Monday, 11 March 2013

Lost (Part 2)

Kring...
“halo pak”
“Rachell dapatkah kau pergi ke Paris untuk mengurus berita Pameran Alexander?”
“baik pak, akan saya urus.”
“ok, bersiaplah.”
Siang yang cukup terik diawal musim panas ini. Bosku, Mr.Andrew menugaskanku untuk melaporkan berita mengenai pameran Alexander musim ini di Paris, Prancis. Aku berada di Paris selama 1 minggu karena pameran akan dilangsungkan selama 5 hari, dan disana aku tinggal di sebuah penginapan di pusat kota Paris. Hari pertama ketika aku memulai pekerjaanku disana berlangsung dengan amat baik, begitu juga dengan hari-hari berikutnya. Selama berada disana aku juga memanfaatkan waktu luang untuk berjalan-jalan mengitari kota Paris, diantaranya dengan beberapa kali mengunjungi Bibliothèque Perpustakaan Nasional Perancis dan toko-toko buku tua. Aku memasuki sebuah toko buku tua dengan desain bangunan yang cukup unik yang mampu memikatku untuk berkunjung. Disana ternyata mereka memiliki beberapa koleksi buku baru, diantara buku-buku itu kutemukan buku berwarna putih dengan tulisan hitam bercetak tebal bertuliskan “Lost”, oh my God that’s my book that I wrote. Sambil tersenyum kuambil buku itu, sudah lama sekali sejak buku ini diterbitkan oleh penerbitku ketika aku masih tinggal di New York. Kubuka lembaran buku itu, mengingat kembali kisah yang dulu kutulis didalamnya. Seorang Pria tinggi tiba-tiba berdiri disampingku, ia mengambil buku yang sama denganku. Kuperhatikan pria itu membuka beberapa halaman didalamnya dengan serius kemudian pergi seakan tak menyadariku memperhatikannya. Aku tersenyum kecil didalam hati tak menyangka.

Pekerjaanku berakhir di hari ke-6 aku di Paris. Aku menghabiskan sisa waktu luang itu dengan berjalan-jalan ke beberapa tempat indah di Paris. Hari yang sungguh terik dimana kala itu kuputuskan untuk bersantai sejenak di sebuah mini cafe disepanjang jalan. Setelah menikmati makan siangku, kulanjutkan lagi perjalanan wisataku ini. Aku berjalan disepanjang jalan dengan sebuah peta kecil ditanganku, sesekali kubuka lembaran peta itu untuk melihat arah beberapa tempat. Sementara sibuk memperhatikan peta, seorang pria tiba-tiba menyambarku hingga terjatuh. “auch...rintihku”. Pria itu mengulurkan tangannya membantuku untuk berdiri, wajahnya yang menghalangi pencaran sinar matahari membuatnya terlihat bagaikan malikat. Kudengar suaranya meminta maaf dan menanyakan keadaanku, saat itu juga aku tersadar dari lamunanku dan menyambut tanganya yang telulur padaku. Ia mengucapkan kata maaf dalam bahasa Prancis, dan kubalas dengan mengucapkan “oui, je vais bien merci”. Setelah memastikan diriku baik-baik saja, ia berjalan pergi. Sambil berjalan pergi, kuperhatikan pria itu dari belakang. Sesosok bayangan timbul dikepalaku, pria yang kutemui di toko buku beberapa hari yang lalu. Ya, dia. Aku memastikan.

Sore itu aku kembali ke penginapan untuk berkemas, bersiap kembali ke London. Aku berjalan ditengah ramainya kota Paris, dengan pencaran sinar kuning kemerahan menyinari atap bangunan-bangunan membuat suasana sore yang damai. Malam itu aku merasa sangat kelelahan. Mungkin karena hari ini aku terlalu bersemangat, pikirku. Kubaringkan tubuhku diatas tempat tidur dan kemudian kupejamkan mataku, berharap mimpi indah menghampiriku.

* * *
NL Story

Saturday, 9 March 2013

Lost (Part 1)

Aku adalah aku yang tak’ kan pernah berubah. Aku berjalan mengikuti waktu, dan mengalir bagaikan air. Ketika aku terjatuh, kuyakinkan diriku untuk berdiri kembali. Dan ketika aku diatas, kupuaskalan diriku disana. Beberapa orang mengatakan bahwa hidup bagaikan roda yang berputar, benarkah itu? but I feel that I’m not that way.

17 tahun yang lalu semuanya diambil dariku. Harta, teman, bahkan keluargaku. Kupikir aku akan sirnah hilang ditiup angin, namun aku salah, sepasang suami istri mengadopsiku dan membawaku bersama mereka ke New York layaknya anak mereka. I fell so happy, that i’am not alone. But, i’m wrong. Mereka meninggalkanku. Mereka bohong padaku bahwa mereka akan selalu bersamaku karena nyatanya mereka tewas dalam kecelakaan mobil 2 bulan yang lalu.

I’m Rachell, 24th, a writer. Sekarang aku hidup hanya sebatang kara, tidak keluarga satupun yang kukenal. Ketika orang tuaku meninggal, tidak satupun dari keluarga mereka yang datang. Semenjak itu, aku pun mulai menutup diri dari orang lain. Aku memutuskan untuk pindah dan mencoba menjalani hidup baru lagi, aku pindah dan tinggal di sebuah apartement yang tidak terlalu besar di London, Inggris. Sebelum pindah Aku telah mulai bekerja sebagai seorang penulis dan telah menulis sebuah buku yang sudah diterbitkan bulan February lalu, buku itu kupersembahkan untuk kedua orang tuaku yang sangat aku kasihi. Setelah kepindahanku, aku tetap melakukan keseharianku. Hidup sebagai orang yang biasa-biasa saja. Melakukan survey dan menulis. Tak sering juga aku melakukan perjalanan tugas dari penerbit tempat aku bekerja untuk memantau beberapa hal. Kini 2 tahun berlalu, aku semakin lama semakin sibuk, bagaikan wanita gila kerja.

* * *

PENDIDIKAN DASAR BAGI MANUSIA!


PENDAHULUAN
Logika berfikir Aristoteles adalah suatu sistem berpikir deduktif, yang bahkan sampai saat ini masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal. Kontribusinya dalam ilmu pendidikan tidak diragukan lagi, walaupun banyak dari teorinya merupakan teori umum karena merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya. Sebagai seorang yang realis, Aristoteles menekankan adanya prinsip-prinsip pertama dari alam diamana diadakan sistematisasi atas data-data alam. Sebagai seorang realis ia mendasarkan pemikirannya pada pengalaman. Menurut Aristoteles, berdasarkan pengalaman barulah selanjutnya subjek memberikan uraian mendasar mengenai data-data pengalaman itu. Jelaslah bahwa ajaran Aristoteles yang mendasar mengenai epistemologi mempunyai corak realis. Ia memandang pengetahuan sebagai hubungan timbal-balik antara subjek dan objek, dengan berbagai implikasinya.[1]

Berbeda dengan Plato yang condong mengarah pada dunia-dunia idenya, Aristoteles lebih mengemukakan tentang bagaimana suatu kebiasaan memiliki peran penting dalam diri manusia. Kebiasaan – kebiasaan baik ataupun buruk – ini kemudian berkembang menjadi suatu pengalaman yang menentukan bagaimana manusia itu kedepannya.

PENGALAMAN SEBAGAI PENDIDIKAN
Tidak bisa kita pungkiri bahwa pengalaman merupakan guru terhebat yang kita miliki. Pengalaman telah mengajar kita sejak kecil untuk mengenal bagaimana dunia ini. Dalam teorinya, Aristoteles menjelaskan mengenai pentinya pancaindera manusia sebagai dasar pendidikannya. Ia sering mengamatai kecondongan anak-anak kecil untuk menyentuh benda-benda, mencium bunga, mengamati dunia sekitarnya, meresapi maknanya dan seterusnya. Oleh karena itu guru hendaknya mengembangkan tugas belajar yang sesuai dengan minat pembawaan itu.[2] Dari sini si Anak kemudian punya pengalaman dari apa yang ia lihat dan dapatkan. Jadi singkatnya, pengalaman adalah pendidikan dasar yang harus mendahului pendidikan formal (akal).

Dalam penerapannya bagi Pendidikan Kristiani, pengalaman pun juga merupakan salah satu hal yang penting. Seperti yang kita ketahui dalam salah satu teori yang diterapkan dalam PK, yakni SCP juga menuntut pengalaman sebagai dasar.  Pengalaman yang kita sharekan ini memampukan kita untuk lebih melihat bagaimana dan apa yang akan kita lakukan kedepannya. Setiap pengalaman yang kita bagikan dan dapatkan dari proses share, kita refleksikan dan tarik makna dan visi-visi kristen apa yang dapat kita temukan di dalamnya. Disini kita telah melakukan praksis (dari teori Aristoteles mengenai 3 cara untuk berfikir), yakni suatu tindakan yang dilakukan atas refleksi dimana tindakan dan refleksi kemudian berjalan bersama. Dan untuk melangkah pada tahap berikutnya dibutuhkan aksi yang merujuk kepada bentuk poiesis, yakni bentuk nyatanya.

Dari apa yang telah saya paparkan diatas, saya mencoba menarik kesimpulan bahwa pengalaman memang sangat penting. Pengalaman mengajar kita bagaimana kita bertingkah laku kedepannya, bagaikan guru yang yang setiap waktu mampu memberikan pemahaman baru dari setiap apa yang kita lakukan. Menurut saya, melihat keadaan zaman sekarang pengalaman penting untuk membentuk anak sejak dini. Dari apa yang telah disampaikan diatas, menurut saya anak cenderung belajar dari pengalaman fisik sehingga berpotensi untuk melakukan mimesis dari pengalaman apa yang ia dapatkan dan hal ini perlu diwaspadai, karena idealnya pengalaman semestinya membawa kita belajar untuk mencari apa yang lebih baik dari yang kita alami sebelumnya. Intinya, setiap pengalaman yang kita dapat juga mengajar dan mendorong kita bagaimana cara mencapai kebahagiaan kita kedepannya.




[1] Watloly Aholihab. Tanggung Jawab pengetahuan,p. 63
[2] Boehlke, Robert R. Sejaran perkembangan pikiran dan prakter PAK,p. 11