1Dengarkanlah
Aku, hai kamu yang mengejar apa yang benar, hai kamu yang mencari TUHAN!
Pandanglah gunung batu yang dari padanya kamu terpahat, dan kepada lobang
penggalian batu yang dari padanya kamu tergali.
2Pandanglah
Abraham, bapa leluhurmu, dan Sara yang melahirkan kamu; ketika Abraham seorang
diri, Aku memanggil dia, lalu Aku memberkati dan memperbanyak dia.
3Sebab
TUHAN menghibur Sion, menghibur segala reruntuhannya; Ia membuat padang
gurunnya seperti taman Eden dan padang belantaranya seperti taman TUHAN. Di
situ terdapat kegirangan dan sukacita, nyanyian syukur dan lagu yang nyaring.
Yesaya
51:1 – 8 memuat 3 bait syair pendek (ay. 1-3, 4-6, dan 7-8). Ayat pertama
dibuka dengan kata yang menunjukkan perintah, dengarkanlah Aku. Westermann mengemukakan bahwa kata perintah,
dengarkanlah Aku dalam ayat 1 sama dengan ayat 7 (Ibr: שִׁמְע֥וּ , Syim’u) dimana
keduanya merujuk kepada ajakan untuk mendengar berita yang akan disampaikan
oleh Deutro-Yesaya. Kata apa yang benar
(TB LAI) Ibr: sedeq (adil, benar) dalam
ayat 1 menurut Westerman diartikan sebagai pembebasan, deliverance. Hal ini dihubungkan dengan apa yang tertulis dalam
pasal 50:10, sehingga ada perbedaan antara mereka yang telah mengenal Allah dan
“memiliki torah dalam hatinya” (ay.7)
dengan mereka yang mengejar keselamatan dan mencari TUHAN (mereka yang mencari
TUHAN ini menurut EGS bisa dibandingkan dengan tradisi ibadah Israel yang terdapat
dalam Mazmur, dimana Israel dicari dan mencari TUHAN); sebab menurut Westermann
kata dengarkanlah Aku dalam Ayat 1 dialamatkan kepada “orang-orang yang takut
akan TUHAN” dimana kata takut sendiri merujuk pada ketaatan umat pada nubuat
Hamba Allah (yang dalam perkembangannya kemudian digunakan juga oleh kaum
proselit), yang dijelaskan dalam pasal 50:10a. Jadi kata mencari TUHAN dalam
ayat 1 kemungkinan besar ditujukan kepada mereka yang “berjalan dalam
kegelapan” karena mereka tidak tahu akan cahaya keselamatan. Melihat
kemungkinan ini, maka tidak bisa disamakan dengan mereka yang dimaksud dalam
ayat 7.[1]
Banyaknya
terjemahan kata yang bisa menggambarkan kata sedeq membuat teks ini memiliki berbagai macam interpretasi; entah
itu mencari pembebasan, keselamatan atau keadilan, kebenaran. North sendiri
menerangkan bahwa “kebenaran” yang dikejar manusia itu adalah kebenaran di
dalam TUHAN. Dialah kebenaran sekaligus Juruslamat.[2] Apa
yang dikemukakan North kurang lebih sama dengan apa yang disampaikan oleh
Marie-Claire Barth, bahwa mereka itu mengejar “sedeq”, keadilan/kebenaran yang TUHAN kerjakan, yakni keselamatan. Whybray
sendiri mengemukakan bahwa kata sedeq
disini lebih cocok diartikan sebagai righteousness
dari pada deliverance atau salvation. Ini dibuktikan dengan
penggunaan kata kerja pursue
(mengejar) yang disejajarkan dengan kata seek
the LORD yang mengantarkan kita pada sense
of desiring to know and do the righteous will of God (menunjukkan
keinginan/hasrat untuk tahu dan melakukan kebenaran seturut dengan kehendak
Allah).[3] Bila
dihubungkan dengan pasal 50:10, maka janji yang dibuat disana juga ditujukan
kepada mereka yang mengejar keselamatan dan mencari TUHAN.
Kata
mereka yang mengejar kebenaran dan mencari TUHAN diatas, mengajak kita untuk
melihat metafora batu (makkebet) dan
tambang (bôr)/lobang penggalian yang
disampaikan oleh Deutro-Yesaya dengan hubungannya sebagai keturunan Abraham dan
Sara di ayat 2 (metafora Abraham sebagai batu dan Sara sebagai tambang) yang pembuktian
bahwa TUHAN tetap menyertai mereka. Menurut Whybray, hal ini berdasarkan janji
Allah kepada Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang hebat, dan
inilah pemenuhan janji Allah di masa lalu itu “I blessed him and made him many”. Adanya penekanan pada janji TUHAN
yang disampaikan oleh Deutro-Yesaya ini menunjukkan bahwa janji TUHAN tidak
hanya berhenti pada Abraham saja, tetapi juga bagi keturunannya, umat Israel.[4] Kira-kira
begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh Childs bahwa penggambaran Abraham
sebagai batu dan Sara sebagai tambang melukisakan keselamatan yang dijanjikan.
Penggambaran Abraham seperti batu yang merupakan rumah pertama yang dibangun
dan Sara seperti tambang dimana dari sanalah umat berasal menunjukkan bahwa
sekalipun umat Israel “mandul” Allah tetap memberikan kehidupan, sama seperti kuasa
Allah dalam hidup Abraham dan Sara.[5]
Serta Westemann, bahwa metafora tersebut merupakan usaha yang dilakukan untuk
menunjukkan bahwa Israel diharapkan mampu mendapat keturunan sama seperti yang
dialami oleh Abraham dan Sara, sebagai bentuk tindakan penciptaan kembali atas
bangsanya. Mengingat peristiwa Keluaran (Exodus) merupakan peristiwa penting
bagi umat Israel, dimana peristiwa itu dipandang sebagai peristiwa ketika mereka
dipilih oleh TUHAN untuk menjadi hambaNya.[6]
Sedikit perbedaan yang disampaikan oleh North, menurutnya kata Ibr: בּ֖וֹר
seharusnya diterjemahkan cistern (lubang
tangki air di bawah tanah) dan bukan quarry
(tambang penggalian). Walaupun hal
ini tidak memberi pengaruh penting terhadap terjemahan kalimatnya, karena
keduanya sama-sama memiliki arti yang merujuk kepada lubang galian di bawah
tanah.[7]
Ayat
3 berisi tentang janji TUHAN atas penghiburan kepada Sion. Di sini bukan hanya
manusianya saja yang diperbaharui, tetapi juga reruntuhan kotanya. Nubuat ini
menunjukkan kemahakuasaan TUHAN yang membangun kembali Sion yang runtuh. Allah
akan menolong mereka keluar dari pembuangan di Babilonia, serta membuat mereka
sebagai bangsa yang makmur di Palestina, sama seperti gambaran TUHAN yang
mengubah padang gurun menjadi Taman Eden, dan padang belantara menjadi taman
TUHAN. Bukan hanya jalan menuju ke Yerusalem saja yang menjadi subur tetapi
juga kotanya. Gambaran perubahan yang disampaikan oleh Deutro-Yesaya ini sangat
luar biasa, melihat kondisi lahan di Timur Tengah yang memang hanya memiliki
sedikit daerah subur. Di sini Deutro-Yesaya mau menunjukkan bahwa sekalipun
daerah yang tidak mungkin ditumbuhi tanaman subur atau bahkan gersang akan
diubah menjadi daerah subur. Penggambaran ini sama seperti sebagaimana dulu
Abraham dijanjikan tanah sebagai tanda berkat, begitu juga Israel (yang juga
disebut Sion) dianugrahi taman Eden, taman TUHAN (membawa mereka kembali kepada
masa kejayaan, Golden Age) sebagai
tempat kediaman yang sempurna yang menjadi tanda bahwa TUHAN tetap memberkati
Israel.[8]
4Perhatikanlah
suara-Ku, hai bangsa-bangsa, dan pasanglah telinga kepada-Ku, hai suku-suku
bangsa! Sebab pengajaran akan keluar dari pada-Ku dan hukum-Ku sebagai terang
untuk bangsa-bangsa.
5Dadalam
sekejam mata keselamatan yang dari pada-Ku akan dekat, kelepasan yang
Kuberikan akan tiba, dan dengan tangan
kekuasaan-Ku Aku akan memerintah bangsa-bangsa; kepada-Kulah pulau-pulau
menanti-nanti, perbuatan tangan-Ku mereka harapkan.
6Arahkanlah
matamu ke langit dan lihatlah ke bumi di bawah; sebab langit lenyap seperti
asap, bumi memburuk seperti pakaian yang sudah using dan penduduknya akan mati
seperti
nyamuk; tetapi kelepasan yang
Kuberikan akan tetap untuk selama-lamanya, dan keselamatan yang dari pada-Ku
tidak akan berakhir.
Pada
bait kedua syair ini, yakni ayat 4 – 6 dialamatkan kepada orang-orang. Mereka
dipanggil untuk mendengar dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh Hamba
TUHAN tentang nubuat yang menyatakan bahwa pembebasan yang dijanjikan itu sudah
dekat (ayat 4-5) dan tidak ada yang dapat melawan (ayat 6). Kata my people (‘ammȋm) dan my nation (le’ûmmȋm) dalam ayat 4 merupakan kata
khusus yang merujuk kepada Israel. Hal ini dilihat dari pesan yang ada, yakni
hukum Allah yang akan menjadi terang untuk bangsa-bangsa. Ayat 5 memperlihatkan
keselamatan yang dijanjikan itu. Childs mengemukakan bahwa efek dari janji
dalam ayat ini memberi kesan bahwa Israel semakin dipisahkan dari bangsa-bangsa (bdk.pasal 42:6;
לְא֥וֹר גּוֹיִֽם;
le’or ggoyim = terang
untuk bangsa-bangsa), sebab hukum Allah yang ada menjadi
terang bagi bangsa-bangsa sehingga dalam hal ini umat (yang diselamatkan ini)
patut mengingat kembali sifat Allah yang menyelamatkan Israel. Pandangan ini
meluas, dari yang hanya umat Israel saja menjadi lebih universal bagi
orang-orang yang beriman kepada Allah.[9]
Gambaran
bumi yang rusak dan semakin memburuk dalam ayat 6, menggambarkan apa yang
diciptakan oleh Sang Pencipta di dunia itu tidak abadi dan hanya sementara;
dapat lenyap, hilang dan mati. Kata asap dan pakaian yang usang merupakan
metafora biasa yang sering digunakan untuk menggambarkan hal-hal buruk (bdk
pasal 50:9), begitu juga dengan metafor nyamuk (bdk.Keluaran 8:16). Untuk itu,
jelaslah bahwa hanya keselamatan dari TUHAN saja yang dapat menyelamatkan
manusia. Keselamatan dari TUHAN-lah yang abadi selamanya. Di sini kita bisa
melihat pandangan apokaliptik yang kontras antara akhir zaman (kiamat) dan
keselamatan dari Allah yang akan berlanjut untuk selamanya.[10]
Dapat saya simpulkan bahwa keempat penafsir yang kita bahas memiliki pandangan
yang sama terhadap tafsiran pada bagian ini. Keempatnya menekankan keselamatan
yang hanya dapat ditemukan di dalam TUHAN (bdk. pasal 45,46; yang menyatakan
bahwa dewa-dewa Babel tidak memberikan keselamatan seperti yang diberikan
TUHAN).
7Dengarkanlah
Aku, hai kamu yang mengetahui apa yang benar, hai bangsa yang menyimpan
pengajaran-Ku dalam hatimu! Janganlah takut jika diaibkan oleh oleh manusia dan
janganlah terkejut jika dinista oleh mereka.
8Sebab
ngengat akan memakan mereka seperti memakan pakaian dan gegat akan memakan
mereka seperti memakan kain bulu domba; tetapi keselamatan yang dari pada-Ku
akan tetap untuk selama-lamanya dan kelepasan yang Kuberikan akan lanjut dari
keturunan kepada keturunan.
Pada
ayat 7 kata sedeq ditegaskan kembali,
namun dengan makna yang lebih dalam dari ayat 1. Menurut North, penggunaan kata
sedeq dalam ayat 7 ini lebih
menekankan makna etisnya, khususnya “pengetahuan akan Allah” (da‘at’elohim),
bukan dalam pengertian intelektual tetapi lebih kepada pengalaman nyata yang
dialami “dengan sepenuh hati dan jiwa”. Tahu tentang kebenaran disini diartikan
sebagai tahu bagaimana bertindak dengan benar, sesuai dengan kebenaran Allah
(bagian ini dikhususkan kepada orang Israel, sebagai umat yang “dianggap”
merupakan orang-orang yang tahu apa yang benar itu).[11] Penggambaran
syair-syair yang terdapat pada 2 ayat
ini merupakan campuran dari syair-syair yang sering digunakan dalam
metafor-metafor puisi dalam PL; beberapa diantaranya biasanya memiliki kata
yang berbeda namun dengan arti yang sama. Contohnya kata “in whose heart is my law” dapat juga kita temukan dalam Yeremia
31:33 (bdk.pasal 42:4,6), atau dua kata “will
eat them like wool” yang memiliki arti yang sama dengan “eat them up”.
Pada kedua ayat ini
Deutro-Yesaya sekali lagi menegaskan bahwa TUHAN menyertai kehidupan umatNya.
Hal ini terlihat dari nubuat Deutro-Yesaya, bahwa mereka yang menyimpan
pengajaran TUHAN di dalam hatinya akan mendapatkan keselamatan dan pembebasan
yang abadi untuk selamanya. Childs menambahkan bahwa hal-hal yang tidak ilahi
pasti akan hilang, tetpi keselamatan dari TUHAN kekal. Untuk itu umat
diharapkan tidak takut kepada cemooh/diaibkan/dinista orang lain, sebab mereka
adalah orang yang selalu menyimpan pengajaran dalam hatinya yang selalu
mendapat keselamatan dari TUHAN.[12]
[1] lih. Westermann, Clauss.
Deutro-Isaiah. London: SCM Press Ltd.
1969,p. 234
[2] lih. North, Christopher. The Second Isaiah. Oxford, Clarendon
Press. 1964,p. 208
[3] lih. Whybray, R.M. Isaiah 40-66. London: Marshal, Morgan
& Scott Publication. 1975,p. 154-155
[4] Ibid,p. 155
[5] Childs, Brevard. Isaiah.
Louisville: Westminster John Knox Press. 2001,p. 402
[6] Westermann,p. 230
[8] bdk. Whybray p. 155, Childs p.402, Claire Barth p. 284
[11] North, p. 210
[12] Westermann p. 236-237, Childs
p. 402
Tafsiran yang baik dan mudah dipahami.. Terima kasih untuk Tafsirannya... GBU
ReplyDelete