Tuesday, 18 March 2014

Paul as An Eschatological Herald

I.       Injil : Paulus sebagai pengabar injil
Sama seperti apa yang telah disampaikan di atas, Paulus menyatakan dirinya sebagai seorang rasul yang diutus untuk mengabarkan Injil tentang keselamatan lewat karya penyelamatan Allah yang nyata dalam diri Yesus Kristus sebagai Anak Allah, yang sebelumnya telah dinubuatkan oleh para nabi dalam tulisan-tulisan perjanjian lama. Dalam Rom.1:3-4 Paulus sangat menekankan Yesus Kristus sang Mesias dari keturunan Daud sebagai Anak Allah yang berkuasa, yang telah bangkit dari kematian dan mengalahkan maut, yang adalah TUHAN itu sendiri. Lewat kebangkitan Kristus inilah Allah menyatakan kuasaNya.
Dalam surat Paulus kepada Jemaat di Roma, kita bisa melihat pemikiran atau dasar teologi Paulus yang berpusat pada Yesus Kristus (Kristologi) dan karya penyelamatanNya yang menebus dosa manusia lewat kematian dan kebangkitanNya. Bagi Paulus sendiri, karya penyelamatan Yesus Kristus ini dapat diterima oleh orang-orang yang percaya kepadaNya, tidak hanya untuk orang-orang tertentu saja, melainkan bagi seluruh bangsa.
Paulus juga menjelaskan pemahamannya tentang Kerajaan Anak Allah, layaknya seperti pembebas yang mampu mengatasi segala kuasa-kuasa kegelapan (satanic) yang dibinasakan, dikalahkan dan takhluk di bawah Kristus (bdk.Kol.1:13-14; 1Kor.15:23-28; 1 Kor.15:51-57). Penggambaran ini sama seperti karya penebusan Yesus Kristus yang akhirnya memulihkan hubungan manusia dan Allahnya yang telah rusak akibat dosa. Dari sini kita bisa melihat bahwa Allah sendiri yang dengan caraNya yang ajaib mengatur karya penyelamatan bagi umatNya agar tidak binasa, yakni lewat kematian anakNya, Yesus Kristus. Dalam Rom.1:3 dan Gal.4:4 terdapat kesamaan penggunaan kata “AnakNya”. Dalam Rom.1:3, Paulus memahami bahwa Anak Allah sudah ada sebelum segala sesuatu ada, dan Allah mengutusnya untuk mewujudkan keselamatan lewat Yesus Kristus sebagai bentuk perwujudan kasih Allah. Atas dasar pemahaman inilah Paulus kemudian menyatakan bahwa Injil yang ia beritakan merupakan Injil Allah, yang merujuk kepada dasar teologi Paulus bahwa Anak Allah lahir sebagai Mesias, mati demi menebus dosa manusia dan bangkit untuk menghakimi orang-orang percaya pada penghakiman akhir. Paulus memperlihatkan bahwa di dalam Firman Allah nyatalah kebenaranNya, sama seperti yang telah dituliskan dalam injil bahwa Kristus merupakan manifestasi pengharapan iman eskatologi karya penyelamatan Allah dan pemenuhan janjiNya dengan Israel dan seluruh ciptaanNya. Sehingga jelaslah Paulus mau menyampaikan bahwa Injil yang ia beritakan ini, merupakan kabar sukacita tentang kuasa Allah yang menyelamatkan bagi mereka yang beriman kepadaNya, baik itu mereka orang Yahudi ataupun Orang Yunani (Rom.1:16). Untuk itu jemaat di Roma di kuatkan lewat surat ini agar bertobat dari kuasa kegelapan (Rom.2:4-6), masuk dalam kerajaan Allah yang ditandai lewat pembaptisan serta lebih berpegang teguh pada iman kepada Kristus (melihat konteks jemaat yang mengalami tantangan) bdk. Rom.12:1-2. Di sini jelaslah tujuan misi Paulus adalah menuntun semua bangsa, supaya mereka taat kepada namaNya (Rom.1:5). Dengan memberitakan Injil Allah Paulus memperkenalkan konsep Kerajaan Anak Allah di tengah-tengah orang Kristen non-Yahudi, dengan penghayatan Allah sebagai pencipta yang patut diagungkan kekal selamanya.

II.    Rasul : Panginjilan Kepada Orang-orang non-Yahudi
Paulus menyebut dirinya sebagai pemberita tentang akhir zaman (Rom. 1:1-5, cf. Gal. 1:15-16). Secara umum, para komentator setuju bahwa Paulus dipahami panggilan kerasulannya, seperti panggilan Hamba Allah dalam yes. 49, serta dengan nabi Yeremia.  Seyoon Kim berusaha melengkapi anggapan di atas dengan meneliti surat-surat yang Paulus. Dalam penelitiannya itu, Paulus dihubungkan dengan panggilan Sang Hamba di dalam kitab proto, dan deutro-Yesaya, dimana keduanya memiliki beberapa keserupaan dalam menjelaskan tugas sang Hamba, yaitu menjadi penuntun bagi bangsa-bangsa asing, atau bangsa selain bangsa yahudi.
Di dalam Lagu Hamba Tuhan pada Deutro-yesaya 42, menggambarkan tentang pengurapan dan pengutusan sang Hamba Tuhan. Dalam terang teks ini, Kim menilai bahwa ucapan paulus sedikit banyak terpengaruh dg teks ini. Lagi, juga bukan hanya sekadar menggambarkan kedua hal itu saja, tetapi surat 2 korintus 2:21-2 memperlihatkan bahwa adanya dukungan dari Roh Kudus kepada Paulus. Hal ini menunjukkan bahwa paulus, sepertinya, menggunakan PL untuk mendukung statusnya sebagai rasul.
Panggilan paulus sebagai rasul juga berangkat dari penyataan Kristus kepadanya. Pernyataan tersebut mengilhami paulus untuk mengabarkan injil tentang keselamatan dan penebusan yang daripada Allah melalui tangan kanan-Nya, yesus kristus, untuk pemerintahan Allah nantinya. Oleh karena itu, seperti deutro-yesaya, paulus juga memberitakan hal-hal itu kepada seluruh bangsa, dalam hal ini bangsa asing.
Paulus menyadari bahwa penyataan Kristus (Damascus chrystophany) merupakan sebuah tanda dari kedatangan Mesias-keturunan Daud, datangnya pemerintahan Allah, pewahyuan kemuliaan Allah, pemujaannya kepada Sang Sesias itu, dan peristiwa pemulihan bangsa Israel.
Paulus menyadari bahwa mayoritas dari Israel telah dikeraskan terhadap ajaran dimana akan terjadi pembangunan kembali Israel saat terjadinya Parousia dari Tuhan Yesus. Sebagian kecil dari Yahudi yang telah percaya juga memusatkan diri pada gereja di Yerusalem, dan mengharapkan pembangunan kembali seluruh Israel. Dari hal tersebut, maka Paulus menjadi yakin bahwa pokok utama dari teks-teks tersebut telah dinyatakan : semua hal telah siap bagi kaum bukan Yahudi untuk datang ke Kerajaan Allah, dan menerima penyelamatan-Nya.
Jadi, Paulus memahami panggilan Allah pada Yesaya 52.6-10, dan penegasan dari yes. 42, 49, 61, seperti yes. 6, sebagai panggilannya menjadi rasul dengan tugas mengabarkan Injil. Berangkat dari hal itu, paulus berusaha melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai rasul sang pekabar Injil.

III. Pengabaran Injil : Perjalanan Paulus ke Yerusalem untuk Memberitakan Kabar Keselamatan kepada Bangsa Lain

 Paulus ketika dalam perjalanan mengkabarkan injilnya, memiliki keunikan didalam penyampaian firman Allah kepada umatnya. Keunikan ini dipandang sebagai ciri khas yang dimiliki Paulus dalam menyampaikan teologinya kepada para umat di Yerusalem. Pada saat ini Paulus berhadapan dengan sekelompok orang yang berasal dari luar Yahudi dan orang Yahudi sendiri. Permasalahannya adalah soal persembahan yang menurut Paulus merupakan sebuah persembahan yang ditujukan kepada Tuhan melalui umat Tuhan dan secara eksplisit Paulus menyampaikannya (Rom 15 : 22 -32; 1 kor 16 : 1-4 ). Ada banyak kontroversi dari apa yang disampaikan oleh Paulus ini, namun kembali lagi kepada pesan Paulus berdasar firman Allah bahwa setiap manusia haruslah menolong sesamanya manusia. Melalui persembahan yang disampaikan oleh umat, Paulus berkata bahwa ketika kamu mempersembahkan persembahan kepada sesamamu, sebenarnya kamu telah mempersembahkannya bagi kemuliaan nama Tuhan di dunia ini. Belajar dari Paulus, ketika Paulus menjalankan karya misi ini banyak tantangan yang harus ia hadapi. Namun, melalui kegigihannya dan semangatnya pada ahkirnya Paulus berhasil menyatukan antara orang-orang non-Yahudi dengan orang Yahudi itu sendiri (Rom 11:25). Kerajaan Allah kini telah diisi oleh banyak orang asing, orang asing yang menyadari bahwa dirinya ada karena Allah sang pemberi kehidupan terus berkarya melalui hidupnya.

Tuesday, 11 March 2014

Injil Matius dan Teologinya (Teks Mat.27:32-44)

Injil Matius tidak akan cukup untuk dimengerti apabila hanya dibandingkan dengan Markus ataupun sumber Q, namun agaknya dimengerti dalam dirinya sendiri, menurut strukturnya sendiri, serta menurut ciri-ciri khasnya sendiri. Perbandingan dengan sumber-sumbernya yang lain diharapkan memampukan kita untuk dapat melihat kekhususan Matius, sebab yang terpenting adalah arti dan maksud dar masing-masing injil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa si penulis injil Matius ini sangat mengenal tradisi-tradisi keyahudian, yang kemudian menjadi salah satu bahannya dalam mengarang injil Matius. Penulis menggunakan teks-teks yang beredar dalam gereja purba untuk mengemukakan imannya lewat injil Matius. Struktur kisah-kisah yang sistematis diperlihatkan oleh si penulis – dari pengetahuannya tentang PL – untuk memperlihatkan gambaran bahwa si penulis melihat peristiwa-peristiwa hidup Yesus sebagai pelaksanaan penuh dari perjanjian Allah dengan Israel.



Yesus, Sang Mesias Raja orang Yahudi                        
Dalam teks Mat.27:32-44 tentang Yesus disalibkan, kelompok menemukan beberapa bagian yang dirasa mengantarkan kita pada bagian dari teologi si penulis. Dalam beberapa bagian narativ pada teks, terlihat jelas bahwa perhatian si penulis mengarah pada Yesus Kristus dan penekanannya pada Anak Allah (lih. ay.37,40,43). Dalam ayat 37 penulis menekankan kata “Inilah Yesus Raja orang Yahudi”. Seperti yang kita ketahui, dalam tradisi keyahudian Sang mesias dimengerti sebagai seorang tokoh suci rajani, dengan penyelamatan dan pemulihan Israel,[1] dan penulis sangat meyakini bahwa Yesus adalah tanda dari penggenapan janji Allah tentang Mesias[2]. Di dalam Markus kita tidak menemukan kata Yesus dalam kutipan ini. Bagian ini agaknya cukup jelas memperlihatkan bagaimana penulis sangat mempertahankan pandangannya bahwa Yesus merupakan mesias Raja orang Yahudi, yang dijanjikan seperti apa yang disebutkan dalam PL. selain itu cemoohan oleh para imam, penjahat, dan para serdadu oleh penulis Matius dibuat dalam bahasa Perjanjian Lama, versi Ibrani sedangkan kutipan penulis Markus menggunakan bahasa Aram.[3]
Matius 27:37
Markus 15:26
Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia harus dihukum: “Inilah Yesus Raja orang Yahudi.”
Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut pada tulisan yang terpasang di situ: “Raja orang Yahudi.”

Yesus, Anak Allah
Berikutnya teologi penulis tentang Anak Allah. Dalam ayat 40 dan 43 penulis menyebut kata Anak Allah (ditujukan kepada Yesus). Nama “Anak Allah” mempunyai arti yang khusus dalam injil Matius. Dalam kisah perolok-olokan Yesus di kayu salib (Mat.27:40,43) serupa dengan Mrk.15:39; tetapi penulis Matius menegaskan bahwa kepala pasukan dan kawan-kawannya “menjad sangat takut” dan ia tidak berani lagi berkata, “Orang ini” (Mrk. 15:39), tetapi “Ia ini adalah Anak Allah” (Mat.27:54).[4] Bagi Matius nama “Anak Allah” bukan hanya gelar kehormatan, tetapi sungguh-sungguh mengungkapkan kesatuan dan kesamaan Yesus dengan Allah, sehingga Wafat Yesus adalah manifestasi jelas dari kuasa ilahi-Nya.[5]
Penulis Matius mau menegaskan bahwa keagungan Yesus sebagai Anak Allah tidak mulai dengan kebangkitanNya, namun sejak semula Yesus adalah Anak Allah, dan oleh karena itu Ia dapat berbicara menganai “BapaKu yang di surga” (7:21) pada akhir khotbah di bukit, yang kerap kali berbicara mengenai Bapa. (6:16;6:1;7:11). Mengikuti Yesus berarti mengambil bagian dalam hubungan pribadiNya dengan Bapa. Hal itu dikatakan dengan amat jelas oleh Yesus sebagai jawaban atas pengakuan Petrus, “Berbahagialah engkauSimon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di surga”. Kata “BapaKu” adalah satu bagian yang khas bagi penulis Matius (7:21;12:50;18:10).[6]
Sekali lagi jelaslah bahwa penulis Matius sangat ingin membuktikan kebenaran Perjanjian Lama lewat tulisan penyataan imannya. Ia melihat peristiwa hidup Yesus sebagai pelaksanaan penuh dari perjanjian Allah dengan Israel. Sekuat tenaga, penulis Matius memperlihatkan bahwa dalam diri Yesuslah pemenuhan harapan itu, yang terungkap dalam gelar “Mesias” atau gelar “Anak Allah”.




[1] Eckardt, A.Roy. Menggali ulang Yesus Sejarah:kristologi masa kini. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1996,p. 30-32
[2] bdk. silsilah kelahiran Yesus sebagai keturunan Daud.
[3] Lembaga Biblika Indonesia. Tafsir Perjanjian Baru 1:Injil Matius. Yogyakarta. Kanisius,p. 171
[4] Menurut Groenen, pengakuan dari kepala pasukan itu terpaksa, karena diikuti oleh rasa takut pada gejala yang menyertai kematian Yesus (Mat 27:54).
[5] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 104-107
[6] Ibid