Tuesday, 11 March 2014

Injil Matius dan Teologinya (Teks Mat.27:32-44)

Injil Matius tidak akan cukup untuk dimengerti apabila hanya dibandingkan dengan Markus ataupun sumber Q, namun agaknya dimengerti dalam dirinya sendiri, menurut strukturnya sendiri, serta menurut ciri-ciri khasnya sendiri. Perbandingan dengan sumber-sumbernya yang lain diharapkan memampukan kita untuk dapat melihat kekhususan Matius, sebab yang terpenting adalah arti dan maksud dar masing-masing injil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa si penulis injil Matius ini sangat mengenal tradisi-tradisi keyahudian, yang kemudian menjadi salah satu bahannya dalam mengarang injil Matius. Penulis menggunakan teks-teks yang beredar dalam gereja purba untuk mengemukakan imannya lewat injil Matius. Struktur kisah-kisah yang sistematis diperlihatkan oleh si penulis – dari pengetahuannya tentang PL – untuk memperlihatkan gambaran bahwa si penulis melihat peristiwa-peristiwa hidup Yesus sebagai pelaksanaan penuh dari perjanjian Allah dengan Israel.



Yesus, Sang Mesias Raja orang Yahudi                        
Dalam teks Mat.27:32-44 tentang Yesus disalibkan, kelompok menemukan beberapa bagian yang dirasa mengantarkan kita pada bagian dari teologi si penulis. Dalam beberapa bagian narativ pada teks, terlihat jelas bahwa perhatian si penulis mengarah pada Yesus Kristus dan penekanannya pada Anak Allah (lih. ay.37,40,43). Dalam ayat 37 penulis menekankan kata “Inilah Yesus Raja orang Yahudi”. Seperti yang kita ketahui, dalam tradisi keyahudian Sang mesias dimengerti sebagai seorang tokoh suci rajani, dengan penyelamatan dan pemulihan Israel,[1] dan penulis sangat meyakini bahwa Yesus adalah tanda dari penggenapan janji Allah tentang Mesias[2]. Di dalam Markus kita tidak menemukan kata Yesus dalam kutipan ini. Bagian ini agaknya cukup jelas memperlihatkan bagaimana penulis sangat mempertahankan pandangannya bahwa Yesus merupakan mesias Raja orang Yahudi, yang dijanjikan seperti apa yang disebutkan dalam PL. selain itu cemoohan oleh para imam, penjahat, dan para serdadu oleh penulis Matius dibuat dalam bahasa Perjanjian Lama, versi Ibrani sedangkan kutipan penulis Markus menggunakan bahasa Aram.[3]
Matius 27:37
Markus 15:26
Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia harus dihukum: “Inilah Yesus Raja orang Yahudi.”
Dan alasan mengapa Ia dihukum disebut pada tulisan yang terpasang di situ: “Raja orang Yahudi.”

Yesus, Anak Allah
Berikutnya teologi penulis tentang Anak Allah. Dalam ayat 40 dan 43 penulis menyebut kata Anak Allah (ditujukan kepada Yesus). Nama “Anak Allah” mempunyai arti yang khusus dalam injil Matius. Dalam kisah perolok-olokan Yesus di kayu salib (Mat.27:40,43) serupa dengan Mrk.15:39; tetapi penulis Matius menegaskan bahwa kepala pasukan dan kawan-kawannya “menjad sangat takut” dan ia tidak berani lagi berkata, “Orang ini” (Mrk. 15:39), tetapi “Ia ini adalah Anak Allah” (Mat.27:54).[4] Bagi Matius nama “Anak Allah” bukan hanya gelar kehormatan, tetapi sungguh-sungguh mengungkapkan kesatuan dan kesamaan Yesus dengan Allah, sehingga Wafat Yesus adalah manifestasi jelas dari kuasa ilahi-Nya.[5]
Penulis Matius mau menegaskan bahwa keagungan Yesus sebagai Anak Allah tidak mulai dengan kebangkitanNya, namun sejak semula Yesus adalah Anak Allah, dan oleh karena itu Ia dapat berbicara menganai “BapaKu yang di surga” (7:21) pada akhir khotbah di bukit, yang kerap kali berbicara mengenai Bapa. (6:16;6:1;7:11). Mengikuti Yesus berarti mengambil bagian dalam hubungan pribadiNya dengan Bapa. Hal itu dikatakan dengan amat jelas oleh Yesus sebagai jawaban atas pengakuan Petrus, “Berbahagialah engkauSimon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan BapaKu yang di surga”. Kata “BapaKu” adalah satu bagian yang khas bagi penulis Matius (7:21;12:50;18:10).[6]
Sekali lagi jelaslah bahwa penulis Matius sangat ingin membuktikan kebenaran Perjanjian Lama lewat tulisan penyataan imannya. Ia melihat peristiwa hidup Yesus sebagai pelaksanaan penuh dari perjanjian Allah dengan Israel. Sekuat tenaga, penulis Matius memperlihatkan bahwa dalam diri Yesuslah pemenuhan harapan itu, yang terungkap dalam gelar “Mesias” atau gelar “Anak Allah”.




[1] Eckardt, A.Roy. Menggali ulang Yesus Sejarah:kristologi masa kini. Jakarta:BPK Gunung Mulia. 1996,p. 30-32
[2] bdk. silsilah kelahiran Yesus sebagai keturunan Daud.
[3] Lembaga Biblika Indonesia. Tafsir Perjanjian Baru 1:Injil Matius. Yogyakarta. Kanisius,p. 171
[4] Menurut Groenen, pengakuan dari kepala pasukan itu terpaksa, karena diikuti oleh rasa takut pada gejala yang menyertai kematian Yesus (Mat 27:54).
[5] Jacobs, Tom SJ. Siapa Yesus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta. Kanisius. 1982,p. 104-107
[6] Ibid 

No comments:

Post a Comment