Paulus
merupakan salah seorang rasul besar yang sudah menuliskan beberapa surat dan
suratnya juga dikanonkan dalam kitab Perjanjian Baru. Surat-suratnya ditujukan
baik untuk jemaat-jemaat maupun untuk perorangan. Salah satu surat yang
ditujukan untuk perorangan adalah suratnya kepada Titus. Surat ini digolongkan ke dalam surat-surat
Pastoral bersama dengan I dan II Timotius. Sebutan surat Pastoral diberikan
kepada surat-surat ini sejak abad ke 2 M. Meskipun mungkin sebutan ini tidak
sepenuhnya tepat, namun isinya cukup mencerminkan sebutan tersebut. Surat-surat
ini disebut surat pastoral “Karena surat-surat ini ditulis dengan perasaan
kasih dan kehangatan, maka dianggap kudus dan dihargai di seluruh Gereja untuk
mengatur tata Gerejani”.
Ketiga
surat ini (I Timotius, Titus, II Timotius) dikelompokkan dalam satu judul
karena mewujudkan satu kesatuan: ditulis oleh seorang gembala kepada para
gembala (jiwa); Itulah sebabnya mengapa sebutan “surat pastoral” sungguh tepat.
Namun surat-surat ini merupakan satu kesatuan bukan hanya karena
permasalahannya, melainkan juga karena bernafaskan satu semangat kelembutan
dari seorang gembala yang menulis kepada gembala lain. Terlebih gaya bahasa dan
kosakata yang sama, juga keadaan sejarahi yang tidak jauh berbeda mempengaruhi
surat-surat ini.
Karena
surat ini dikelompokkan sebagai salah satu surat pastoral, maka tujuan surat
ini dikirimkan kepada Titus di Kreta adalah untuk memberikan semacam “pedoman”
bagi pengembalaan jemaat, selain itu juga sebagai petunjuk-petunjuk cara
bagaimana menata hidup jemaat-jemaat dan menanggulangi ajaran sesat. Berbicara
soal ajaran sesat, Ajaran-ajaran sesat yang sedang beredar di jemaat saat itu
ternyata cukup mengganggu jemaat Kristen. “Bidah” (ajaran sesat) itu semacam
penyakit yang menggerogoti umat yang datang dari roh-roh jahat dan iblis.
Ajaran sesat yang beredar itu banyak menyangkut hukum taurat Yahudi yang
menyimpang. Salah satunya, ajaran sesat itu mencampuradukkan kepercayaan
Kristen dengan salah satu aliran “kebatinan” Yahudi yang menyimpang dari agama
Yahudi. Disamping unsur-unsur dari “kebatinan Yahudi” ada juga unsur-unsur yang
mirip dengan “kebatinan Yunani”. Paling jelas ajaran bidah itu adalah bahwa
“kebangkitan sudah terjadi” (2Tim 2:18). Berarti mereka menyangkal kebangkitan
badan di akhir zaman. Pada saat itu orang beriman sudah pindah dari kehidupan
fana kepada kehidupan yang tidak binasa, sedangkan kejasmanian orang tidak
diikutsertakan. Rupanya para bidah berkhayal tentang suatu “kerajaan cahaya”
(bdk.1Tim 6:16) yang dimasuki melalui ngelmu gaib tentang Allah (Tit 1:16; 1Tim
6:20; 2Tim 3:4). Sebagai sarana untuk mendapat “ngelmu gaib” itu para bidah
menyiarkan aturan, ulah tapa khusus dengan melarang makanan tertentu dan kawin.
Kejasmanian agaknya dinilai sebagai halangan untuk “kerohanian” dan karena itu
orang mesti melakukan berbagai pantangan. Semuanya itu mengingatkan kita pada
pelbagai agama dan aliran kebatinan (filsafat Neophytagoras dan Neoplatonisme)
yang tersebar di dunia Yunani-Romawi di zaman itu dan terdapat juga pada
orang-orang Yahudi di perantauan. Ajaran
ini (mazhab phytagoras) sangat mengutamakan makna religiusnya. Kehidupan
kelompoknya sehari-hari sangat menekankan kehidupan bersama, sama seperti dalam
jemaat mula-mula; seluruh pengikut ajarannya hidup berdasarkan aturan dengan
tujuan spiritual. Bandingkan juga dengan ajaran Neoplatonisme mengenai tubuh
dan jiwa. Dimana tubuh (jasmani) dianggap sebagai penghalang hidup rohani.
Ketiga
karangan yang disebut sebagai surat pastoral itu merupakan usaha untuk
membereskan sedikit kekacauan yang melanda jemaat-jemaat Paulus. Namun
permasalahnya adalah benarkah Paulus yang menulis surat itu kepada Titus yang sedang
berada di Kreta? Memang ketiga karangan tersebut jelas memperkenalkan diri
sebagai surat-surat Paulus. Tidak hanya nama sang Rasul saja yang disebut pada
awal surat tersebut, tetapi juga memaparkan beberapa informasi terperinci
tentang hal-hal pribadi antara Paulus dan Timotius serta Titus. Namun ada juga
sejumlah berita konkret yang sangat pribadi, khususnya dalam 1Tim. Paulus
berada dalam penjara di Roma (2Tim 1:8) sedangkan masih bebas dalam 1Tim 1:4;
4:13; dan Tit 3:12. Paulus juga sudah beberapa kali dihadapkan ke pengadilan
(2Tim 4:16). Paulus tertinggal seorang diri (2Tim4:16; 1:15), sehingga hanya
Lukas masih bersama dengannya (2Tim 4:11). Tidak ada harapan Paulus akan dibebaskan
(2Tim 4:6-8,18). Ada berita tentang beberapa teman Paulus (2Tim 4:9,10,12,14,20)dan
pesan bagi Titus, supaya segera dating ke kota Nikopolis untuk menemui Paulus
setelah penggati Titus di pulau Kreta (Tit 3:12). Informasi-informasi yang
detail semacam inilah yang membuat surat ini disebut sebagai surat pastoral dan
selalu diterima sebagai karangan Paulus, walaupun banyak para ahli menolak surat
ini sebagai surat karangan Paulus (walaupun ada juga yang tetap mendukung bahwa
surat ini merupakan surat yang seluruhnya dibawah tanggung jawab Paulus.
Mungkin Paulus menggukan sekretaris ketika ia didalam penjara sehingga ia tetap
bisa menuangkan ide pemikirannya dalam surat-surat ini). Memang ada pelbagai
kesulitan sulit diatasi kalau surat-surat pastoral dianggap sebagai karangan
paulus. Untuk itu sebaiknya karangan-karangan itu dilepaskan dari diri Paulus.
Kita berhadapan dengan tiga karangan “pseudo-epigraph”, karangan gadungan.
Kesulitan
yang kita hadapi disini dating dari informasi terperinci yang disebutkan oleh
ketiga surat-surat pastoral ini. Informasi ini agaknya sedikit berlawan bila
dibandingkan dengan informasi riwayat
hidp Paulus dan hal-hal lain mengenai dirinya yang terdapat dalam surat-surat
Paulus dan Kisah para Rasul. Kelompok juga sempat memperdebatkan hal ini, (harap
maklum karena kami juga masih belajar) misalnya dalam Kis 2, Paulus diberitakan
tidak pernah memberitakan injil di Kreta dan hanya singgah sebentar ketika
dalam perjalanannya sebagai tahanan berlayar ke Roma. Bagaimana mungkin Paulus
meninggalkan Titus di sana untuk melanjutkan dan menyelesaikan organisasi
jemaat di seluruh pulau waktu itu (Tit 1:5). Jalan akhir yang kami ambil dari
diskusi ini adalah mungkin Paulus meninggalkan Titus di Kreta dalam perjalanan
berikutnya setelah Paulus dibebaskan dari penjara. Dalam hal ini Kisah rasul
juga tidak memberitakannya secara lengkap. Ia juga tidak memberitahukan apakah
Paulus mati. Karena itu mungkin Paulus pada tahun 62 dibebaskan dari tahanan.
Tetapi tidak ada satupun berita lain yang menjelaskan bahwa Paulus masih
berkeliling di kawasan Timur (kecuali dalam surat-surat Pastoral). Sekali lagi,
kita hanya bias mengira-ngira permasalahan ini. Sebab, keterangan-keterangan
yang terdapat dalam surat-surat pastoral, seperti permohonan untuk segera
dating atau janji untuk tidak lama lagi akan berjumpa ternyata sangat lazim
digunakan pada zaman itu. Selain itu soal gaya bahasa yang digunakan oleh si
penulis dan gaya bahasa Paulus dalam surat-suratnya yang lain rupaya agak
berbeda. Sebab gaya bahasa yang digunakan dalam surat-surat pastoral jauh lebih
“Yunani” dibandingkan dengan gaya bahasa Yunani yang ditemukan dalam
surat-surat Paulius yang lain.
Kita
kembali ke surat Titus. Sebelum kita masuk pada konteks masyarakat Kreta maka
sebaiknya kita berkenalan dengan siapa Titus ini. Titus adalah orang Kristen
bukan yahudi melainkan orang yunani. Ia tidak disunat. Titus dianggap memiliki
kelebihan dan kecakapan dalam memimpin. Contohnya, ia dikirim ke korintus dalam
hal pengumpulan dana tetapi sebelumnya titus berhasil memulihkan hubungan
antara paulus dan jemaat di korintus. Selain itu berbicara mengenai Titus
sendiri, seperti yang kita tahu, ia merupakan salah satu mengikut Paulus yang
setia, Ia dan Timotius juga sangat terlatih untuk menangani organisasi dan
administrasi gereja-gereja. Dalam 1 Tim 1:2; Tit 1:4 disebutkan bahwa Titus dan
Timotius diberi salam sebagai “anakku yang terkasih”. Sebutan ini menandakan
kelembutan dan kehangatan yang mempengaruhi surat-surat ini, selain itu juga
mencerminkan keeratan hubungan antara Paulus dan kedua muridnya.
Kreta
adalah pulau yang letaknya antara yunani, asia kecil dan afrika utara. Karena
letaknya yang strategis ini kreta menjadi suatu pusat perdagangan dan
pelayaran. Belajar dari latar belakang sejarahnya ini, kita tahu bahwa karena
letak Kreta yang strategis dan merupakan pusat perdagangan maka dapat kita
tarik kesimpulan bahwa tempat ini juga merupakan tempat yang marak dengan
pertukaran budaya dan ajaran-ajaran kepercayaan baru (misalnya filsafat, dan
ajaran-ajaran lainnya). Melihat tujuan surat ini dikirimkan kepad Titus untuk
memberikan semacam pedoman bagi penggembalaan jemaat, adalah mungkin kondisi
jemaat di Kreta saat itu memang sudah cukup parah dengan ajaran-ajaran sesat
yang beredar dikalangan umat. Selain itu ajaran-ajaran sesat yang menjadikan
wanita sebagai sasaran propagandanya membuat kita melihat bagaimana posisi
wanita di zaman itu. Wanita pada saat itu dipandang lebih rendah derajatnya
dibandingkan pria. Wanita tidak diperbolehkan berbica di depan umum, apalagi
dalam adat istiadat Yahudi. Dalam masyarakat wanita tidak diperhitungkan. Tugas
wanita hanya melahirkan keturunan dan mengurus rumah tangga. Mungkin inilah
sebabnya mengapa wanitamenjadi sasaran propaganda ajaran sesat yang sedang
marak terjadi di Kreta saat itu. Karena wanita punya peran penting di dalam
rumah sehingga ia bisa mengabarkan ajaran-ajaran sesat itu didalam rumahnya
masing-masing (akhirnya ajaran ini berkembang dalam keluarga). Dalam Titus
2:1-10 kita akan menafsir dan membahas bagaimana konteks sosial teks, sejarah,
serta makna dari perikop ini.
Tafsiran
Titus 2:1-10
2:1
Tetapi engkau, beritakanlah apa yang sesuai dengan ajaran yang sehat
Seperti
yang dijelaskan di atas bahwa kondisi jemaat Kreta cukup memprihatinkan, mengingat
banyak ajaran-ajaran sesat yang bercampur dengan ajaran Kristen. Kata tetapi engkau ingin membedakan Titus
dari penganut-penganut ajaran sesat yang merusak kehidupan jemaat. Titus
diminta untuk mengajarkan ajaran yang benar, yang dapat menyehatkan kehidupan
jemaat. Kata sehat seringkali
digunakan dalam surat-surat pastoral untuk menjelaskan ajaran yang baik dan
benar. Bagi Paulus ajaran baru dapat disebut ajaran sehat, kalau itu membuahkan
hidup etis yang baik. Implikasi hidup etis bagi jemaat menurut Paulus dapat
dilihat dalam ayat 2-10. Paulus juga menginginkan agar tingkah laku orang
Kristen dapat memberikan contoh yang baik.
2:2
Laki-laki yang tua hendaklah hidup sederhana, terhormat, bijaksana, sehat dalam
iman, dalam kasih dan dalam ketekunan
Dalam
bahasa aslinya kata-kata Laki-laki yang
tua hendaklah hidup sederhana adalah siuman, tidak mabuk atau secara umum :
tidak tergoda oleh nafsu. Mengingat kelemahan orang Kreta dalam hal ini (bdk
1:12), oleh karena itu orang Kristen harus dapat memberikan contoh yang baik
dengan sikap menguasai diri, apalagi para bapak yang sudah tua.
Terhormat
dan bijaksana adalah sifat-sifat yang dijunjung tinggi di kalangan orang-orang
bukan Kristen. Tetapi yang membedakan sikap laki-laki tua Kristen adalah bahwa
dalam itu mereka sehat dalam iman, dalam
kasih dan dalam ketekunan – iman, kasih dan ketekunan mereka baik. Ketiga
sifat ini praktis sama dengan triad terkenal “Iman, Pengharapan dan Kasih” (1
Kor 13:13; Kol 1: 4,5; 1 Tes 1:3) Mengapa ketekunan disejajarkan dengan
pengharapan? Karena ketekunan adalah suatu segi yang paling penting dari
pengharapan. Di samping itu unsur penantian, pengharapan juga mempuyai unsur
keuletan. Kemungungkinan menurut Budiman,
pada masa penulisan surat-surat pastoral, sifat keuletan lebih menonjol, karena
pada zaman itu gelombang-gelombang pencobaan sedang menguji ketahanan
orang-orang Kristen.
2:3
Demikian juga perempuan-perempuan yang tua, hendaklah mereka hidup sebagai orang-orang
beribadah, jangan menfitnah, jangan menjadi hamba anggur, tetapi cakap
mengerjakan hal-hal yang baik.
Perempuan-perempuan
tua diasumsikan sudah mempunyai banyak pegalaman hidup, mereka wajib memberikan
contoh dalam hal hidup beribadah yang dianjurkan kepada perempuan-perempuan
Kristen pada umumnya ( I Tim 2 : 10 ). kata Jangan
memfitnah - perempuan-perempuan tua dinilai
mempunyai banyak waktu luang, dan tidak memanfaatkan waktu itu untuk hal-hal yang berguna, sehingga mereka
dapat tergoda untuk bercakap-cakap tentang hal-hal yang kosong, bahkan
memfitnah orang lain (bdk I Tim 5 : 13). Jangan
menjadi hamba anggur – dalam bahasa aslinya jangan diperbudak oleh banyak
anggur. Itu berarti, bahwa Paulus tidak menaruh keberatan terhadap penggunaan
anggur yang wajar (bdk I Tim 5 : 23). Cakap mengajar hal-hal yang baik, yaitu
berdasarkan pengalaman hidup mereka, diharapkan mereka dapat memberi bekal
kepada perempuan-perempuan muda. Hal ini bisa kita bandingkan dengan peranan
wanita dimasyarakat, yang tidak mendapat tempat penting disana. Untuk itu
Paulus lewat suratnya menyampaikan kepada para perempuan-perempuan yang tua ini
untuk lebih memanfaatkan peranannya didalam rumah tangganya dengan baik.
2:4
Dan dengan demikian mendidik perempuan-perempuan muda mengasihi suami dan
anak-anaknya.
Para
perempuan-perempuan tua hendaknya juga dapat memberikan cerminan baik kepada
perempuan muda, dan kata kuncinya adalah menjadi teladan (ingat lagi peran
perempuan sebagai pusat di dalam rumah tangga – kerjanya mengurus rumah dan
mendidik anak-anaknya). Mereka hendaknya mengajar perempuan muda untuk berbaik
hati dan tunduk kepada suami serta mengasihi anak-anak mereka, hal ini berlawanan
dengan ajaran sesat yang mengajarkan pantangan menikah ( I Tim 4: 3; bdk Tit 1
: 15). Ayat ini menjelaskan bahwa iman Kristen tidak hanya menghalalkan,
melainkan juga menguduskan dan meningkatkan hidup pernikahan.
2:5
Hidup bijaksana dan suci, rajin mengatur rumah tanggannya, baik hati dan taat
kepada suaminya, agar firman Allah jangan dihujat orang.
Hidup bijaksana
(harafiah : mawas diri) dan suci merujuk pada hal seksual. Rajin mengatur rumah
tanggannya menunjukkan keberbedaan mereka dengan perempuan-perempuan dari I
Timotius 5:13, yang memperlihatkan tingkah laku yang tidak pantas dan
mengabaikan tugas rumah tangganya. Kata Baik
hati disini mecerminkan kriteria kepribadian baik seorang perempuan pada
zaman itu . Taat kepada suami adalah
hal yang wajib dilakukan oleh perempuan pada masa itu (mengingat konteks sosial
masyarakat saat itu yang patriakal). Walaupun Paulus mengungkapkan bahwa dalam
Kristus, laki-laki dan perempuan sama (Gal 3:28) namun ajaran Paulus ini
berbentrokan dengan konsep pada masa itu. Sekalipun perubahan-perubahan untuk
meningkatkan derajat perempuan sudah mulai terlihat seperti di Efesus 5:25,28 ;
1 Petrus 3:7, tetapi gejala-gejala kebebasan wanita dalam jemaat purba masih
belum 100% diterima oleh masyarakat, meskipun di hadapan Allah wanita dan
laki-laki sederajat. Dari sini ada point penting yang kita dapatkan. Walaupun
ajaran Paulus menyampaikan mengenai derajat laki-laki dan perempuan adalah sama
dimata Allah, namun tidak bisa dipungkiri bahwa tradisi dalam konteks
masyarakat saat itu tidak dapat dengan tiba-tiba diubah begitu saja. Apalagi
ini adalah tradisi yang sudah dipegang sejak turun temurun (khusunya dalam
Yahudi). Untuk itu Paulus menekankan bahwa walaupun sederajat dimata Allah
perempuan harus tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang
perempuan dalam rumah tangganya (baik
hati dan taat kepada suaminya).
Agar firman Allah
jangan dihujat orang kalimat ini menujukkan
motif pengudusan hidup jemaat dalam surat-surat
pastoral, supaya jemaat dapat menjalankan tugas missionarisnya di dunia
2:6 Demikian juga orang- orang muda, nasihatilah
mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal.
Yang
dimaksud orang-orang muda disini ialah laki-laki muda. Berbeda dengan
perempuan-perempuan muda yang dinasehati dengan perantaraan perempuan-perempuan
tua (ay 3-5), Titus harus langsung menasehati laki-laki muda, tanpa perantara
laki- laki tua. Mungkin untuk menertibkan keadaan yang kacau di bidang etis di
Kreta ( Tit 1 : 12) diperlukan perananan
yang langsung dari Titus sebagai pembantu rasul Paulus. Para laki-laki muda
harus dinasehati, supaya mereka menguasai diri dalam segala hal. Justru
penguasaan diri itu diperlukan dalam situasi, di mana hawa nafsu terlalu banyak
berbicara ( 1 : 12). Kata- kata dalam
segala hal menunjukkan betapa parahnya keadaan di Kreta.
2:7
Dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik. Hendaklah
engkau jujur dan bersungguh- sugguh dalam pengajaranmu.
Titus
hanya dapat mengajak para laki-laki muda kepada perubahan cara hidup, kalau ia
sendiri memberi teladan dalam berbuat
baik. Dengan teladan hidup yang baik, Titus membuktikan bahwa ia memang jujur dan bersungguh-sungguh dalam
pengajarannya, tidak munafik. Di dalam
surat-surat Pastoral ajaran sehat
senantiasa dihubungkan dengan sikap hidup etis yang baik. Disamping penampilan
hidup etis yang baik ini, kejujuran dan kesungguhan pengajaran Titus harus nampak
juga dalam cara baik dan motivasi baik dari pengajaran itu.
2:8
Sehat dan tidak bercela dalam pemberitaanmu sehingga lawan menjadi malu, karena
tidak ada hal-hal buruk yang dapat mereka sebarkan tentang kita.
Tidak
hanya pengajaran (ay. 7) melainkan juga pemberitannya harus sehat dan tidak
bercela yaitu sesuai dengan kebenaran injil. Sehingga lawan menjadi malu ,kata lawan merujuk pada guru-guru sesat, dengan
tujuan untuk menghindari perlawanan dan tuduhan-tuduhan tidak baik dari para
guru-guru sesat terhadap ajaran dan pelayanan Titus dan Paulus, juga supaya
mereka merasa malu akan tuduhan-tuduhan mereka melawan pelayanan Titus dan
Paulus tidak dapat didukung dengan bukti-bukti, baik di bidang ajaran maupun
dalam praktek hidup hamba Tuhan ini.
2:9
Hamba-hamba hendaklah taat kepada tuanya dalam segala hal dan berkenan kepada
mereka, jangan membantah.
Kata
hamba-hamba (harafiah : budak-budak) harus taat kepada tuannya dalam segala hal.
Ini tidak berarti : juga dalam hal-hal yang jahat. Dalam segala hal berarti :
sebanyak mungkin yang sesuai dengan firman Allah. Melihat konteks teks, Ada
kemungkinan bahwa budak-budak Kristen, berdasarkan kedudukan mereka sebagai
anak-anak Tuhan berkeberatan (bdk. membantah) untuk melakukan hal-hal yang hina.
Oleh karena itu, Paulus memberikan anjuran ketaatan. Bukan berarti Paulus
menyetujui perbudakkan, tetapi Paulus mau megajarkan meskipun status mereka
budak namun mereka memiliki kedudukan mulia di dalam Tuhan. (1 Kor7: 22).
Paulus pun berkenan kepada mereka, sikap berkenan tidak berarti, bahwa
budak-budak itu boleh berpura – pura dan menjilat. Ketaatan yang tulus harus
dilihat pada latar belakang Kol 3:22,23. “Taatilah tuanmu... dengan tulus hati
karena takut akan Tuhan.”
Melihat
sejarahnya, budak merupakan bawahan yang harus selalu menuruti perintah tuannya
(melihat ini, dalam ajaran Kristen tentu saja budak-budak ini tidak
diperkenankan melakukan apa yang jahat) sebab ia telah dibeli dan sudah
merupakan property milik si tuan.
Bila dilihat dari sudut pandang patron
dan client. Dalam hal ini, patron dan
client merupakan hubungan yang bersifat timbal balik, yang mana baik pelindung
dan yang dilindungi memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing.
Hubungan ini lebih bersifat personal, bukan komersial dan lebih bersifat
sukarela. Yang melindungi biasanya memiliki tingkat sosial lebih tinggi, juga
kekuasaan dan kekuatan yang lebih, yang dilindungi memiliki sebuah kewajiban
untuk mendampingi pelindungnya, orang yang dilindungi juga wajib memberikan
sikap penghormatan kepada pelindungnya. Semakin tinggi status sosial si
pelindung maka akan semakin banyak pula orang yang ia lindungi. Dalam konteks
teks ini rupanya mulai banyak budak yang memahami ajaran Paulus, dengan menolak
dan tidak mau lagi melakukan pekerjaannya sebagai seorang budak. Bukan ini yang
dimaksudkan oleh Paulus, sekali lagi Paulus tidak dapat merubah kehidupan
sosial masyarakat pada saat itu dengan tiba-tiba. Yang dimaksudkan Paulus dalam
ajarannya adalah bahwa walaupun dengan status sebagai budak pun, mereka tetap
berharga dan mulia dihadapan Allah. Untuk itu mereka tetap harus melakukan
pekerjaannya itu dengan sungguh-sungguh agar berkenan dihadapan Allah, dan
supaya apa yang mereka lakukan itu dilihat baik oleh orang lain, sehingga
mereka juga memuliakan nama Allah.
2:10
Jangan curang, tetapi hedaklah selalu tulus dan setia, supaya dengan demikian
mereka dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, juruselamat kita.
Yang
dimaksud dengan curang ialah mencuri baik waktu maupun benda. Adalah suatu kebiasaan
bahwa para budak yang sering bekerja di dalam kondisi-kondisi berat, cenderung
untuk mencuri waktu dan benda. Hal ini dibalas oleh tuannya dengan sikap yang
makin keras, sehingga itu merupakan lingkaran setan yang makin memberatkan
hidup budak-budak. Lingkaran setan ini dapat ditebus, bila budak-budak Kristen
memberi contoh yang baik, bersikap tulus dan setia. Dengan demikian mereka
mendapat penghargaan dari tuannya, bahkan dengan tingkah laku mereka budak-budak
itu memuliakan ajaran Allah, artinya mereka menjadi penyebab tuannya tidak hanya
memuji mereka, melainkan juga ajaran Yesus yang mereka anut ikut dimuliakan. Di
sini kelihatan kedudukan yang mulia dari budak-budak Kristen. Ayat ini
memperlihatkan motivasi hidup etis orang-orang Kristen dalam terang missionaris
jemaat Tuhan di tengah terang dunia. (bdk. ay 5).
Penutup
Surat pastoral yang
menurut tradisi diyakini ditulis oleh Paulus dan ditujukan kepada Titus,
memberikan ajaran kepada jemaat di Kreta yang hidupnya jauh dari ajaran
Kekristenan. Paulus memberikan contoh keteladanan hidup perseorangan maupun
terhadap relasi struktural ( atau hirarkis : laki-laki, perempuan, hamba).
Meskipun Paulus mencoba untuk membenahi masalah kesetaraan struktural namun
menurut kelompok, Ia tetap tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai orang
Yahudi yang patriakal yang terikat oleh tradisi. Sehingga Ia masih terjebak
dalam dalam adat istiadat sebagai seorang Yahudi. Ia akhirnya menyimpulkan,
meskipun seseorang sederajat di hadapan Allah namun dalam konteks sosial, masyarakat
tidak bisa dipungkiri keterikatannya dengan tradisi yang sudah mendarah daging.
Sehingga Ia menganjurkan prinsip ketaatan agar tidak merusak sistem sosial yang
sudah ada di masyarakat. Setidaknya dengan suratnya kepada Titus ini, Paulus
(atau entah siapa penulis surat ini) telah telah mencoba memberikan pedoman
hidup kepada jemaat di Kreta agar dapat terhindar dari ajaran-ajaran sesar yang
sedang marak terjadi saat itu. Sehingga
tata jemaat yang berdasarkan tradisi iman sejati itu dapat diperkokoh terhadap
bahaya dari dalam. Begitulah jemaat Allah menjadi tiang, penopang dan dasar
kebenaran.