PENDAHULUAN
Plato lahir pada
427 SM dari keluarga bangsawan Athena. Ia merupakan salah satu dari
Filsuf-filsuf besar sepanjang abad. Karyanya dikenal dimana-mana, dan berbagai
pemikirannya memperngaruhi kehidupan Kekristenan. Salah satu pemikiran Plato
yang terkenal adalah mengenai ide. Plato mengemukakan bahwa ide merupakan sesuatu
yang objektif, menurutnya ada ide-ide yang terlepas dari subjek yang berpikir. Ide-ide
tidak bergantung pada pemikiran, sebaliknya pemikiranlah yang bergantung pada
ide.[1]
Ide sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Ide-ide ini saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, ide tentang dua buah lukisan
tidak dapat terlepas dari ide dua, ide dua itu sendiri tidak dapat terpisah
dengan ide genap. Menurut Plato realitas dibagi atas dua dunia, yang pertama
adalah rasio dan panca indra. Dunia pertama adalah idea-idea dan yang kedua
ialah jasmani. Hal ini menjelaskan bahwa apa yang konkret bukanlah yang nampak,
yang konkret hanyalah ide. Idea-lah yang menyebabkan saya dapat mengenali
sekitar saya, ia berfungsi sebagai model atau contoh benda-benda yang kita
amati di dalam dunia ini, dan sifatnya tidak berubah (kekal) dan sempurna.
Sebaliknya, benda-benda jasmani dipandang hanya sebagai refleksi atau bayangan
dari dunia idea, selalu terjadi perubahan, fana, dapat rusak, dan dapat mati.
Menurut Plato idea ini juga disebut “jiwa”. Pemikiran
ini mempengaruhi pemikiran Kristen. Menurut Plato jiwa adalah pusat atau inti
sari dari kehidupan manusia. Plato meyakini bahwa jiwa manusia bersifat baka,
dalam arti bahwa jiwa tidak akan mati pada saat kematian badan, melainkan tetap
kekal karena sudah ada sebelum hidup di bumi ini (pra-eksisten dan tidak
tergantung dari tubuh).[2]
REFLEKSI PENGARUH
PEMIKIRAN PLATO TERHADAP KEKRISTENAN
Dalam pemahaman filsafat Plato tentang Tuhan, Tuhan
digambarkan bersifat antroposentris, sebab dalam teorinya ia mencoba menampik
satu Allah yang tunggal yang mengorganisir segala yang ada di dunia ini, dan
menurutnya semua pengetahuan dan keberadaan alam berdasar pada rasio manusia. Pemikiran
Kristen kenyataannya tidak seperti itu, dalam pemahaman Kristen Allah itu satu
dan tidak ada satu orang pun yang dapat mengenal Allah dengan kemampuan
manusianya. Oleh karena itu dalam pengenalan akan Allah dengan segala
keberadaannya, manusia tidak akan dapat menyelidiki dengan kemampuan dan
pengertian manusia sendiri. Atas dasar kemampuan apa manusia dapat mengenal
Allah, kalau bukan karena Allah sendiri telah menyatakan sebagai manusia dalam
diri Yesus Kristus.
Nah, disini saya mencoba merefleksikan pemikiran Plato
mengenai dualisme, dimana manusia terbagi atas dua bagian yaitu jasmani dan
jiwa. Diatas telah dijelaskan bahwa tubuh dapat rusak, tidak kekal; sedangkan
jiwa itu sempurna dan kekal. Bagi saya pemahaman ini sama dengan Teologi Keselamatan
dalam ajaran Kristen, yang berbicara mengenai rencana Allah bagi keselamatan
dunia, dimana keselamatan ini diartikan sebagai “keselamatan jiwa”, sebab badan
(jasmani) dikuasai dosa dan karena itu ia tidak selamat. Namun Alkitab
menjelaskan bahwa manusia secara utuh adalah berdosa. Namun, yang berdosa
adalah manusianya, bukan jiwanya; yang mati adalah manusianya, bukan tubuhnya
dan bukan hanya jiwa saja, tetapi manusia (baik tubuh maupun jiwanya telah di
tebus Kristus). Karena manusia yang secara utuh itulah yakni yang jahat dan
yang tidak sempurna sehingga Kristus menebus dosa manusia.
No comments:
Post a Comment