PENDAHULUAN
Logika berfikir Aristoteles adalah
suatu sistem berpikir deduktif, yang bahkan sampai saat ini
masih dianggap sebagai dasar dari setiap pelajaran tentang logika formal.
Kontribusinya dalam ilmu pendidikan tidak diragukan lagi, walaupun banyak dari teorinya
merupakan teori umum karena merupakan penjelasan dari hal-hal yang masuk akal dan sesuai dengan pemikiran masyarakat pada umumnya. Sebagai
seorang yang realis, Aristoteles menekankan adanya prinsip-prinsip pertama dari
alam diamana diadakan sistematisasi atas data-data alam. Sebagai seorang realis
ia mendasarkan pemikirannya pada pengalaman. Menurut Aristoteles, berdasarkan
pengalaman barulah selanjutnya subjek memberikan uraian mendasar mengenai
data-data pengalaman itu. Jelaslah bahwa ajaran Aristoteles yang mendasar
mengenai epistemologi mempunyai corak realis. Ia memandang pengetahuan sebagai
hubungan timbal-balik antara subjek dan objek, dengan berbagai implikasinya.[1]
Berbeda dengan Plato yang condong mengarah pada
dunia-dunia idenya, Aristoteles lebih mengemukakan tentang bagaimana suatu
kebiasaan memiliki peran penting dalam diri manusia. Kebiasaan – kebiasaan baik
ataupun buruk – ini kemudian berkembang menjadi suatu pengalaman yang
menentukan bagaimana manusia itu kedepannya.
PENGALAMAN
SEBAGAI PENDIDIKAN
Tidak
bisa kita pungkiri bahwa pengalaman merupakan guru terhebat yang kita miliki. Pengalaman
telah mengajar kita sejak kecil untuk mengenal bagaimana dunia ini. Dalam
teorinya, Aristoteles menjelaskan mengenai pentinya pancaindera manusia sebagai
dasar pendidikannya. Ia sering mengamatai kecondongan anak-anak kecil untuk
menyentuh benda-benda, mencium bunga, mengamati dunia sekitarnya, meresapi
maknanya dan seterusnya. Oleh karena itu guru hendaknya mengembangkan tugas
belajar yang sesuai dengan minat pembawaan itu.[2]
Dari sini si Anak kemudian punya pengalaman dari apa yang ia lihat dan
dapatkan. Jadi singkatnya, pengalaman adalah pendidikan dasar yang harus mendahului
pendidikan formal (akal).
Dalam
penerapannya bagi Pendidikan Kristiani, pengalaman pun juga merupakan salah
satu hal yang penting. Seperti yang kita ketahui dalam salah satu teori yang
diterapkan dalam PK, yakni SCP juga menuntut pengalaman sebagai dasar. Pengalaman yang kita sharekan ini memampukan kita untuk lebih melihat bagaimana dan apa
yang akan kita lakukan kedepannya. Setiap pengalaman yang kita bagikan dan
dapatkan dari proses share, kita
refleksikan dan tarik makna dan visi-visi kristen apa yang dapat kita temukan
di dalamnya. Disini kita telah melakukan praksis (dari teori Aristoteles
mengenai 3 cara untuk berfikir), yakni suatu tindakan yang dilakukan atas
refleksi dimana tindakan dan refleksi kemudian berjalan bersama. Dan untuk
melangkah pada tahap berikutnya dibutuhkan aksi yang merujuk kepada bentuk
poiesis, yakni bentuk nyatanya.
Dari
apa yang telah saya paparkan diatas, saya mencoba menarik kesimpulan bahwa
pengalaman memang sangat penting. Pengalaman mengajar kita bagaimana kita
bertingkah laku kedepannya, bagaikan guru yang yang setiap waktu mampu
memberikan pemahaman baru dari setiap apa yang kita lakukan. Menurut saya,
melihat keadaan zaman sekarang pengalaman penting untuk membentuk anak sejak
dini. Dari apa yang telah disampaikan diatas, menurut saya anak cenderung
belajar dari pengalaman fisik sehingga berpotensi untuk melakukan mimesis dari
pengalaman apa yang ia dapatkan dan hal ini perlu diwaspadai, karena idealnya
pengalaman semestinya membawa kita belajar untuk mencari apa yang lebih baik
dari yang kita alami sebelumnya. Intinya, setiap pengalaman yang kita dapat
juga mengajar dan mendorong kita bagaimana cara mencapai kebahagiaan kita
kedepannya.
No comments:
Post a Comment