Injil
Matius tidak akan cukup untuk dimengerti apabila hanya dibandingkan dengan
Markus ataupun sumber Q, namun agaknya dimengerti dalam dirinya sendiri,
menurut strukturnya sendiri, serta menurut ciri-ciri khasnya sendiri.
Perbandingan dengan sumber-sumbernya yang lain diharapkan memampukan kita untuk
dapat melihat kekhususan Matius, sebab yang terpenting adalah arti dan maksud
dar masing-masing injil.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa si penulis injil Matius ini sangat mengenal
tradisi-tradisi keyahudian, yang kemudian menjadi salah satu bahannya dalam
mengarang injil Matius. Penulis menggunakan teks-teks yang beredar dalam gereja
purba untuk mengemukakan imannya lewat injil Matius. Struktur kisah-kisah yang
sistematis diperlihatkan oleh si penulis – dari pengetahuannya tentang PL –
untuk memperlihatkan gambaran bahwa si penulis melihat peristiwa-peristiwa
hidup Yesus sebagai pelaksanaan penuh dari perjanjian Allah dengan Israel.
Yesus, Sang Mesias Raja orang
Yahudi
Dalam
teks Mat.27:32-44 tentang Yesus disalibkan, kelompok menemukan beberapa bagian
yang dirasa mengantarkan kita pada bagian dari teologi si penulis. Dalam
beberapa bagian narativ pada teks, terlihat jelas bahwa perhatian si penulis
mengarah pada Yesus Kristus dan penekanannya pada Anak Allah (lih. ay.37,40,43).
Dalam ayat 37 penulis menekankan kata “Inilah Yesus Raja orang Yahudi”. Seperti
yang kita ketahui, dalam tradisi keyahudian Sang mesias dimengerti sebagai
seorang tokoh suci rajani, dengan penyelamatan dan pemulihan Israel,[1]
dan penulis sangat meyakini bahwa Yesus adalah tanda dari penggenapan janji
Allah tentang Mesias[2].
Di dalam Markus kita tidak menemukan kata Yesus dalam kutipan ini. Bagian ini
agaknya cukup jelas memperlihatkan bagaimana penulis sangat mempertahankan
pandangannya bahwa Yesus merupakan mesias Raja orang Yahudi, yang dijanjikan
seperti apa yang disebutkan dalam PL. selain itu cemoohan oleh para imam,
penjahat, dan para serdadu oleh penulis Matius dibuat dalam bahasa Perjanjian
Lama, versi Ibrani sedangkan kutipan penulis Markus menggunakan bahasa Aram.[3]
Matius 27:37
|
Markus 15:26
|
Dan di atas kepala-Nya terpasang
tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia harus dihukum: “Inilah Yesus Raja
orang Yahudi.”
|
Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut
pada tulisan yang terpasang di situ: “Raja orang Yahudi.”
|
Yesus, Anak Allah
Berikutnya
teologi penulis tentang Anak Allah. Dalam ayat 40 dan 43 penulis menyebut kata
Anak Allah (ditujukan kepada Yesus). Nama “Anak
Allah” mempunyai arti yang khusus dalam injil Matius. Dalam kisah
perolok-olokan Yesus di kayu salib (Mat.27:40,43) serupa dengan Mrk.15:39;
tetapi penulis Matius menegaskan bahwa kepala pasukan dan kawan-kawannya “menjad
sangat takut” dan ia tidak berani lagi berkata, “Orang ini” (Mrk. 15:39),
tetapi “Ia ini adalah Anak Allah” (Mat.27:54).[4] Bagi
Matius nama “Anak Allah” bukan hanya gelar kehormatan, tetapi sungguh-sungguh
mengungkapkan kesatuan dan kesamaan Yesus dengan Allah, sehingga Wafat Yesus
adalah manifestasi jelas dari kuasa ilahi-Nya.[5]
Penulis
Matius mau menegaskan bahwa keagungan Yesus sebagai Anak Allah tidak mulai dengan
kebangkitanNya, namun sejak semula Yesus adalah Anak Allah, dan oleh karena itu
Ia dapat berbicara menganai “BapaKu yang di surga” (7:21) pada akhir khotbah di
bukit, yang kerap kali berbicara mengenai Bapa. (6:16;6:1;7:11). Mengikuti Yesus
berarti mengambil bagian dalam hubungan pribadiNya dengan Bapa. Hal itu
dikatakan dengan amat jelas oleh Yesus sebagai jawaban atas pengakuan Petrus, “Berbahagialah
engkauSimon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,
melainkan BapaKu yang di surga”. Kata “BapaKu” adalah satu bagian yang khas bagi
penulis Matius (7:21;12:50;18:10).[6]
Sekali
lagi jelaslah bahwa penulis Matius sangat ingin membuktikan kebenaran
Perjanjian Lama lewat tulisan penyataan imannya. Ia melihat peristiwa hidup
Yesus sebagai pelaksanaan penuh dari perjanjian Allah dengan Israel. Sekuat tenaga,
penulis Matius memperlihatkan bahwa dalam diri Yesuslah pemenuhan harapan itu,
yang terungkap dalam gelar “Mesias” atau gelar “Anak Allah”.
[1] Eckardt, A.Roy. Menggali ulang Yesus Sejarah:kristologi masa kini.
Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1996,p. 30-32
[2] bdk. silsilah kelahiran Yesus sebagai
keturunan Daud.
[3] Lembaga Biblika Indonesia. Tafsir Perjanjian Baru 1:Injil Matius. Yogyakarta.
Kanisius,p. 171
[4] Menurut Groenen, pengakuan dari
kepala pasukan itu terpaksa, karena diikuti oleh rasa takut pada gejala yang
menyertai kematian Yesus (Mat 27:54).
[5] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta.
Kanisius. 1982,p. 104-107
[6] Ibid
No comments:
Post a Comment