Thursday, 19 December 2013

Tafsir Yesaya 51: 1 - 8 "Syair Penghiburan"

1Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengejar apa yang benar, hai kamu yang mencari TUHAN! Pandanglah gunung batu yang dari padanya kamu terpahat, dan kepada lobang penggalian batu yang dari padanya kamu tergali.
2Pandanglah Abraham, bapa leluhurmu, dan Sara yang melahirkan kamu; ketika Abraham seorang diri, Aku memanggil dia, lalu Aku memberkati dan memperbanyak dia.
3Sebab TUHAN menghibur Sion, menghibur segala reruntuhannya; Ia membuat padang gurunnya seperti taman Eden dan padang belantaranya seperti taman TUHAN. Di situ terdapat kegirangan dan sukacita, nyanyian syukur dan lagu yang nyaring.
Yesaya 51:1 – 8 memuat 3 bait syair pendek (ay. 1-3, 4-6, dan 7-8). Ayat pertama dibuka dengan kata yang menunjukkan perintah, dengarkanlah Aku. Westermann mengemukakan bahwa kata perintah, dengarkanlah Aku dalam ayat 1 sama dengan ayat 7 (Ibr: שִׁמְע֥וּ , Syim’u) dimana keduanya merujuk kepada ajakan untuk mendengar berita yang akan disampaikan oleh Deutro-Yesaya. Kata apa yang benar (TB LAI) Ibr: sedeq (adil, benar) dalam ayat 1 menurut Westerman diartikan sebagai pembebasan, deliverance. Hal ini dihubungkan dengan apa yang tertulis dalam pasal 50:10, sehingga ada perbedaan antara mereka yang telah mengenal Allah dan “memiliki torah dalam hatinya” (ay.7) dengan mereka yang mengejar keselamatan dan mencari TUHAN (mereka yang mencari TUHAN ini menurut EGS bisa dibandingkan dengan tradisi ibadah Israel yang terdapat dalam Mazmur, dimana Israel dicari dan mencari TUHAN); sebab menurut Westermann kata dengarkanlah Aku dalam Ayat 1 dialamatkan kepada “orang-orang yang takut akan TUHAN” dimana kata takut sendiri merujuk pada ketaatan umat pada nubuat Hamba Allah (yang dalam perkembangannya kemudian digunakan juga oleh kaum proselit), yang dijelaskan dalam pasal 50:10a. Jadi kata mencari TUHAN dalam ayat 1 kemungkinan besar ditujukan kepada mereka yang “berjalan dalam kegelapan” karena mereka tidak tahu akan cahaya keselamatan. Melihat kemungkinan ini, maka tidak bisa disamakan dengan mereka yang dimaksud dalam ayat 7.[1]
Banyaknya terjemahan kata yang bisa menggambarkan kata sedeq membuat teks ini memiliki berbagai macam interpretasi; entah itu mencari pembebasan, keselamatan atau keadilan, kebenaran. North sendiri menerangkan bahwa “kebenaran” yang dikejar manusia itu adalah kebenaran di dalam TUHAN. Dialah kebenaran sekaligus Juruslamat.[2] Apa yang dikemukakan North kurang lebih sama dengan apa yang disampaikan oleh Marie-Claire Barth, bahwa mereka itu mengejar “sedeq”, keadilan/kebenaran yang TUHAN kerjakan, yakni keselamatan. Whybray sendiri mengemukakan bahwa kata sedeq disini lebih cocok diartikan sebagai righteousness dari pada deliverance atau salvation. Ini dibuktikan dengan penggunaan kata kerja pursue (mengejar) yang disejajarkan dengan kata seek the LORD yang mengantarkan kita pada sense of desiring to know and do the righteous will of God (menunjukkan keinginan/hasrat untuk tahu dan melakukan kebenaran seturut dengan kehendak Allah).[3] Bila dihubungkan dengan pasal 50:10, maka janji yang dibuat disana juga ditujukan kepada mereka yang mengejar keselamatan dan mencari TUHAN.
Kata mereka yang mengejar kebenaran dan mencari TUHAN diatas, mengajak kita untuk melihat metafora batu (makkebet) dan tambang (bôr)/lobang penggalian yang disampaikan oleh Deutro-Yesaya dengan hubungannya sebagai keturunan Abraham dan Sara di ayat 2 (metafora Abraham sebagai batu dan Sara sebagai tambang) yang pembuktian bahwa TUHAN tetap menyertai mereka. Menurut Whybray, hal ini berdasarkan janji Allah kepada Abraham bahwa keturunannya akan menjadi bangsa yang hebat, dan inilah pemenuhan janji Allah di masa lalu itu “I blessed him and made him many”. Adanya penekanan pada janji TUHAN yang disampaikan oleh Deutro-Yesaya ini menunjukkan bahwa janji TUHAN tidak hanya berhenti pada Abraham saja, tetapi juga bagi keturunannya, umat Israel.[4] Kira-kira begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh Childs bahwa penggambaran Abraham sebagai batu dan Sara sebagai tambang melukisakan keselamatan yang dijanjikan. Penggambaran Abraham seperti batu yang merupakan rumah pertama yang dibangun dan Sara seperti tambang dimana dari sanalah umat berasal menunjukkan bahwa sekalipun umat Israel “mandul” Allah tetap memberikan kehidupan, sama seperti kuasa Allah dalam hidup Abraham dan Sara.[5] Serta Westemann, bahwa metafora tersebut merupakan usaha yang dilakukan untuk menunjukkan bahwa Israel diharapkan mampu mendapat keturunan sama seperti yang dialami oleh Abraham dan Sara, sebagai bentuk tindakan penciptaan kembali atas bangsanya. Mengingat peristiwa Keluaran (Exodus) merupakan peristiwa penting bagi umat Israel, dimana peristiwa itu dipandang sebagai peristiwa ketika mereka dipilih oleh TUHAN untuk menjadi hambaNya.[6] Sedikit perbedaan yang disampaikan oleh North, menurutnya kata Ibr: בּ֖וֹר seharusnya diterjemahkan cistern (lubang tangki air di bawah tanah) dan bukan quarry (tambang penggalian). Walaupun hal ini tidak memberi pengaruh penting terhadap terjemahan kalimatnya, karena keduanya sama-sama memiliki arti yang merujuk kepada lubang galian di bawah tanah.[7]
Ayat 3 berisi tentang janji TUHAN atas penghiburan kepada Sion. Di sini bukan hanya manusianya saja yang diperbaharui, tetapi juga reruntuhan kotanya. Nubuat ini menunjukkan kemahakuasaan TUHAN yang membangun kembali Sion yang runtuh. Allah akan menolong mereka keluar dari pembuangan di Babilonia, serta membuat mereka sebagai bangsa yang makmur di Palestina, sama seperti gambaran TUHAN yang mengubah padang gurun menjadi Taman Eden, dan padang belantara menjadi taman TUHAN. Bukan hanya jalan menuju ke Yerusalem saja yang menjadi subur tetapi juga kotanya. Gambaran perubahan yang disampaikan oleh Deutro-Yesaya ini sangat luar biasa, melihat kondisi lahan di Timur Tengah yang memang hanya memiliki sedikit daerah subur. Di sini Deutro-Yesaya mau menunjukkan bahwa sekalipun daerah yang tidak mungkin ditumbuhi tanaman subur atau bahkan gersang akan diubah menjadi daerah subur. Penggambaran ini sama seperti sebagaimana dulu Abraham dijanjikan tanah sebagai tanda berkat, begitu juga Israel (yang juga disebut Sion) dianugrahi taman Eden, taman TUHAN (membawa mereka kembali kepada masa kejayaan, Golden Age) sebagai tempat kediaman yang sempurna yang menjadi tanda bahwa TUHAN tetap memberkati Israel.[8]
4Perhatikanlah suara-Ku, hai bangsa-bangsa, dan pasanglah telinga kepada-Ku, hai suku-suku bangsa! Sebab pengajaran akan keluar dari pada-Ku dan hukum-Ku sebagai terang untuk bangsa-bangsa.
5Dadalam sekejam mata keselamatan yang dari pada-Ku akan dekat, kelepasan yang Kuberikan  akan tiba, dan dengan tangan kekuasaan-Ku Aku akan memerintah bangsa-bangsa; kepada-Kulah pulau-pulau menanti-nanti, perbuatan tangan-Ku mereka harapkan.
6Arahkanlah matamu ke langit dan lihatlah ke bumi di bawah; sebab langit lenyap seperti asap, bumi memburuk seperti pakaian yang sudah using dan penduduknya akan mati seperti

nyamuk; tetapi kelepasan yang Kuberikan akan tetap untuk selama-lamanya, dan keselamatan yang dari pada-Ku tidak akan berakhir.
Pada bait kedua syair ini, yakni ayat 4 – 6 dialamatkan kepada orang-orang. Mereka dipanggil untuk mendengar dan memperhatikan apa yang disampaikan oleh Hamba TUHAN tentang nubuat yang menyatakan bahwa pembebasan yang dijanjikan itu sudah dekat (ayat 4-5) dan tidak ada yang dapat melawan (ayat 6). Kata my people (‘ammȋm) dan my nation (le’ûmmȋm) dalam ayat 4 merupakan kata khusus yang merujuk kepada Israel. Hal ini dilihat dari pesan yang ada, yakni hukum Allah yang akan menjadi terang untuk bangsa-bangsa. Ayat 5 memperlihatkan keselamatan yang dijanjikan itu. Childs mengemukakan bahwa efek dari janji dalam ayat ini memberi kesan bahwa Israel semakin  dipisahkan dari bangsa-bangsa (bdk.pasal 42:6; לְא֥וֹר גּוֹיִֽם; le’or ggoyim = terang untuk bangsa-bangsa), sebab hukum Allah yang ada menjadi terang bagi bangsa-bangsa sehingga dalam hal ini umat (yang diselamatkan ini) patut mengingat kembali sifat Allah yang menyelamatkan Israel. Pandangan ini meluas, dari yang hanya umat Israel saja menjadi lebih universal bagi orang-orang yang beriman kepada Allah.[9]
Gambaran bumi yang rusak dan semakin memburuk dalam ayat 6, menggambarkan apa yang diciptakan oleh Sang Pencipta di dunia itu tidak abadi dan hanya sementara; dapat lenyap, hilang dan mati. Kata asap dan pakaian yang usang merupakan metafora biasa yang sering digunakan untuk menggambarkan hal-hal buruk (bdk pasal 50:9), begitu juga dengan metafor nyamuk (bdk.Keluaran 8:16). Untuk itu, jelaslah bahwa hanya keselamatan dari TUHAN saja yang dapat menyelamatkan manusia. Keselamatan dari TUHAN-lah yang abadi selamanya. Di sini kita bisa melihat pandangan apokaliptik yang kontras antara akhir zaman (kiamat) dan keselamatan dari Allah yang akan berlanjut untuk selamanya.[10] Dapat saya simpulkan bahwa keempat penafsir yang kita bahas memiliki pandangan yang sama terhadap tafsiran pada bagian ini. Keempatnya menekankan keselamatan yang hanya dapat ditemukan di dalam TUHAN (bdk. pasal 45,46; yang menyatakan bahwa dewa-dewa Babel tidak memberikan keselamatan seperti yang diberikan TUHAN).
7Dengarkanlah Aku, hai kamu yang mengetahui apa yang benar, hai bangsa yang menyimpan pengajaran-Ku dalam hatimu! Janganlah takut jika diaibkan oleh oleh manusia dan janganlah terkejut jika dinista oleh mereka.
8Sebab ngengat akan memakan mereka seperti memakan pakaian dan gegat akan memakan mereka seperti memakan kain bulu domba; tetapi keselamatan yang dari pada-Ku akan tetap untuk selama-lamanya dan kelepasan yang Kuberikan akan lanjut dari keturunan kepada keturunan.
Pada ayat 7 kata sedeq ditegaskan kembali, namun dengan makna yang lebih dalam dari ayat 1. Menurut North, penggunaan kata sedeq dalam ayat 7 ini lebih menekankan makna etisnya, khususnya “pengetahuan akan Allah” (da‘at’elohim), bukan dalam pengertian intelektual tetapi lebih kepada pengalaman nyata yang dialami “dengan sepenuh hati dan jiwa”. Tahu tentang kebenaran disini diartikan sebagai tahu bagaimana bertindak dengan benar, sesuai dengan kebenaran Allah (bagian ini dikhususkan kepada orang Israel, sebagai umat yang “dianggap” merupakan orang-orang yang tahu apa yang benar itu).[11] Penggambaran syair-syair yang terdapat  pada 2 ayat ini merupakan campuran dari syair-syair yang sering digunakan dalam metafor-metafor puisi dalam PL; beberapa diantaranya biasanya memiliki kata yang berbeda namun dengan arti yang sama. Contohnya kata “in whose heart is my law” dapat juga kita temukan dalam Yeremia 31:33 (bdk.pasal 42:4,6), atau dua kata “will eat them like wool” yang memiliki arti yang sama dengan “eat them up”.
Pada kedua ayat ini Deutro-Yesaya sekali lagi menegaskan bahwa TUHAN menyertai kehidupan umatNya. Hal ini terlihat dari nubuat Deutro-Yesaya, bahwa mereka yang menyimpan pengajaran TUHAN di dalam hatinya akan mendapatkan keselamatan dan pembebasan yang abadi untuk selamanya. Childs menambahkan bahwa hal-hal yang tidak ilahi pasti akan hilang, tetpi keselamatan dari TUHAN kekal. Untuk itu umat diharapkan tidak takut kepada cemooh/diaibkan/dinista orang lain, sebab mereka adalah orang yang selalu menyimpan pengajaran dalam hatinya yang selalu mendapat keselamatan dari TUHAN.[12]


[1] lih. Westermann, Clauss. Deutro-Isaiah. London: SCM Press Ltd. 1969,p. 234
[2] lih. North, Christopher. The Second Isaiah. Oxford, Clarendon Press. 1964,p. 208
[3] lih. Whybray, R.M. Isaiah 40-66. London: Marshal, Morgan & Scott Publication. 1975,p. 154-155
[4] Ibid,p. 155
[5] Childs, Brevard. Isaiah. Louisville: Westminster John Knox Press. 2001,p. 402
[6] Westermann,p. 230
[7] North,p. 206
[8] bdk. Whybray p. 155, Childs p.402, Claire Barth p. 284
[9] Childs p.402
[10] North p.210, Childs p. 402, Westermann p.235-236, Whybray p. 156-157
[11] North, p. 210
[12] Westermann p. 236-237, Childs p. 402

1 comment:

  1. Tafsiran yang baik dan mudah dipahami.. Terima kasih untuk Tafsirannya... GBU

    ReplyDelete