas mengenai siapa Yesus; dengan menekankan kemuliaanNya sejak awal (Yoh 1:14) maka tidak mengherankan bila kemudian salib dikemukakan sebagai saat-saat kemuliaanNya dinyatakan dan kebangkitanNya sebagai sebuah puncak ekspresi yang menjelaskan keagungan Yesus. Untuk itu saya akan menafsir sebuah kisah kebangkitan Yesus ketika Ia menampakkan diri kepada Tomas; Yohanes 20:24-29 “Yesus Menampakkan Diri kepada Tomas” dengan metode multi-tafsir (Narasi, Struktur dan Redaksi) untuk melihat apa yang hendak disampaikan oleh penulis lewat kisah ini.

Konteks Penulisan
Semua injil tentu saja menyesuaikan pemberitaannya dengan sidang pembaca yang iman kepercayaannya mau dibina. Perlu kita ketahui bahwa antara sidang pembaca Yohanes dan “orang-orang Yahudi” ada ketegangan dan pertikaian sengit terkait dengan Yesus sebagai Mesias atau tidak (bdk.Yoh 10:24). Pada  kelompok itulah Yohanes mau mewartakan Yesus dengan tujuan membina iman kepercayaan umat. Serentak iman kepercayaan itu mau dibela terhadap serangan dari pihak Yahudi, kaum farisi dan ahli-ahli Kitab. Maksud itu dengan tegas dikemukakan oleh penulis dalam Yoh.20:31. Teks yang akan kita bahas mempunyai maksud khusus bagi  penulis (untuk itu kisah ini tidak terdapat dalam ketiga injil sinoptik). Tomas yang dikisahkan dalam perikop ini merupakan sebuah gambaran bagi jemaat pembaca sebagai orang yang harus melihat dengan meraba-raba sebelum mau percaya. Tokoh Tomas mewakili iman jemaat yang percaya hanya bila mereka melihat (ada saksi), karena itu dalam narasi kemudian Yesus memuji bahagia mereka yang tidak melihat namun percaya. Keterangan semacam itu menanggapi sebuah masalah para sidang pembaca perihal Yesus yang telah bangkit itu.[3]

Karakterisasi
Murid-murid yang lain. Melihat kondisi dan keadaan yang semakin “kacau” setelah kematian Yesus, murid-murid kemudian mulai bersembunyi karena takut kalau saja mendapat serangan dari orang-orang yang tidak menyukai Yesus (orang Farisi). Dalam kisah Yesus menampakkan diri kepada murid-muridnya di perikop sebelumnya dijelaskan bahwa mereka berkumpul di suatu tempat dengan pintu-pintu yang terkunci karena mereka takut kepada orang-orang Yahudi. Di sana kemudian Yesus menampakkan diri memberikan Roh Kudus kepada murid-murid, namun sayangnya dalam kisah selanjutnya bersama dengan si Tomas rupanya murid-murid kurang percaya diri dengan kuasa yang diberikan kepadanya, sehingga mereka tetap mengurung diri di rumah yang pintu-pintunya dikunci itu.[4]
Tomas mungkin hadir dalam kisah “khusus[5] ini sebagai sebuah gambaran yang mewakilkan bagaimana perasaan murid-murid setelah kematian Yesus; keragu-raguan (ayat  25b) dan diikuti pengungkapan iman pada akhirnya (ayat 28).[6] John Macarthur menyebutkan bahwa Tomas memiliki karakater seorang yang pesimis dan melankolis. Pada kisah kebangkitan Lazarus Tomas menunjukkan karakter orang nekat; apa pun dilakukannya asal bisa bersama Yesus (ayat. 16). Karakter nekat yang ditunjukkan oleh ayat 16 adalah karena rupanya rasa pesimis Tomas mengaburkan keberaniannya; Ia lebih memilih mati bersama Yesus dari pada harus kehilangan Dia (bdk.Yoh.15:5). Kasihnya kepada Yesus sangat kuat sampai ia rela mati bersama dengan Yesus ketimbang harus berpisah denganNya.[7]
Menurut John Macarthur, Yesus dalam kisah ini digambarkan sebagai seseorang yang lembut, dan penuh kasih ketika berbicara dengan Tomas.[8]
Narator Yohanes rupanya sangat menghayati pengalaman imannya ini. Ia menggambarkan setiap detik dalam kisah dengan detail (soal hari, suasana, dan hal-hal detail seperti pintu-pintu yang terkunci). Perlu kita ketahui bahwa ketika penulis menulisakan pengalaman imannya ini pastinya dilatarbelakangi dengan konteksnya sendiri; keadaan yang digambarkan oleh narator (pintu-pintu terkunci) menggambarkan rasa takut sehingga harus bersembunyi.[9] Narator dalam kisah ini bertugas sebagai seorang pencerita, sebab sepertinya tidak ada gambaran yang jelas apakah narator juga turut mengambil bagian dalam kisah.

Alur
Narator menuliskan kisah ini dengan bentuk alur maju. Dimulai dari kisah di ayat 24 ketika
Tomas yang dalam kisah sebelumnya (ay.19-23) tidak bersama dengan mereka kemudian diberitahukan bahwa Yesus datang dan telah menemui kesepuluh murid lainnya itu. Pada ayat 25 setelah mendengar hal itu, sikap skeptis Tomas mulai nampak dan meragukan hal tersebut, sehingga ia berkata “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.” Kisah berhenti pada titik ini. Narator kemudian melanjutkan kisahnya setelah delapan hari kemudian yang dijelaskan dalam ayat 26-29. Dimulai ketika murid-murid berkumpul dalam rumah (ada penegasan bahwa kala itu Tomas juga sedang berada bersama mereka) dan pintu-pintu terkunci. Pada saat itulah Yesus datang menampakkan diri ditengah-tengah mereka sambil memberi salam. Setelah itu, di ayat 27 perhatian di arahkan kepada Yesus dan Tomas. Yesus menyuruh Tomas mencucukkan tangannya ke dalam lambungNya. Klimaks kemudian ditunjukkan pada ayat 28, saat dimana Tomas mengungkapkan pengakuan imannya dengan berkata”Ya Tuhanku dan Allahku” sebuah bentuk pengungkapan iman yang belum pernah dikatakan sebelumnya dalam seluruh kitab perjanjian baru. Narator mengakhiri kisah ini dengan sebuah kalimat  (yang cukup terkenal sebagai pedoman bagi umat Kristen) “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.

Setting
Dari segi setting, dalam teks dijelaskan bahwa ada dua bagian cerita yang bersambungan; bagian pertama dari ayat 24-25 dan ayat 26-29. Pada bagian pertama narator menjelaskan bahwa kejadian itu sepertinya terjadi pada hari yang sama (malam pada hari pertama minggu itu, dengan pintu-pintu yang terkunci, serta suasana yang hening) saat Yesus menampakkan diri kepada murid-muridnya (ayat 19-23), karena di ayat 24 ada kata “tetapi” yang mengawali cerita yang menunjukkan bahwa ada kesinambungan dengan kisah sebelumnya. Pada bagian kedua (ayat 26-29) menjelaskan bahwa delapan hari kemudian barulah kejadian yang sama (Yesus menampakkan diri) terulang lagi, di dalam rumah yang pintu-pintunya  terkunci dan suasana yang hening (kejadiannya terjadi mungkin sama dengan kisah sebelumnya, yakni malam hari).

II.      TAFSIR YOHANES 20:24-29
24Tetapi Tomas, seorang dari kedua belas murid itu, yang disebut Didimus, tidak ada bersama-sama mereka, ketika Yesus datang ke situ.
Θωμᾶς ..... ὁ λεγόμενος Δίδυμος. Nama Tomas diikuti dengan nama lain (nama panggilan) yang disebut Didimus, artinya kembar.[10] Baik nama Tomas dan Didimus, keduanya memiliki arti yang sama yakni twin (kembar); Tomas (Θωμᾶς) adalah nama dengan bahasa Aram yang berarti kembar.[11]  Walaupun begitu, dari keempat injil tidak ada satupun yang pernah menyinggung perihal saudara kembar Tomas itu, hal jelas yang kita ketahui adalah bahwa Tomas merupakan salah satu dari dua belas murid. Dalam Injil Yohanes, nama Tomas yang disebut Didimus disebutkan sebanyak dua kali; pertama pada kisah kebangkitan Lazarus (Yoh.11:16) dan yang kedua pada kisah penampakan Yesus kepada Tomas (Yoh.20:24).
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah dimana Tomas ketika Yesus menampakkan diri kepada murid-murid? Melihat karakter Tomas yang cenderung sering pesimis, sepertinya Tomas sangat merasa kehilangan, harapannya mungkin saja hancur seiring kematian Yesus, seseorang yang sangat ia kasihi telah tiada dan membuat hatinya sunggguh terluka. Ia mungkin lebih memilih menyendiri; bahkan dari murid-murid yang lain.[12] Penulis Yohanes memang sangat mendramatisir tulisannya. Setiap narasi digambarkan dengan sangat detail sehingga membuat pembaca benar-benar dapat merasakan apa yang di rasakan oleh tokoh dalam narasinya.

25Maka kata murid-murid yang lain itu kepadanya: Kami telah melihat Tuhan!
Tetapi Tomas berkata kepada mereka: Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya.
ἑωράκαμεν τὸν κύριον. Kata ini sebelumnya telah diucapkan oleh Maria (ayat 18) dan diulang kembali oleh murid-murid untuk menunjukkan bahwa Yesus telah benar-benar bangkit. Namun dalam narasi ternyata Tomas belum juga percaya apa yang dikatakan oleh para murid. Ia menunjukkan sikap skeptisnya dengan mengatakan bahwa ia tidak akan percaya sebelum melihat dan menyentuk bekas luka-luka Yesus. Menurut John Macarthur, sepertinya Tomas menolak pengharapan baru itu bila hanya untuk dihancurkan lagi.[13] Apa yang membuat tokoh Tomas berbeda bukan karena keragu-raguannya yang besar, tetapi karena rasa kehilangannya yang besar.
τὸν τύπον (tupon=mark) memiliki makna yang unik. Di masa lampau kata ini dibaca dengan arti “the place” (topon); terjemahan ini mungkin merupakan hasil adopsi. Tomas tidak hanya ingin melihat bekas luka di tanganNya, tetapi juga mencucukkan tangannya ke dalam bekas luka itu. βάλω merupakan kata yang digunakan untuk dalam narasi untuk menggambarkan kata “mencucukkan” (dalam bahasa Indonesia). Menurut Tasker, hal ini mungkin karena katar thrust (dorongan) merupakan terjemahan yang terlalu “keras” untuk menggambarkan narasi Tomas, sehingga terjemahan yang digunakan adalah bentuk yang lebih lembut/lemah yakni kata “put”.[14] Menariknya, injil Yohanes tidak pernah menyinggung bekas paku pada kaki Yesus (bdk.Yoh. 21:20), walaupun dalam Lukas 24:39 dijelaskan bahwa pada kaki Yesus juga terdapat bekas luka paku.

26Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Tomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: Damai sejahtera bagi kamu!
μεθ᾽ ἡμέρας ὀκτὼ. Dalam tradisi kuno, hari pertama dan hari terakhir dihitung ke dalam satu kesatuan. Jadi 8 hari=1 minggu, sehingga ketika kisah ini terjadi tepat 1 minggu setelah Paskah.[15] Menurut J.H.Bernard, sepertinya murid-murid masih harus tinggal di Yerusalem selama minggu pra-perayaan Paskah Yahudi karena tiap mereka harus mempersiapkan segala sesuatu atau (mungkin juga) karena untuk beberapa alasan mereka percaya bahwa Yesus akan menampakkan diri lagi.[16] Setelah pertemuan pertama murid-murid dengan Yesus, rupanya mereka yang pada saat itu menerima Roh Kudus (ayat.23), tidak melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan; mereka justru malah berkumpul di ruangan yang sama (mungkin) dengan pintu-pintu terkunci. Tomas yang dalam penampakan pertama Yesus pada murid-murid tidak hadir, saat ini juga ikut berkumpul bersama mereka. Dari segi konteks penulisan kita sudah tahu mengapa pintu-pintu terkunci sementara mereka di dalam rumah.[17] Penulis Yohanes menuliskan ἔρχεται ὁ ἸησοῦςTetapi Yesus datang[18] yang bila dibandingkan dengan ἦσαν οἱ μαθηταὶ Tiba-tiba Yesus datang[19] (ayat.19) memiliki arti yang lebih. Dalam ayat ini, kata Yunani yang digunakan lebih menunjukkan bahwa Yesus benar-benar diharapkan kedatangannya; Ia mungkin sudah diperkirakan akan datang, berbeda dengan ayat.19 yang kedatangan Yesus secara “mendadak”. Narasi yang disampaikan Yesus ketika berdiri di tengah-tengah mereka merupakan narasi yang sebelumnya juga diucapkan dalam ayat 19 dan Luk.24:36 καὶ ἔστη εἰς τὸ μέσον καὶ εἶπεν, Εἰρήνη ὑμῖνDamai sejahtera bagi kamu” Ramsey menjelaskan bahwa narasi Yesus ini merupakan salam yang menunjukkan kehadiran Yesus di tengah murid-murid ketika menampakkan diri setelah kebangkitanNya; diikuti dengan menunjukkan bekas-bekas paku di tangan, kaki dan lambungNya.[20] Sampai sekarang pun dalam tradisi Kekristenan, salam ini juga tetap menjadi salam yang menandakan bahwa Yesus hadir ditengah-tengah jemaat. 

27Kemudian Ia berkata kepada Tomas: Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.
εἶτα λέγει τῷ Θωμᾷ. Narator kemudian mengarahkan pembaca kepada Yesus dan Tomas sebagai pusat perhatian dengan memberi keterangan bahwa Yesus berbicara langsung kepada Tomas. Narasi Yesus membawa Tomas pada pemecahan keragu-raguan yang selama ini ia rasakan. Menurut John Macarthur, Yesus dalam narasi Yohanes menunjukkan gambaran seorang Imam Besar dalam Ibr.4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Yesus yang digambarkan Yohanes dalam perikop merupakan pribadi yang benar-benar merasakan apa yang dirasakan oleh Tomas. Ia memperlihatkan bahwa Ia tahu apa yang dipikirkan Tomas dan bagaimana reaksinya; Ia mampu membaca hati manusia. Narasi perkataan Yesus ἴδε τὰς χεῖράς μου, “look at my hands,[21]” mengarah pada kata ...βάλε εἰς τὴν πλευράν μου, “put your hand into my side” sebagai “undangan” kepada Tomas untuk mencucukkan tangannya ke dalam pakaian Yesus untuk meyakinkannya bahwa Yesus benar-benar telah bangkit dan tidak perlu ada keraguan dari Tomas. καὶ μὴ γίνου ἄπιστος, ἀλλὰ πιστός, “dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah” narasi ini di ucapkan kepada Tomas secara langsung, tetapi seperinya juga bersifat umum ditujukan kepada para murid dan para pembaca.

28Tomas menjawab Dia: Ya Tuhanku dan Allahku!
Apa yang disampaikan oleh Yesus dalam narasi di atas, membawa Tomas pada kesadaran terdalamnya.
Narator tidak menjelaskan apakah Tomas benar-benar mencucukkan tangannya ke dalam bekas luka-kula paku di tubuh Yesus. Sama seperti dalam kisah Maria Magdalena (ayat.16) yang menjawab “Rabboni”, Tomas juga kemudian menjawab Ο κύριός μου καὶ ὁ θεός μου. Tomas menyebut Yesus dengan sebutan “Tuhanku dan Allahku”, sebuah sebutan yang terdapat hanya dalam injil Yohanes.[22] Pengakuan Tomas membawa kita pada inti teologi penulis. Penulis injil Yohanes memang sudah sejak awal ingin menyampaikan kabar baik itu lewat caranya sendiri. Injil Yohanes telah menjelaskan siapa Yesus jauh sebelumnya; θεὸς ἦν ὁ λόγος. Injil Yohanes berbeda dengan ketiga injil lainnya karena penulis sudah sejak awal memperlihatkan sosok Yesus dan keIlahianNya, hanya saja puncak kesadaran manusia akan sosok Yesus baru pada kebangkitanNya. Kebangkitan Yesus dalam injil Yohanes punya peran yang besar dalam kehidupan jemaat pembaca zaman itu hingga pada zaman sekarang. Penulis mau memperlihatkan bahwa yang penting adalah Allah menyatakan kesatuaanNya dengan Yesus lewat kebangkitanNya. Yesus dinyatakan telah masuk ke dalam kemuliaan Allah, oleh Allah sendiri.[23] Pengakuan Tomas ini adalah titik teologi Penulis, yang sebenarnya telah sejak awal diungkapkan dalam Yoh.1:1.

29Kata Yesus kepadanya: Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.”
Dalam ayat ini narasi perkataan Yesus menurut LAI tidak berbentuk interogatif, tetapi dalam beberapa versi lainnya BIS “Engkau percaya karena sudah melihat Aku, bukan?” NAS Because you have seen Me, have you believed? narasi perkataan Yesus ini berbentuk interogatif. Menurut Tasker kalimat ini bisa menjadi sebuah pertanyaan dari Yesus yang ditujukan kepada Tomas, namun sebagai sebuah pertanyaan, kalimat ini membutuhkan jawaban yang dalam teks tidak disediakan.[24] Jadi, menurut Ramsey, pertanyaan ini sebaiknya dimngerti dalam bentuk pernyataan “You believe because you have seen me.[25] ὅτι ἑώρακάς με menjelaskan bahwa kata yang ditekankan penulis adalah “melihat” bukan “menyentuh” seperti yang diucapkan Yesus kepada Tomas dalam ayat 27. Tomas sadar dengan ucapan Yesus dalam ayat 27, ia diyakinkan sama seperti murid-murid lainnya bahwa mereka telah melihat Yesus. Ia percaya karena ia telah melihat, sama seperti murid-murid lainnya.

III.   KESIMPULAN
Penulis Yohanes dalam hal ini cukup fokus kepada sosok tokoh Tomas sebagai gambaran dari murid yang ragu-ragu dalam imannya sebelum melihat bukti kebangkitan Yesus. Penggambaran tokoh Tomas menjelaskan tidak hanya perihal konteks jemaat pembaca tetapi juga relevan hingga bagi jemaat zaman modern ini. Yohanes menggambarkan pemikiran teologinya ke dalam narasi kehidupan, ajaran, kematian, hingga kebangkitan Kristus. Sejak awal penulis menggambarkan sosok Yesus yang “abstrak” itu. Dalam Yoh.1:1 penulis Yohanes sudah menjelaskan dasar dari inti teologinya, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Sejak semula seluruh pandangan penulis Yohanes sudah mempunyai corak yang khas dari ketiga injil lainnya; seluruh injil Yohanes merupakan pewahyuan Yesus, baik dalam bentuk “tanda” maupun penekanan “kemuliaanNya”.

Dalam perikop Yohanes 20:24-29 ini kata “Ia manampakkan diri” secara harafiah sama dengan Kejadian 12:7 “Yahwe menampakkan diri kepada Abraham”. Jadi bentuk kata ini mengandaikan kemuliaan Yesus di surga (sama seperti Yoh.1:1). Namun, tentu saja kemuliaan itu tidak dapat dibayangkan tanpa kebangkitan, sebab kebangkitan adalah satu aspek dari kemuliaan. Kebangkitan adalah unsur dari pengesahan Allah: kemenangan atas maut dengan tubuh yang mulia. Pengalaman Paskah merupakan pengalamana dimana Yesus yang menampakkan diri sebagai Tuhan yang mulia. Pengalaman itu tidak hanya sulit digambarkan, tetapi juga sulit diterangkan. Untuk itu penulis Yohanes sendiri menjelaskan kemuliaan Yesus yang telah ada sejak awal dalam bentuk Yohanes 1:1 dengan tanda-tanda dan mujizat untuk memperlihatkan Yesus yang “abstrak” itu kepada jemaat pembaca. Dan kebangkitanNya merupakan wujud penyataan Allah kepada dunia ini, sebuah wujud penyataan akan kemuliaanNya kepada manusia yang lemah.

Penulis Yohanes memfokuskan dirinya kepada pribadi Yesus. Karena pengalaman pribadi merupakan fokus, maka injil ini berbeda dengan injil Markus yang justru menekankan kesatuan Yesus dengan nasib manusia. Tomas yang dikisahkan dalam perikop merupakan salah satu cara penulis Yohanes dalam mengungkapkan keyakinannya akan sosok pribadi Yesus. Jawaban Tomas “Ya Tuhanku dan Allahku” merupakan sebuah titik klimaks dalam kisah ini dimana penulis menonjolkan perbedaan Yesus dan manusia serta kesatuanNya dengan Bapa lewat pengakuan iman yang diucapkan oleh Tomas.


[1] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 165
[2] Bagian dimana Ia berbicara tentang diriNya sendiri dan tentang hubunganNya dengan Bapa.
[3] Bdk. Groenen, C. Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.1984,p. 145
[4] Lih. Michaels, J.Ramsey. John: A Good New Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 330
[5] Karena tidak di ceriterakan dalam injil-injil lainnya.
[6] Michaels, J.Ramsey. John: A Good New Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 330
[7] Lih. Macarthur, John. The New Testament Commentary John 12-21. Chicago. Moody Publisher.2008,p. 384
[8] Ibid,p. 385
[9] Bdk. Groenen, C. Pengantar ke dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius.1984,p. 167
[10] Lih. Tasker,G. John: Tyndale Nw Stetement Commentaries. USA. Varsity Press.1960,p. 226
[11] Lih. Bible Works: Θωμᾶς, , (Aramaic = ‘twin’) Thomas
[12] Lih. Macarthur, John. The New Testament Commentary John 12-21. Chicago. Moody Publisher.2008,p. 384-385
[13] Ibid,p. 385
[14] Tasker,G. John: Tyndale Nw Stetement Commentaries. USA. Varsity Press.1960,p. 226
[15] Lih. Michaels, J.Ramsey. John: A Good New Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 336
[16] Bernard,J.H. A Critical Commentary on The Gospel According to St.John Vol.2. Edinburgh.T&T Clark,38 George Street.1942,p. 680
[17] Karena mereka takut dengan serang orang-orang Yahudi.
[18] Terjemahan BIS (Bahasa Indonesia Sehari-hari)
[19] Ibid
[20] Lih. Michaels, J.Ramsey. John: A Good New Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 332
[21] Lih. Bible Works Yohanes 20:27
[22] Ada pengaruh konteks penulisan, dimana jemaat Kristen mendapat tekanan dari orang-orang Yahudi perihal Yesus sebagai Mesias; mungkin dianggap sebagai yang mengancam monotheisme Yahudi.
[23] Lih. Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 248
[24] Lih. Tasker,G. John: Tyndale Nw Stetement Commentaries. USA. Varsity Press.1960,p. 227
[25] Michaels, J.Ramsey. John: A Good New Commentary. San Francisco. Harper&Row Publisher. 1958,p. 336